KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan mengenai Tindak Pidana atau Delik. Makalah ini saya buat dalam rangka memperdalam matakuliah Hukum Pidana. Saya menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 15 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar isi ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. Pengertian Delik ...................................................................................................... 2
B. Unsur-Unsur Delik .................................................................................................. 2
C. Jenis-Jenis Delik ..................................................................................................... 5
D. Asas Delik ................................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 8
Kesimpulan .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap Negara tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya berbeda-beda hukum yang akan berlaku, contohnya di Indonesia tindak kejahatan terbagai-bagi ada kejahatan yang dipandang ringan seperti mencuri ada kejahatan yang di pandang berat seperti mutilasi atau pembunuhan. oleh sebab itu, untuk mengetahui hukum yang berlaku bagi setiap tindakan kejahatan itu, harus mempelajari tentang hukum pidana yang membahas mengenai tindak pidana atau sering disebut dengan Delik.
Dalam delik (tindak pidana ) akan berlaku hukuman yang telah dinilainya, dalam hal ini, KUHP yang terdiri dari pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut terdapat hukuman yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau bertentangan dengan aturan itu. Jika perbuatan yang dilakukan tidak diatur atau tidak terdapat dalam KUHP dan Undang-undang maka perbuatan itu dinilai bukan merupakan tindak pidana.
Untuk mempelajari mengenai Delik, kiranya akan lebih mudah memperoleh kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari Hukum Pidana yang membahas tentang Delik secara luas maupun khusus. Tentunya sebagai warga Negara Indonesia kita di harapkan untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia sehingga dapat membangun hukum yang ada dinegara ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Delik
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan mengenai Tindak Pidana atau Delik. Makalah ini saya buat dalam rangka memperdalam matakuliah Hukum Pidana. Saya menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 15 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar isi ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A. Pengertian Delik ...................................................................................................... 2
B. Unsur-Unsur Delik .................................................................................................. 2
C. Jenis-Jenis Delik ..................................................................................................... 5
D. Asas Delik ................................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 8
Kesimpulan .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap Negara tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya berbeda-beda hukum yang akan berlaku, contohnya di Indonesia tindak kejahatan terbagai-bagi ada kejahatan yang dipandang ringan seperti mencuri ada kejahatan yang di pandang berat seperti mutilasi atau pembunuhan. oleh sebab itu, untuk mengetahui hukum yang berlaku bagi setiap tindakan kejahatan itu, harus mempelajari tentang hukum pidana yang membahas mengenai tindak pidana atau sering disebut dengan Delik.
Dalam delik (tindak pidana ) akan berlaku hukuman yang telah dinilainya, dalam hal ini, KUHP yang terdiri dari pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut terdapat hukuman yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau bertentangan dengan aturan itu. Jika perbuatan yang dilakukan tidak diatur atau tidak terdapat dalam KUHP dan Undang-undang maka perbuatan itu dinilai bukan merupakan tindak pidana.
Untuk mempelajari mengenai Delik, kiranya akan lebih mudah memperoleh kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari Hukum Pidana yang membahas tentang Delik secara luas maupun khusus. Tentunya sebagai warga Negara Indonesia kita di harapkan untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia sehingga dapat membangun hukum yang ada dinegara ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Delik
Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut : “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.” Sedangkan pengertian delik menurut para ahli yaitu :
1. Menurut Prof Simons
Kelakuaan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung jawab.
2. Menurut Meoljatno
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
3. Menurut Teguh Prasetyo
Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dan pelukanya diancaman dengan pidana.
B. Unsur – Unsur Delik
Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: a. dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis
Unsur-Unsur yang ada dalam tindak pidana yaitu melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Beberapa contoh, diambilkan dari batasan tindak pidana oleh teoritis yang telah dibicarakan di muka, yakni Moeljatno, R.Tresna, dan Vos.
Menurut Moejatno, unsur tindak pidana ialah:
1) Perbuatan
2) Yang dilarang (oleh aturan hukum)
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)
Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu , tapi tidak di pisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Pengertian diancam merupakan pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inconcerto orang yang melakukan perbuatanitu dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari pengertian perbuatan pidana. Dari rumusan R. Tresna di muka, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni: 1) Perbuatan/rangkaian perbuaatan (manusia)
2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undagan
3) Diadakan tindakan penghukuman.
Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan penghukuman, terdapat pengertin bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti oleh penghukuman (pemidanaan), berbeda dengan Moejatno, karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang selalu diikuti dengan pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihal syarat-syarat (subjektif) yang melekat pada orangnya untuk dapat dijatuhkan pidana.
Menurut batasan yang dibuat oleh Vos, maka unsur-unsur tindak pidana, yakni: 1) Kelakuan manusia
2) Diancam dengan pidana
3) Dalam peraturan perundang-undangan
Dapat dilihat bahwa pada unsure-unsur dari tiga batasan penganut paham dualisme tersebut, tidak ada perbedaan, yakni bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam pidana bagi yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidannya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.
b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang
Buku 11 KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku 111 memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan. Yakni mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351 (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan sering kali juga tidak dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yakni:
1) Unsur tingkah laku
2) Unsur melawan hukum
3) Unsur kesalahan
4) Unsur akibat konstitutif
5) Unsur keadaan yang menyertai
6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
9) Unsur objek hukum tindak pidana
10) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
11) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Dari 11 unsur itu, dianataranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah, juga pada pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara melawan hukum adalah berupa melawan hukum objektif. Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing, 368), pengancaman (afdereiging, 369 di mana disebutkan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaann yaitu merupakan celaan masyarakat. Sedangkan menurut rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui ada dua unsur delik yaitu:
1) Unsur perbuatan (unsur obyektif), yaitu
a) Mencocokan rumusan delik
b) Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
2) Unsur pembuat (unsur subyektif), yaitu:
a) Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);
b) Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada alasan pemaaf).
Terhadap perbuatan Delik dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk kepada suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela, tetapi dianggapnya sebagai perbuatan Delik karena ditentukan oleh undang-undang.
C. Jenis-jenis Delik
1. Delik Kejahatan adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan.
2. Delik Materil adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang.
3. Delik Komisionis adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana. Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan
4. Delik dolus (sengaja) adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas.
5. Delik Biasa adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap tangan. Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.
6. Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP).
7. Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi. Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung selesai, tidak berlangsung terus menerus.
8. Delik Communa adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan
9. Delik Mandiri adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
10. Delik tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai).
D. Asas – asas Delik
Adapun asas yang diatur dalam KUHP sebagai berikut :
1. Asas menurut waktu.
Dalam pasal 1 KUHP ada tiga asas yang dianut antara lain :
a. Asas bahwa hukum pidana hanya bersumber pada undang-undang atau hukum tertulis.
b. Asas bahwa undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
c. Asas bahwa hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi.
2. Asas Menurut Tempat
Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat bermanfaat dan berguna untuk mengetahui sampai dimanakah berlakunya UU hukum pidana dalam suatu Negara, apakah terhadap seseorang berlaku KUHP atau hukum asing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Hukum pidana adalah aturan/kaedah/norma- norma yang belaku dalam suatu Negara. Sedangkan Delik atau tindak pidana adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: pertama dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada. Jenis-jenis delik terbagi menjadi 10 diantaranya yaitu : delik tentang kejahatan, adapun asas yang diatur dalam KUHP yaitu asas menurut waktu dan tempat.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com. Delik ( Tindak Pidana)
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, 2008, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. , Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia. 1997, Citra Aditya : Jakarta.
Drs. Adami Chazawi, S.H , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3. 2002, PT Raja Grafindo : Jakarta.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2008, PT Bumi Aksara : Jakarta
1. Menurut Prof Simons
Kelakuaan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung jawab.
2. Menurut Meoljatno
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
3. Menurut Teguh Prasetyo
Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dan pelukanya diancaman dengan pidana.
B. Unsur – Unsur Delik
Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: a. dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.
a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis
Unsur-Unsur yang ada dalam tindak pidana yaitu melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Beberapa contoh, diambilkan dari batasan tindak pidana oleh teoritis yang telah dibicarakan di muka, yakni Moeljatno, R.Tresna, dan Vos.
Menurut Moejatno, unsur tindak pidana ialah:
1) Perbuatan
2) Yang dilarang (oleh aturan hukum)
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)
Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu , tapi tidak di pisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Pengertian diancam merupakan pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inconcerto orang yang melakukan perbuatanitu dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari pengertian perbuatan pidana. Dari rumusan R. Tresna di muka, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni: 1) Perbuatan/rangkaian perbuaatan (manusia)
2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undagan
3) Diadakan tindakan penghukuman.
Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan penghukuman, terdapat pengertin bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti oleh penghukuman (pemidanaan), berbeda dengan Moejatno, karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang selalu diikuti dengan pidana, namun dalam unsur-unsur itu tidak terdapat kesan perihal syarat-syarat (subjektif) yang melekat pada orangnya untuk dapat dijatuhkan pidana.
Menurut batasan yang dibuat oleh Vos, maka unsur-unsur tindak pidana, yakni: 1) Kelakuan manusia
2) Diancam dengan pidana
3) Dalam peraturan perundang-undangan
Dapat dilihat bahwa pada unsure-unsur dari tiga batasan penganut paham dualisme tersebut, tidak ada perbedaan, yakni bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam pidana bagi yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidannya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.
b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang
Buku 11 KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku 111 memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan. Yakni mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351 (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan sering kali juga tidak dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yakni:
1) Unsur tingkah laku
2) Unsur melawan hukum
3) Unsur kesalahan
4) Unsur akibat konstitutif
5) Unsur keadaan yang menyertai
6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
9) Unsur objek hukum tindak pidana
10) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
11) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
Dari 11 unsur itu, dianataranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah, juga pada pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara melawan hukum adalah berupa melawan hukum objektif. Akan tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing, 368), pengancaman (afdereiging, 369 di mana disebutkan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaann yaitu merupakan celaan masyarakat. Sedangkan menurut rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui ada dua unsur delik yaitu:
1) Unsur perbuatan (unsur obyektif), yaitu
a) Mencocokan rumusan delik
b) Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
2) Unsur pembuat (unsur subyektif), yaitu:
a) Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);
b) Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada alasan pemaaf).
Terhadap perbuatan Delik dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk kepada suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela, tetapi dianggapnya sebagai perbuatan Delik karena ditentukan oleh undang-undang.
C. Jenis-jenis Delik
1. Delik Kejahatan adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP. Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan.
2. Delik Materil adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan akibatnya. Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang.
3. Delik Komisionis adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana. Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan
4. Delik dolus (sengaja) adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas.
5. Delik Biasa adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap tangan. Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.
6. Delik dikualivisir adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP).
7. Delik Selesai adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi. Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung selesai, tidak berlangsung terus menerus.
8. Delik Communa adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan
9. Delik Mandiri adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
10. Delik tunggal adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai).
D. Asas – asas Delik
Adapun asas yang diatur dalam KUHP sebagai berikut :
1. Asas menurut waktu.
Dalam pasal 1 KUHP ada tiga asas yang dianut antara lain :
a. Asas bahwa hukum pidana hanya bersumber pada undang-undang atau hukum tertulis.
b. Asas bahwa undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
c. Asas bahwa hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi.
2. Asas Menurut Tempat
Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat bermanfaat dan berguna untuk mengetahui sampai dimanakah berlakunya UU hukum pidana dalam suatu Negara, apakah terhadap seseorang berlaku KUHP atau hukum asing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Hukum pidana adalah aturan/kaedah/norma- norma yang belaku dalam suatu Negara. Sedangkan Delik atau tindak pidana adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: pertama dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat ahli hukum, yang tercermin dalam bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada. Jenis-jenis delik terbagi menjadi 10 diantaranya yaitu : delik tentang kejahatan, adapun asas yang diatur dalam KUHP yaitu asas menurut waktu dan tempat.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com. Delik ( Tindak Pidana)
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, 2008, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. , Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia. 1997, Citra Aditya : Jakarta.
Drs. Adami Chazawi, S.H , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3. 2002, PT Raja Grafindo : Jakarta.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2008, PT Bumi Aksara : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar