KRIMINOLOGI
A. Definisi Kriminologi
Secara Etimologis, kriminologi ( criminology ) berasal dari kata crime ( kejahatan) dan logos (ilmu). Dengan demikian, Kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Adapun pengertian Kriminologi menurut Para Ahli yaitu :
1. W.A Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.
2. E.H. Sutherland
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
3. Wood
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.
4. Noach
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.
5. Walter Reckless
Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana.
6. Mr. Paul Moedigdo
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia. Berbagai ilmu disini menunjukkan kriminologi belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri”.
B. Istilah-istilah ( Penamaan) Kriminologi
Belanda =
Perancis =
Inggris = Criminology
Jerman = Kriminologie
C. Tujuan Kriminologi
1. Memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.
2. Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik segi si pelaku,korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.
3. Mempelajari kejahatan,sehingga menjadi misi kriminologi adalah :
a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya merupakan bahan penelitian para kriminolog;
b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukannya kejahatan.
4. Menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi perencanaan pembangunan social pada era pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang.
D. Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Adapun ilmu bantu dalam Kriminologi meliputi:
a. Ilmu Filsafat
Filsafat yang mempersoalkan hakekat manusia sebagai makhluk yang tidak sejajar dengan makhluk lain disebut ''Antropologi Filsafat''. Antropologi Filsafat yang menentukan manusia berbeda dengan hewan. Karena itu,hewan tidak pernah akan bertindak jahat karena untuk menentukan sesuatu yang jahat,harus ada norma serta harus ada kesadaran. Hewan tidak bernorma dan tidak berkesadaran sehingga pasal-pasal KUHP tidak diberlakukan.
b. Sosiologi Kriminal
Sosiolohi kriminal mempelajari faktor sosial yang menyebabkan timbulnya serta reaksi masyarakat dan akibat kejahatan .keadaan sosial dan ekonomi yang buruk menimbulkan kejahatan. ilmu ini berkembang dalam kriminologi sehingga melahirkan madzab lingkungan yang dirintis oleh Perancis.
c. Antropologi Kriminal
Ilmu ini menginstrodusir sebab-sebab kejahatan karena kelaian anatomis yang dibawah sejak lahir. Dengan demikian penjahat adalah salah satu jenis homosapieus yang dapat ditentukan secara anatomis ilmu ini meneliti sebab-sebab kejahatan terletak pada tengkorak, tengkorak yang abnormal melakukan perbuatan jahat dan melahirkan madzab autropologi.
d. Psychologi Kriminal
Ilmu ini meneliti sebab kejahatan terletak pada penyimpanan kejiwaan, meneliti relasi watak,penyakit (jiwa) dengan bentuk kejahatan, serta situasi Psikologis yang mempengaruhi tindakan jahat juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang terlibat dalam persidangan (jaksa,hakim,panitera,terdakwa).
e. Paenologi
Paenologi membahas timbulnya dan pertumbuhan hukum, arti hukuman serta faedah hukuman.
f. Neuro Pathologi Kriminal
Ilmu ini meneliti penyimpangan syaraf terhadap timbulnya kejahatan. Ahli yang bergerak dibidang ini berpendapat ketidak beresan susunan urat syaraf mendorong seseorang untuk berbuat jahat.
E. Ruang Lingkup Kriminologi
Pemahaman mengenai ruang lingkup khususnya tentang luasnya masalah yang menjadi sasaran perhatian kriminologi dapat bertolak dari beberapa definisi serta perumusan mengenai bidang cakupan kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah kriminolog yang diakui mempunyai pengaruh besar terhadap bidang pengetahuan ilmiah ini.
Menurut Walter C. Reckless dalam bukunya The Crime Problem mengemukakan 10 ruang lingkup atau wilayah yang merupakan bidang kerja kriminologi;
1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-badan resmi dan bagaiman pulakah tindakan yang dilakukan menanggapi laporan itu;
2. Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana dalam hubungannya dengan ekonomi, politik, serta tanggapan masyarakatnya;
3. Kriminologi membahas secara khusus keadaan penjahat ,membandingkan dengan yang bukan penjahat mengenai : sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan atau jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, phisik, kesehatan jasmani,rohani dan sebagainya;
4. Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungkan dengan jumlah kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari kejahatan yang terjadi misalnya penyelundupan di daerah pelabuhan atau korupsi di lingkungan pejabat;
5. Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai factor-faktor penyebab kejahatan untuk menuangkannya dalam bentuk ajaran dan teori;
6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan menunjukkan kelainan daripada yang sering berlaku, organized crime, white-collar crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, termasuk pembajakan pesawat, pencucian uang dan pembobolan ATM;
7. Kriminologi mempelajari hal-hal yng sangat erat hubungannya dengan kejahatan, misalnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, Vagrancy atau gelandangan dan pengemis;
8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak hukumnya sudah efektif;
9. Kriminologi mempelajari kemanfaatan lembaga-lembaga yang digunakan untuk menangkap, menahan, dan menghukum;
10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.
F. Perkembangan Kriminologi
1. Pra Kriminologi
Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX dimulai pada tahun 1830 adalah Adolpen dari kota Quetelet Perancis sebagai pelopornya jdi bersamaan dengan dimulainya sosiologi, namun apabila diurut ke belakang sebagaimana pada umumnya pengetahuan dan ilmu yang lain sudah dimulai pada Jaman Kuno meski kajiannya tidak dapat atau hampir tidak dapat dikatakan sebagai kriminologi.
Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republik mengatakan bahwa emas, merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan.
Aritoteles (384-322 SM) murid Plato dalam bukunya Politiek mengemukakan pendapatnya tentang hubungan antara kejahatan dengan masyarakat, bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan.
2. Kriminologi
Pada abad XIX sosiologi criminal ( kriminologi) timbul akibat dari berkembangnya sosiologi dan statistic criminal. Sehingga studi mengenai tindak pidana dan pelaku pidana pidana sudah mulai sungguh-sungguh dipelajari.
3. Perkembangan Kriminologi pada Era Global
Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi pada segala aspek kehidupan, misalnya ekonomi, social budaya,politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan sebagainya, sebagai dampak kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan informatika modern yang luar biasa. Globalisasi yang ditandai oleh informasi menuntut nilai-nilai dan norma baru dalam kehidupan nasional dan antar bangsa.
Kriminologi sebagai suatu ilmu pada era global memperluas cakrawala keilmuan dengan mengkaji berbagai kejahaatan modern yang menuntut penanggukangannya secara modern pula. Ketentuan hukum yang sesuai dan berlaku serta penegakan hukum atas terjadinya kejahatan menjadi sorotan pula sebagai bahan kajian kriminologi.
Penjelasan kriminologi era globalisasi memerlukan pendekatan baru yang berbeda dengan pendekatan di masa lampau; perkembangan kejahatan money laundering, terorisme,insider trading ( kejahatan ekonomi oleh orang dalam ), penyuapan terhadap pejabat publik asing oleh pihak swasta, kejahatan lingkungan dan global, dan masih banyak lagi jenis kejahatan baru pada abad XXI, tidak mungkin lagi dapat dianalisis dari segi pendekatan teori klasik maupun liberal. Penjelasan jenis kejahatan baru tersebut hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologi ekonomi makro yang mengakui bahwa kejahatan tipe baru terkait dengan perkembangan ekonomi global.
G. Aliran Kriminologi
1. Kriminologi Klasik
Aliran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.
Kunci kemajuan menurut pemikiran ini adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri bak sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat.Di dalam kerangka pemikiran ini, lazimnya kejahatan dan penjahat dilihat semata-mata dari batasan undang-undang.
2. Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik bertolak dari pandangan yang sama dengan Aliran Klasik, sehingga tidak menyimpang dari konsepsi umum tentang manusia yang berlaku pada waktu itu di Eropa,bahwa manusia bebas untuk memilih untuk berbuat kejahatan maupun berbuat baik, menghasilkan pengecualian tertentu, yakni :
1. Anak di bawah umur 7 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kejahatan karena belum sanggup mengartikan pengertian perbedaan yang benar dengan yang salah;
2. Penyakit mental tertentu dapat melemahkan tanggung jawab.
Aliran Neo Klasik tidak mengekui kriminologi sebagai ilmu, walaupun demikian, aliran ini berjasa di bidang kriminologi, pertama; pengecualian mereka terhadap prinsip bebas bertidak, termasuk salah satu sebab walaupun cara pandang aliran ini tidak berdasarkan ilmu,ke dua; banyak di antara undang-undang pidana dan kebijakan modern didasarkan pada prinsip yang klasik modern.
Ciri-ciri Aliran Neo Klasik adalah:
1. Adanya dokrin kehendak bebas;
2. Pengakuan dari sahnya keadaan yang memperlunak;
3. Perubahan dokrin tanggung jawab sempurnah untuk memungkinkan pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja;
4. Dimasukkannya kesaksian dan atau keterangan ahli dalam acara peradilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab.
3. Aliran Positivisme
Aliran ini menghasilkan 2 pandangan yang berbeda yaitu
1. Determinis biologic adalah organisasi social berkembang sebagai hasil individu dan perilakunnya dipahami dan diterima sebagai pencermanan umum dari warisan biologic.
2. Determinis cultural menganggap bahwa perlaku manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio cultural yang melengkapinya.
Positivis menolak penjelasan yang berorietasi pada nilai, dan mengarahkan pada aspek yang dapat diukur dari pokok persoalannya dalam usaha mencari sebab-akibat.
Tugas kriminologi adalah menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi lmiah terhadap ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, social,dan cultural. Aliran ini dipelopori oleh Cesare Lombrosa(1835-1909) yang dikenal dengan biologi criminal yang menyebutkan bahwa factor penyebab kejahatan yaitu factor alami dan sebagian karena pengaruh lingkungan.
4. Aliran Kritis
- Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama ditentukan ole bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan.
- Tugas kriminologi kritis adalah menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.
- Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan interaksionis dan konflik.
- Pedekatan interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu didefisinikan sebagai criminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang bersangkuutan.
- Pendekatan kriminologi konflik mengatakan bahwa orang berbeda karena memilki perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hokum dan mengasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang terlibat kelompok kumpulannya.
5. Aliran Social Defence ( Pembelaan Masyarakat )
Aliran ini mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi kriminologi. Pergeseran nilai-nilai diawali dari studi kriminologi yang menitik beratkan pada aspek moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat abstrak, dilanjutkan pada pandangan terhadap pentingnya unsurnya individu dan peranan factor kepribadian serta lingkungan dalam membentuk seseorang sebagai manusia penjahat, dan akhirnya terjadi perubahan tentang sikap dan pandangan yang kurang menghargai penemuan-penemuan ilmiah dan menggantikannya dengan pandangan yang lebih bersifat praktis pragmatis dalam menghadapi penjahat. Meskipun demikian, aliran social defence tetap masih menghargai nilai-nilai moral pada kehidupan bermasyarakat dalam arti bahwa perlakuan terhadap kejahatan tidak lagi sebagai obyek sarana peradilan pidana namun diperlakukan sebagai manusia dengan integritas kemanusiaannya.
H. Teori-Teori Kriminologi
1. Teori Asosiasi Diferensial ( Differential Association Theory )
Dalam teori ini dijelaskan bahwa pola-pola delinquency dan kejahatan dipelajari dengan cara yang serupa seperti setiap jabatan atau akupasi, terutama melalui jalan imitation atau peniruan dan association atau pergaulan dengan yang lain. Berarti kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat dan ini terus berlangsung.
2. Teori Tegang atau Teori Anomi ( Strain Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa di bawah kondisi social tertentu, norma-norma sosial tradisional dan berbagai peraturan, kehilangan otoritasnya atas perilaku. Dilandasi era depresi besar yang melanda Eropa tahun 1930 sehingga terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat, misalnya tradisi yang telah kehilangan dan telah terjadi a condition of deregulation di dalam masyarakat. Keadaan demikianlah yang dinamakan ‘’anomi’’ atau keadaan ( masyarakat) tanpa norma, artinya hancurnya keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai.
3. Teori Kontrol Sosial ( Social Control Theory )
Penjelasan dalam teori ini menyatakan bahwa individu dimasyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya menjadi baik atau menjadi jahat. Berperilaku baik ataupun berperilaku jahatnya seseorang, sepenuhnya bergantung pada masyarakat lingkungannya. Ia menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian.
4. Teori Sub-Budaya ( Sub-Culture Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan perilaku delinquent di daerah kumuh menggambarkan bahwa frustasi pada anak kelas bawah dan menegaskan sebagai perjuangan antar kelas, hal itu terjadi ketika anak-anak kelas bawah secara bersungguh-sungguh berjuang memiliki symbol material untuk kesejahteraan.
Sub-budaya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk, yakni :
1. Criminal Subculture; bentuk-bentuk perilaku gang yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan uang atau harta benda;
2. Conflik subculture; bentuk gang yang berusaha mencari status dengan menggunakan kekerasan;
3. Retreatist subculture; bentuk gang dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika atau sejenisnya.
5. Teori – teori Sendiri ( The Self-Theories )
Teori ini menjalaskan bahwa teori-teori sendiri tentang kriminalitas menitikberatkan pada interprestasi atau penafsiran individu yang bersangkutan. L. Edward Wells (1978) berspekulasi bahwa perilaku adalah suatu usaha oleh seorang individu untuk mengkonstruksi, menguji nengesahkan dan menyatakan apa tentang dirinya. L Edward wells memandang banyak bentuk kesulitan emosional dan penyimpangan perilaku sebagai sesuatu yang muncul dari ketidaklayakan yang dihipotesiskan agar terjadi di antara bayangan sendiri dan pelbagai permintaan atau keinginan pribadi seperti aspirasi dan harapan-harapan. Perilaku dan bayangan sendiri berkaitan paling sedikit dalam 2 (dua) cara ;
1. Perilaku dapat berupa ekspresi konsep diri snediri. Oleh sebab itu apabila seseorang memiliki opini rendah tentang dirinya biasanya direfleksikan atau dicerminkan ke dalam susunan luas perilaku negative termasuk juga depresi ke dalamnya misalnya penyalahgunaan alcohol dan kriminalitas;
2. Perilaku dapat juga mendukung atau menahan self consept atau konsep diri sendiri.
6. Teori Psikoanalisis ( Psycho-Analitic )
Sigmund Freud sebagai penemu psikoanalisis berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari an overactive conscience yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Sigmund Freud menyebut bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan bersalah mereka akan mereda. Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani, atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurnah sehingga ego-nya ( yang berperan sebagai suatu penegah antara superego dan id ) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan id ( bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi).
7. Teknik-teknik Netralisasi atau Teori Netralisasi ( The Techneques of Netralization)
Teori ini menjelaskan bahwa aktivitas menusia selalu dikendalikan oleh pikirannya,di sini mencerminkan adanya suatu pendapat bahwa kebanyakan orang dalam berbuat sesuatu dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Di masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan masyarakat, dan menggunakan jalan layak untuk mencapai hal tersebut.
8. Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory )
Sosial Learning Theory berinduk pada psikhologi, dengan tokohnya; Petrovich Pavlov, John B. waston, B.F. Skinner, belakangan Albert Bandura ( sebagai tokoh utamanya) yang mengembangkan teori pembelajaran social ini dikaitkan dengan juvenile delinquency.
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar, pengalaman kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat.
9. Teori Kesempatan ( Opportunity Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan kehidupan, struktur ekonomi dan pilihan pelaku yang mereka perbuat selanjutnya.
Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan norma.
10. Teori Rangsangan Patologis ( Pathological Stimulation Seeking )
Teori ini menjelaskan bahwa;
1. Kriminal dilakukan dengan sistem urat syaraf yang hiporeaktif dan otak yang kurang member respon, keadaan demikian tidak terjadi dalm vacuum melainkn berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal tertentu di mana individu hidup dalam pergaulannya;
2. Anak-anak pra delinquent cenderung membiasakan diri terhadap hukuman yang diterimanya dan rangsangan ini dengan mudah menambah frustrasi dikalangan orang tua;
3. Interaksi orang berhadapan dengan keadaanmeliputi hipotesis;
a. Respon parental yang negative dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari stimulasi atau rangsangan si anak merupakan daya etiologis dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya;
b. Abnormalitas psikis si anak akan menyulitkan baginya mengantisipaso konsekuensi yang menyakitkan atas tindakannya.
11. Teori Interaksionis ( Interactionist Theory )
Teori ini mempelajari proses interaksi soasial dan konsekuensinya terhadap masyarakat. Teori ini menjelaskan suatu perilaku sosial berarti menjelaskan meaning (makna) perilaku tertentu yang dilakukan dengan cara tertentu pula, baik yang bertalian dengan orang yang melakukan tindakan itu maupun bagi mereka yang menyaksikan tindakan itu. Dengan demikian maka pokok persoalan itu, bagaimana menjelaskan dengan sebaik mungkin perilaku sosial manusia.
12. Teori Pilihan Rasional ( Rational Choice Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa;
1. Teori pilihan rasioanal menitikberatkan pada pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada hukum berlawanan dengan perilaku melanggar hukum.
2. Akibat pidana yang dialami seseorang merupakan fungsi, pilihan-pilihan langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relative oleh pelaku tindak pidana bagi peluang-peluang yang ada padanya.
3. Teori pilihan rasional dengan demikian berpendapat bahwa individu menimbang dari berbagai kemungkinan , kemudian memilih pemecahan yang optimal yang dapat dilakukan;
4. Terdaoat kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan oleh manusia yang menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang diambil kadang kala tidak rasional dan bersifat non ekonomis serta bersifat subyektif;
5. Meningkatnya pendapatan atau peluang yang lebih meluas harus berkurang, tidak saja sebagai insentif bagi ilegalitas dan perilaku menyimpang, melainkan pula bagi perilaku criminal yang sebenarnya seperti pada berbagai pola kejahatan konvensional, menurut perspektif pilihan rasional.
6. Teori pilihan rasional member penjelasan yang bermanfaat dalam mempelajari kriminalitas
7. Teori pilihan rasional kurang mampu mempertanggungjawabkan mengenai perilaku criminal untuk waktu yang relatife lama.
13. Teori – teori Perspektif Baru
Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan secara tradisional karena melihat pada sifta-sifat pelaku atau kepada social. Teori ini tidak hanya mempertanyaakan penjelasan tradisional tentang pembuatan dan penegakkan hukum pidana, namun juga mempersalahkan hukum itu dalam menghasilkan penjahat-penjahat, dan teori ini juga mempertanyakan tentang siapa yang membuat hukum-hukum itu dan mengapa.
14. Teori Pemberian Nama ( Labeling Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian label oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. Berdasarkan perspektif teori ini, pelanggar hukum tidak dapat dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecuali bagi adanya pemberian label terhadap mereka yang ditentukan demikian. Oleh sebab itu, kriminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat konvensional.
15. Teori-teori Konflik (Conflik Theories)
Konsep dari teori ini adalah power ( kekuasaan ). Struggle ( pertarungan ) untuk kekuasaan merupakan suatu gambaran dasar eksitensi manusia. Dalam arti pertarungan kekuasaan itulah bahwa berbagai kelompok kepentingan berusaha mengontrol perbuatan dan penegakan hukum. Untuk memahami pendekatan teori konflik ini, perlu secara singkat memandang bahwa kejahatan dan peradilan pidana sebagai sesuatu yang lahir dari communal consensus ( consensus masyarakat).
16. Teori Pemberian Malu Reintegratif atau Teori Pembangkit Rasa Malu ( Reintregrative Shaming Theory)
Konsep-konsep dasar dari teori ini adalah ;
1. Interdependency atau saling ketergantungan bersifat individual,mencakup keikutsertaan warga masyarakat dalam suatu jaringan social dimana di dalamnya mereka merasa bergantung pada warga masyarakat lain untuk mencapai tujuan akhir dan warga masyarakat yang lainpun bergantung padanya.
2. Communitarianism, bersifat kemasyarakatan, artinya di dalam masyarakat yang demikian warga terikat kuat dalam suatu hubungan saling ketergantungan yang dicirikan adanya perasaan saling mempercayai dan saling membantu.
3. Shaming ( rasa malu ) adalah semua proses social tentang pernyataan sikap pencelaan yang mengekibatkan timbulnya penyesalan paling dalam bagi seseorang yang di permalukan atau pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari hal itu.
4. Stigmatization atau Stigmatisasi adalah wujud dari disintegrative shaming atau pemberian malu yang disintegrative, adalah menstigmatisasi dan meniadakan, jadi menciptakan suatu class of outcast (kelas orang-orang terusir/terbuang).
5. Reintegrative atau mengintegrasikan.
17. Krimonologi Kritis ( Radicai ( Critical) Criminology )
Ian Tailor, Paul Walton, dan Jack Young-kriminolog Marxis dari Inggris menyatakan bahwa kelas bawah ( kekuatan buruh dari masyarakat industri) yang dikontrol melalui hukum pidana dan para penegaknya, sementara pemilik buruh-buruh itu hanya terikat oleh hukum perdata yang mengatur persaingan antar mereka. Institusi ekonomi kemudian merupakan sumber dari konflik , pertarungan antar kelas selalu berhubungan dengan distribusi sumber daya kekuasaan, dan hanya apabila kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.
A. Definisi Kriminologi
Secara Etimologis, kriminologi ( criminology ) berasal dari kata crime ( kejahatan) dan logos (ilmu). Dengan demikian, Kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Adapun pengertian Kriminologi menurut Para Ahli yaitu :
1. W.A Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.
2. E.H. Sutherland
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
3. Wood
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.
4. Noach
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.
5. Walter Reckless
Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana.
6. Mr. Paul Moedigdo
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia. Berbagai ilmu disini menunjukkan kriminologi belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri”.
B. Istilah-istilah ( Penamaan) Kriminologi
Belanda =
Perancis =
Inggris = Criminology
Jerman = Kriminologie
C. Tujuan Kriminologi
1. Memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.
2. Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik segi si pelaku,korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.
3. Mempelajari kejahatan,sehingga menjadi misi kriminologi adalah :
a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya merupakan bahan penelitian para kriminolog;
b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukannya kejahatan.
4. Menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi perencanaan pembangunan social pada era pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang.
D. Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Adapun ilmu bantu dalam Kriminologi meliputi:
a. Ilmu Filsafat
Filsafat yang mempersoalkan hakekat manusia sebagai makhluk yang tidak sejajar dengan makhluk lain disebut ''Antropologi Filsafat''. Antropologi Filsafat yang menentukan manusia berbeda dengan hewan. Karena itu,hewan tidak pernah akan bertindak jahat karena untuk menentukan sesuatu yang jahat,harus ada norma serta harus ada kesadaran. Hewan tidak bernorma dan tidak berkesadaran sehingga pasal-pasal KUHP tidak diberlakukan.
b. Sosiologi Kriminal
Sosiolohi kriminal mempelajari faktor sosial yang menyebabkan timbulnya serta reaksi masyarakat dan akibat kejahatan .keadaan sosial dan ekonomi yang buruk menimbulkan kejahatan. ilmu ini berkembang dalam kriminologi sehingga melahirkan madzab lingkungan yang dirintis oleh Perancis.
c. Antropologi Kriminal
Ilmu ini menginstrodusir sebab-sebab kejahatan karena kelaian anatomis yang dibawah sejak lahir. Dengan demikian penjahat adalah salah satu jenis homosapieus yang dapat ditentukan secara anatomis ilmu ini meneliti sebab-sebab kejahatan terletak pada tengkorak, tengkorak yang abnormal melakukan perbuatan jahat dan melahirkan madzab autropologi.
d. Psychologi Kriminal
Ilmu ini meneliti sebab kejahatan terletak pada penyimpanan kejiwaan, meneliti relasi watak,penyakit (jiwa) dengan bentuk kejahatan, serta situasi Psikologis yang mempengaruhi tindakan jahat juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang terlibat dalam persidangan (jaksa,hakim,panitera,terdakwa).
e. Paenologi
Paenologi membahas timbulnya dan pertumbuhan hukum, arti hukuman serta faedah hukuman.
f. Neuro Pathologi Kriminal
Ilmu ini meneliti penyimpangan syaraf terhadap timbulnya kejahatan. Ahli yang bergerak dibidang ini berpendapat ketidak beresan susunan urat syaraf mendorong seseorang untuk berbuat jahat.
E. Ruang Lingkup Kriminologi
Pemahaman mengenai ruang lingkup khususnya tentang luasnya masalah yang menjadi sasaran perhatian kriminologi dapat bertolak dari beberapa definisi serta perumusan mengenai bidang cakupan kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah kriminolog yang diakui mempunyai pengaruh besar terhadap bidang pengetahuan ilmiah ini.
Menurut Walter C. Reckless dalam bukunya The Crime Problem mengemukakan 10 ruang lingkup atau wilayah yang merupakan bidang kerja kriminologi;
1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-badan resmi dan bagaiman pulakah tindakan yang dilakukan menanggapi laporan itu;
2. Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana dalam hubungannya dengan ekonomi, politik, serta tanggapan masyarakatnya;
3. Kriminologi membahas secara khusus keadaan penjahat ,membandingkan dengan yang bukan penjahat mengenai : sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan atau jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, phisik, kesehatan jasmani,rohani dan sebagainya;
4. Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungkan dengan jumlah kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari kejahatan yang terjadi misalnya penyelundupan di daerah pelabuhan atau korupsi di lingkungan pejabat;
5. Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai factor-faktor penyebab kejahatan untuk menuangkannya dalam bentuk ajaran dan teori;
6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan menunjukkan kelainan daripada yang sering berlaku, organized crime, white-collar crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, termasuk pembajakan pesawat, pencucian uang dan pembobolan ATM;
7. Kriminologi mempelajari hal-hal yng sangat erat hubungannya dengan kejahatan, misalnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, Vagrancy atau gelandangan dan pengemis;
8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak hukumnya sudah efektif;
9. Kriminologi mempelajari kemanfaatan lembaga-lembaga yang digunakan untuk menangkap, menahan, dan menghukum;
10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.
F. Perkembangan Kriminologi
1. Pra Kriminologi
Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX dimulai pada tahun 1830 adalah Adolpen dari kota Quetelet Perancis sebagai pelopornya jdi bersamaan dengan dimulainya sosiologi, namun apabila diurut ke belakang sebagaimana pada umumnya pengetahuan dan ilmu yang lain sudah dimulai pada Jaman Kuno meski kajiannya tidak dapat atau hampir tidak dapat dikatakan sebagai kriminologi.
Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republik mengatakan bahwa emas, merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan.
Aritoteles (384-322 SM) murid Plato dalam bukunya Politiek mengemukakan pendapatnya tentang hubungan antara kejahatan dengan masyarakat, bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan.
2. Kriminologi
Pada abad XIX sosiologi criminal ( kriminologi) timbul akibat dari berkembangnya sosiologi dan statistic criminal. Sehingga studi mengenai tindak pidana dan pelaku pidana pidana sudah mulai sungguh-sungguh dipelajari.
3. Perkembangan Kriminologi pada Era Global
Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi pada segala aspek kehidupan, misalnya ekonomi, social budaya,politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan sebagainya, sebagai dampak kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan informatika modern yang luar biasa. Globalisasi yang ditandai oleh informasi menuntut nilai-nilai dan norma baru dalam kehidupan nasional dan antar bangsa.
Kriminologi sebagai suatu ilmu pada era global memperluas cakrawala keilmuan dengan mengkaji berbagai kejahaatan modern yang menuntut penanggukangannya secara modern pula. Ketentuan hukum yang sesuai dan berlaku serta penegakan hukum atas terjadinya kejahatan menjadi sorotan pula sebagai bahan kajian kriminologi.
Penjelasan kriminologi era globalisasi memerlukan pendekatan baru yang berbeda dengan pendekatan di masa lampau; perkembangan kejahatan money laundering, terorisme,insider trading ( kejahatan ekonomi oleh orang dalam ), penyuapan terhadap pejabat publik asing oleh pihak swasta, kejahatan lingkungan dan global, dan masih banyak lagi jenis kejahatan baru pada abad XXI, tidak mungkin lagi dapat dianalisis dari segi pendekatan teori klasik maupun liberal. Penjelasan jenis kejahatan baru tersebut hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologi ekonomi makro yang mengakui bahwa kejahatan tipe baru terkait dengan perkembangan ekonomi global.
G. Aliran Kriminologi
1. Kriminologi Klasik
Aliran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.
Kunci kemajuan menurut pemikiran ini adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri bak sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat.Di dalam kerangka pemikiran ini, lazimnya kejahatan dan penjahat dilihat semata-mata dari batasan undang-undang.
2. Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik bertolak dari pandangan yang sama dengan Aliran Klasik, sehingga tidak menyimpang dari konsepsi umum tentang manusia yang berlaku pada waktu itu di Eropa,bahwa manusia bebas untuk memilih untuk berbuat kejahatan maupun berbuat baik, menghasilkan pengecualian tertentu, yakni :
1. Anak di bawah umur 7 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kejahatan karena belum sanggup mengartikan pengertian perbedaan yang benar dengan yang salah;
2. Penyakit mental tertentu dapat melemahkan tanggung jawab.
Aliran Neo Klasik tidak mengekui kriminologi sebagai ilmu, walaupun demikian, aliran ini berjasa di bidang kriminologi, pertama; pengecualian mereka terhadap prinsip bebas bertidak, termasuk salah satu sebab walaupun cara pandang aliran ini tidak berdasarkan ilmu,ke dua; banyak di antara undang-undang pidana dan kebijakan modern didasarkan pada prinsip yang klasik modern.
Ciri-ciri Aliran Neo Klasik adalah:
1. Adanya dokrin kehendak bebas;
2. Pengakuan dari sahnya keadaan yang memperlunak;
3. Perubahan dokrin tanggung jawab sempurnah untuk memungkinkan pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja;
4. Dimasukkannya kesaksian dan atau keterangan ahli dalam acara peradilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab.
3. Aliran Positivisme
Aliran ini menghasilkan 2 pandangan yang berbeda yaitu
1. Determinis biologic adalah organisasi social berkembang sebagai hasil individu dan perilakunnya dipahami dan diterima sebagai pencermanan umum dari warisan biologic.
2. Determinis cultural menganggap bahwa perlaku manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio cultural yang melengkapinya.
Positivis menolak penjelasan yang berorietasi pada nilai, dan mengarahkan pada aspek yang dapat diukur dari pokok persoalannya dalam usaha mencari sebab-akibat.
Tugas kriminologi adalah menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi lmiah terhadap ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, social,dan cultural. Aliran ini dipelopori oleh Cesare Lombrosa(1835-1909) yang dikenal dengan biologi criminal yang menyebutkan bahwa factor penyebab kejahatan yaitu factor alami dan sebagian karena pengaruh lingkungan.
4. Aliran Kritis
- Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama ditentukan ole bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan.
- Tugas kriminologi kritis adalah menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.
- Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan interaksionis dan konflik.
- Pedekatan interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu didefisinikan sebagai criminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang bersangkuutan.
- Pendekatan kriminologi konflik mengatakan bahwa orang berbeda karena memilki perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hokum dan mengasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang terlibat kelompok kumpulannya.
5. Aliran Social Defence ( Pembelaan Masyarakat )
Aliran ini mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi kriminologi. Pergeseran nilai-nilai diawali dari studi kriminologi yang menitik beratkan pada aspek moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat abstrak, dilanjutkan pada pandangan terhadap pentingnya unsurnya individu dan peranan factor kepribadian serta lingkungan dalam membentuk seseorang sebagai manusia penjahat, dan akhirnya terjadi perubahan tentang sikap dan pandangan yang kurang menghargai penemuan-penemuan ilmiah dan menggantikannya dengan pandangan yang lebih bersifat praktis pragmatis dalam menghadapi penjahat. Meskipun demikian, aliran social defence tetap masih menghargai nilai-nilai moral pada kehidupan bermasyarakat dalam arti bahwa perlakuan terhadap kejahatan tidak lagi sebagai obyek sarana peradilan pidana namun diperlakukan sebagai manusia dengan integritas kemanusiaannya.
H. Teori-Teori Kriminologi
1. Teori Asosiasi Diferensial ( Differential Association Theory )
Dalam teori ini dijelaskan bahwa pola-pola delinquency dan kejahatan dipelajari dengan cara yang serupa seperti setiap jabatan atau akupasi, terutama melalui jalan imitation atau peniruan dan association atau pergaulan dengan yang lain. Berarti kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat dan ini terus berlangsung.
2. Teori Tegang atau Teori Anomi ( Strain Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa di bawah kondisi social tertentu, norma-norma sosial tradisional dan berbagai peraturan, kehilangan otoritasnya atas perilaku. Dilandasi era depresi besar yang melanda Eropa tahun 1930 sehingga terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat, misalnya tradisi yang telah kehilangan dan telah terjadi a condition of deregulation di dalam masyarakat. Keadaan demikianlah yang dinamakan ‘’anomi’’ atau keadaan ( masyarakat) tanpa norma, artinya hancurnya keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai.
3. Teori Kontrol Sosial ( Social Control Theory )
Penjelasan dalam teori ini menyatakan bahwa individu dimasyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya menjadi baik atau menjadi jahat. Berperilaku baik ataupun berperilaku jahatnya seseorang, sepenuhnya bergantung pada masyarakat lingkungannya. Ia menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian.
4. Teori Sub-Budaya ( Sub-Culture Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan perilaku delinquent di daerah kumuh menggambarkan bahwa frustasi pada anak kelas bawah dan menegaskan sebagai perjuangan antar kelas, hal itu terjadi ketika anak-anak kelas bawah secara bersungguh-sungguh berjuang memiliki symbol material untuk kesejahteraan.
Sub-budaya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk, yakni :
1. Criminal Subculture; bentuk-bentuk perilaku gang yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan uang atau harta benda;
2. Conflik subculture; bentuk gang yang berusaha mencari status dengan menggunakan kekerasan;
3. Retreatist subculture; bentuk gang dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika atau sejenisnya.
5. Teori – teori Sendiri ( The Self-Theories )
Teori ini menjalaskan bahwa teori-teori sendiri tentang kriminalitas menitikberatkan pada interprestasi atau penafsiran individu yang bersangkutan. L. Edward Wells (1978) berspekulasi bahwa perilaku adalah suatu usaha oleh seorang individu untuk mengkonstruksi, menguji nengesahkan dan menyatakan apa tentang dirinya. L Edward wells memandang banyak bentuk kesulitan emosional dan penyimpangan perilaku sebagai sesuatu yang muncul dari ketidaklayakan yang dihipotesiskan agar terjadi di antara bayangan sendiri dan pelbagai permintaan atau keinginan pribadi seperti aspirasi dan harapan-harapan. Perilaku dan bayangan sendiri berkaitan paling sedikit dalam 2 (dua) cara ;
1. Perilaku dapat berupa ekspresi konsep diri snediri. Oleh sebab itu apabila seseorang memiliki opini rendah tentang dirinya biasanya direfleksikan atau dicerminkan ke dalam susunan luas perilaku negative termasuk juga depresi ke dalamnya misalnya penyalahgunaan alcohol dan kriminalitas;
2. Perilaku dapat juga mendukung atau menahan self consept atau konsep diri sendiri.
6. Teori Psikoanalisis ( Psycho-Analitic )
Sigmund Freud sebagai penemu psikoanalisis berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari an overactive conscience yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Sigmund Freud menyebut bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan bersalah mereka akan mereda. Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani, atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurnah sehingga ego-nya ( yang berperan sebagai suatu penegah antara superego dan id ) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan id ( bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi).
7. Teknik-teknik Netralisasi atau Teori Netralisasi ( The Techneques of Netralization)
Teori ini menjelaskan bahwa aktivitas menusia selalu dikendalikan oleh pikirannya,di sini mencerminkan adanya suatu pendapat bahwa kebanyakan orang dalam berbuat sesuatu dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Di masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan masyarakat, dan menggunakan jalan layak untuk mencapai hal tersebut.
8. Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory )
Sosial Learning Theory berinduk pada psikhologi, dengan tokohnya; Petrovich Pavlov, John B. waston, B.F. Skinner, belakangan Albert Bandura ( sebagai tokoh utamanya) yang mengembangkan teori pembelajaran social ini dikaitkan dengan juvenile delinquency.
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar, pengalaman kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat.
9. Teori Kesempatan ( Opportunity Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan kehidupan, struktur ekonomi dan pilihan pelaku yang mereka perbuat selanjutnya.
Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan norma.
10. Teori Rangsangan Patologis ( Pathological Stimulation Seeking )
Teori ini menjelaskan bahwa;
1. Kriminal dilakukan dengan sistem urat syaraf yang hiporeaktif dan otak yang kurang member respon, keadaan demikian tidak terjadi dalm vacuum melainkn berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal tertentu di mana individu hidup dalam pergaulannya;
2. Anak-anak pra delinquent cenderung membiasakan diri terhadap hukuman yang diterimanya dan rangsangan ini dengan mudah menambah frustrasi dikalangan orang tua;
3. Interaksi orang berhadapan dengan keadaanmeliputi hipotesis;
a. Respon parental yang negative dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari stimulasi atau rangsangan si anak merupakan daya etiologis dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya;
b. Abnormalitas psikis si anak akan menyulitkan baginya mengantisipaso konsekuensi yang menyakitkan atas tindakannya.
11. Teori Interaksionis ( Interactionist Theory )
Teori ini mempelajari proses interaksi soasial dan konsekuensinya terhadap masyarakat. Teori ini menjelaskan suatu perilaku sosial berarti menjelaskan meaning (makna) perilaku tertentu yang dilakukan dengan cara tertentu pula, baik yang bertalian dengan orang yang melakukan tindakan itu maupun bagi mereka yang menyaksikan tindakan itu. Dengan demikian maka pokok persoalan itu, bagaimana menjelaskan dengan sebaik mungkin perilaku sosial manusia.
12. Teori Pilihan Rasional ( Rational Choice Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa;
1. Teori pilihan rasioanal menitikberatkan pada pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada hukum berlawanan dengan perilaku melanggar hukum.
2. Akibat pidana yang dialami seseorang merupakan fungsi, pilihan-pilihan langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relative oleh pelaku tindak pidana bagi peluang-peluang yang ada padanya.
3. Teori pilihan rasional dengan demikian berpendapat bahwa individu menimbang dari berbagai kemungkinan , kemudian memilih pemecahan yang optimal yang dapat dilakukan;
4. Terdaoat kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan oleh manusia yang menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang diambil kadang kala tidak rasional dan bersifat non ekonomis serta bersifat subyektif;
5. Meningkatnya pendapatan atau peluang yang lebih meluas harus berkurang, tidak saja sebagai insentif bagi ilegalitas dan perilaku menyimpang, melainkan pula bagi perilaku criminal yang sebenarnya seperti pada berbagai pola kejahatan konvensional, menurut perspektif pilihan rasional.
6. Teori pilihan rasional member penjelasan yang bermanfaat dalam mempelajari kriminalitas
7. Teori pilihan rasional kurang mampu mempertanggungjawabkan mengenai perilaku criminal untuk waktu yang relatife lama.
13. Teori – teori Perspektif Baru
Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan secara tradisional karena melihat pada sifta-sifat pelaku atau kepada social. Teori ini tidak hanya mempertanyaakan penjelasan tradisional tentang pembuatan dan penegakkan hukum pidana, namun juga mempersalahkan hukum itu dalam menghasilkan penjahat-penjahat, dan teori ini juga mempertanyakan tentang siapa yang membuat hukum-hukum itu dan mengapa.
14. Teori Pemberian Nama ( Labeling Theory )
Teori ini menjelaskan bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian label oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. Berdasarkan perspektif teori ini, pelanggar hukum tidak dapat dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecuali bagi adanya pemberian label terhadap mereka yang ditentukan demikian. Oleh sebab itu, kriminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat konvensional.
15. Teori-teori Konflik (Conflik Theories)
Konsep dari teori ini adalah power ( kekuasaan ). Struggle ( pertarungan ) untuk kekuasaan merupakan suatu gambaran dasar eksitensi manusia. Dalam arti pertarungan kekuasaan itulah bahwa berbagai kelompok kepentingan berusaha mengontrol perbuatan dan penegakan hukum. Untuk memahami pendekatan teori konflik ini, perlu secara singkat memandang bahwa kejahatan dan peradilan pidana sebagai sesuatu yang lahir dari communal consensus ( consensus masyarakat).
16. Teori Pemberian Malu Reintegratif atau Teori Pembangkit Rasa Malu ( Reintregrative Shaming Theory)
Konsep-konsep dasar dari teori ini adalah ;
1. Interdependency atau saling ketergantungan bersifat individual,mencakup keikutsertaan warga masyarakat dalam suatu jaringan social dimana di dalamnya mereka merasa bergantung pada warga masyarakat lain untuk mencapai tujuan akhir dan warga masyarakat yang lainpun bergantung padanya.
2. Communitarianism, bersifat kemasyarakatan, artinya di dalam masyarakat yang demikian warga terikat kuat dalam suatu hubungan saling ketergantungan yang dicirikan adanya perasaan saling mempercayai dan saling membantu.
3. Shaming ( rasa malu ) adalah semua proses social tentang pernyataan sikap pencelaan yang mengekibatkan timbulnya penyesalan paling dalam bagi seseorang yang di permalukan atau pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari hal itu.
4. Stigmatization atau Stigmatisasi adalah wujud dari disintegrative shaming atau pemberian malu yang disintegrative, adalah menstigmatisasi dan meniadakan, jadi menciptakan suatu class of outcast (kelas orang-orang terusir/terbuang).
5. Reintegrative atau mengintegrasikan.
17. Krimonologi Kritis ( Radicai ( Critical) Criminology )
Ian Tailor, Paul Walton, dan Jack Young-kriminolog Marxis dari Inggris menyatakan bahwa kelas bawah ( kekuatan buruh dari masyarakat industri) yang dikontrol melalui hukum pidana dan para penegaknya, sementara pemilik buruh-buruh itu hanya terikat oleh hukum perdata yang mengatur persaingan antar mereka. Institusi ekonomi kemudian merupakan sumber dari konflik , pertarungan antar kelas selalu berhubungan dengan distribusi sumber daya kekuasaan, dan hanya apabila kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar