Pengertian Hubungan Kerja - Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.
Definisi hubungan Kerja Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu.
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
- Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja)
- Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)
- Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus merupakan hak dari si pekerja atas upah)
- Berakhirnya Hubungan Kerja
- Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
I. Unsur sahnya nya suatu perjanjian sesuai Pasal 2320 KUHPerdata yaitu:
- ada kesepakatan
- ada kecakapan
- ada suatu hal tertentu
- ada sebab yang halal
Meskipun berbagai peneliti memberikan berbagai pengertian perjanjian kerja , tapi kita pakai Menurut ps.1 huruf 14 no.13 thun 2003:
Perjanjian Kerja adalah: perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak.
II. Subjek PK & PKB
Subjek PK = Pengusaha & Buruh
Subjek PKB = Pengusaha, buruh dan serika t pekerja/buruh
Pasal 1330 KUHP ditentukan bahwa :
Orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dalam pengampuan, orang gila tak boleh membuat suatu persetujuan.
Seorang pkerja/buruh baru diperbolehkan membuat perjanjian keja jika sudah berumur 18 tahun. Sedang pekerja/buruh dengan ketentuan berikut( Pasal 119 )
1. Jika dalam sutau perusahaan hanya ada satu serikat pekerja/ serikat buruh,
serikat pekerja/ serikat buruh tersebut harus dapat mewakili pekerja/ buruh, untuk membuat perjanjian kerja bersama apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut.
2. Jika serikat pekerja/ serikat buruh tak punya anggota lebih dari 50%, serikat pekerja/ serikat buruh tersebut baru dapat membuat perjanjian kerja bersama jika mendapat dukungan lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut.
3. Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh, maka serikat pekerja/ serikat buruh yang dapat membuat perjanjian kerja bersama adalah serikat pekerja/ serikat buruh yang punya jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut.
4. Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh tidak memenuhi ketentuan dalam point 3 datas, maka serikat pekerja/ serikat buruh baru dapat membuat perjanjia kerja bersama bila dapat berkualisi dengan serikat pekerja/ serikat buruhyang ada sehingga punya suara lebih dari 50% dari jumlah pekerja/ buruh yang ada di perusahaan tersebut ( Pasal 120, ayat 1).
III. Syarat sahnya PK & PKB
Sesuai Pasal 52 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah:
1. Kesepakatan kedua belah pihak
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perUUan yang berlaku
Sesuai Pasal 54 UU N0 13 Tahun 2003, Perjanjian Keja tertulis sekurang kurangnya memuat:
a. nama, alamat perusahan dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh
c. jabatana atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 116
1. Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
2. Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara musyawarah.
3. Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
4. Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 117
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 123
1. Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
2. Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
3. Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
4. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 124
1. Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama, dan
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
2. Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
3. Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Jenis Perjanjian Kerja, sesuai UU No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :
a. Perjanjian keja untuk waktu tertentu
Perjanjian keja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dan dengan Bahasa Indonesia dan huruf latin serta memenuhi syarat2:
1. Berjangka waktu tertentu
2. Adanya suatu pekerjaan yang selesais dalam waktu tertentu
3. Tidak mempunyai syarat waktu percobaan
b. Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu
Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu berlaku terus sampai:
1. pihak pekerja/buruh memasuki usia pensiun (555 tahun)
2. pihak pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan
3. pekerja/buruh mninggal dunia
4. adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja/buruh telah melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak bisa dilanjutkan
Dalam Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu, Pengusaha harus membuat surat pengangkatan yang min memuat:
1. nama dan alamat pekerja/buruh
2. tanggal mulai bekerja
3. jenis pekerjaan
4. besarnya upah
IV. Peraturan Perusahaan
Jika perusahaan telah terbentuk, pengusaha diwajibkan untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan yang bersangkutan.:
Peraturan tersebut minimal memuat:
1. hak dan kewajiban pengusaha
2. hak dan kewajiban pekerja/buruh
3. syarat kerja
4. tata tertib perusahaan
5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan
C. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja
a. Seperti dalam KUHP, kewajiban pekerja :
1. Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik baiknya
2. Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin pengusaha ia menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.
3. Pekerja/buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan pekerjaannya
4. Pekerja/buruh yang tingal pada pengusaha , wajib berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.
b. Kewajiban Pengusaha
1. Membayar upah
Pengertian upah adalh pembayaran yang diterima selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
Pasal 1 angka 30 UU no. 13 tahun 2003 Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Dalam UU no. 13 tahun 2003, kebijakan pengupahan meliputi:
a. upah minimum
b. upah kerja lembur
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaanya
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f. bentuk dan cara pembayaran upah
g. denda dan potongan upah
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j. Upah untuk pembayaran pesangon
k. Uph untuk penghitungan pajak penghailan
Jenis-jenis upah:
1. Upah nominal
Adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai kepada pekerja/buruh yang berhak senagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja
2. Upah nyata ( Riil Wages)
Adalah uang nyata yang benar –benar harus diterima seorang pekerja/buruh yang berhak.
3. Upah Hidup
Adalah upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup untuk mmbiayai keperluan hidupnya secara luas, selain kebutuhn pokok juga sosial seperti kebutuhan pendidikan, asuransi, rekreasi dll.
4. Upah minimum
Adalah upah terendah yng akan dijadikan standard, oleh pengusaha untuk menentukan upah yang sebenarnya dari pekerja/buruh yang bekerja di perusahanya.
Upah minimun terdiri dari:
c. upah minimum bertandarkan wilayah propinsi atau kabupaten .kota
d. upah minimum berdasarkan sektor pada wilyah propinsi atau kabupaten/kota
5. Upah Wajar ( Fari Wages)
Pasal 125
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
Pasal 126
1. Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama
2. Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
3. Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja/buruh atas biaya perusahaan.
Pasal 127
1. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama.
2. Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 128
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 129
1. Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.
2. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
Pasal 130
- Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal 119.
- Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat perjanjian kerja bersama terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.
- Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau perbaharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 131
1. Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
2. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai perjanjian kerja bersama, maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh.
3. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama, maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
Pasal 132
1. Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut.
2. Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 133
Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 134
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pasal 135
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf 1
Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf 1
Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 136
1. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
2. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.
Paragraf 2
Mogok Kerja
Mogok Kerja
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal 138
1. Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
2. Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.
Pasal 139
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekeja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan membahayakan keselamatan orang lain.
Pasal 140
- Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
- waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhir mogok kerja;
- tempat mogok kerja;
- alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja dan
- tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggungjawab mogok kerja.
- Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
- Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
- melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi, atau;
- bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Pasal 141
1. Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
2. Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
3. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
4. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
5. Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
Pasal 142
1. Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
2. Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 143
- Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
- Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 144
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan, atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
Pasal 145
Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.
Paragraf 3
Penutupan Perusahaan (lock out)
Penutupan Perusahaan (lock out)
Pasal 146
1. Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan.
2. Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
3. Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pasal 147
Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi, pusaat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi, serta kereta api.
Pasal 148
- Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
- waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
- alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out)
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149
- Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencamkan hari, tanggal, dan jam penerimaan.
- Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
- Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
- Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
- Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan perusahaan (lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
- Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan apabila :
- pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140;
- Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber :
1. Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
3. Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
4. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta,
5. Hartono, Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hal. 10.
6. Tjepi F. Aloewic, Naskah Akademis Tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Penyelesaian Perselisihan Industrial, Cetakan ke-11, (Jakarta: BPHN, 1996), hal. 32.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar