Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, belum banyak diketahui oleh kalangan advokat dan hakim. Sebut saja Jerry, advokat ini mengatakan belum mengetahui mengenai terbitnya Perma tersebut.
"Belum tahu ada Perma terbaru. Kalau beda mengenai jangka waktu menurut saya tidak masalah mau 30 atau 40 hari, karena percuma saja, ya kalau niat mau damai ya damai saja," kata Jerry kepadahukumonline, Senin (15/2), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu, menurutnya, Perma Mediasi terbaru tidak akan mempengaruhi kasus dan tidak memberikan dampak apapun karena ketika sebuah perkara sudah masuk ke pengadilan maka biasanya para pihak sudah menghendaki untuk masuk ke pokok perkara.
"Tapi biasanya kalau sudah masuk ke pengadilan inginnya masuk ke pokok perkara. Dan jarang sekali yang berhasil di mediasi, hanya sebagian kecil yang berhasil. Lagi pula ada juga kasus yang selesai tidak dimediasi, mereka damai di tahap replik atau duplik misalnya. Jadi tidak masalah. Tidak terlalu berpengaruh," tambahnya.
Advokat Tumpak Tampubolon juga belum mengetahui secara jelas mengenai terbitnya Perma tersebut. Dia hanya tahu ada konsepnya, namun tidak mengetahui sudah keluar Perma-nya. Namun, menurutnya, jarang mediasi yang berhasil dan hanya formalitas saja. Sehingga, dibutuhkan perbaikan tidak hanya perbaikan regulasi tetapi juga perbaikan teknis.
"Harus ada power untuk memperbaiki sistem mediasi. Karena hakim tidak aktif pada tahap mediasi bahkan nyaris tidak berperan, hanya berdebat saja. Banyak juga Hakim tidak baca berkas. Hanya formalitas saja, hanya umum-umum saja. Mediasi tidak ada gunanya, mending dihapuskan saja. Mediasi jarang yang berhasil, hanya 0,5 persen yang berhasil," jelasnya.
Berbeda dengan dua advokat sebelumnya, Petrus Balla Pattoyana, advokat dan juga mediator bersertifikat mengaku sudah mengetahui terbitnya Perma Mediasi terbaru. Menurutnya, keluarnya Perma Mediasi terbaru tersebut ada baik dan buruknya.
"Bedanya 40 hari jadi 30 hari. Semua ada plus minus dari pengalaman saya praktik mau dikasih berapapun sepanjang pihak iktikad tidak melakukan mediasi sama saja. 30 hari ini juga terlalu lama menurut saya," jelas Petrus.
Dalam Perma Mediasi terbaru, kata Petrus, juga terdapat ketentuan harus adanya Surat kuasa khusus untuk mediasi untuk advokat. “Kalau prinsipal tidak mau mediasi dia bisa menggunakan surat untuk tidak melakukan mediasi. Diberikan sepanjang para pihak punya iktikad baik untuk melakukan mediasi, tapi kalau pihak tidak ingin mempergunakan mediasi juga tidak apa-apa," tambahnya.
Tidak hanya advokat yang belum mengetahui jelas mengenai Perma Mediasi tersebut, Made Sutrisna, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengaku masih menunggu sosialisasi dari Mahkamah Agung (MA).
"Saya belum punya bahan tentang itu, baru baca di internet aja, dan kami rencana akan mengikuti sosialisasi Jumat besok. Sedangkan pemberlakuannya seharusnya langsung tapi nanti kita liat dulu saat sosialisasinya dan saya cek dulu di perma-nya," ujar Made.
Untuk diketahui, Perubahan Perma Mediasi ini merupakan perubahan ketiga. Sebelumnya, aturan proses mediasi diatur Perma No.2 Tahun 2003. Namun, lantaran hakim pemeriksa perkara tidak diperbolehkan menjadi mediator dalam perkara yang ditanganinya, Perma No.2 Tahun 2003 diubah menjadi Perma No.1 Tahun 2008.
Sementara, hukum acara perdata (Pasal 130 HIR) secara jelas menyebut sebelum mulai memeriksa perkara, hakim pemeriksa perkara diperintahkan terlebih dahulu melakukan mediasi (perdamaian).
"Belum tahu ada Perma terbaru. Kalau beda mengenai jangka waktu menurut saya tidak masalah mau 30 atau 40 hari, karena percuma saja, ya kalau niat mau damai ya damai saja," kata Jerry kepadahukumonline, Senin (15/2), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu, menurutnya, Perma Mediasi terbaru tidak akan mempengaruhi kasus dan tidak memberikan dampak apapun karena ketika sebuah perkara sudah masuk ke pengadilan maka biasanya para pihak sudah menghendaki untuk masuk ke pokok perkara.
"Tapi biasanya kalau sudah masuk ke pengadilan inginnya masuk ke pokok perkara. Dan jarang sekali yang berhasil di mediasi, hanya sebagian kecil yang berhasil. Lagi pula ada juga kasus yang selesai tidak dimediasi, mereka damai di tahap replik atau duplik misalnya. Jadi tidak masalah. Tidak terlalu berpengaruh," tambahnya.
Advokat Tumpak Tampubolon juga belum mengetahui secara jelas mengenai terbitnya Perma tersebut. Dia hanya tahu ada konsepnya, namun tidak mengetahui sudah keluar Perma-nya. Namun, menurutnya, jarang mediasi yang berhasil dan hanya formalitas saja. Sehingga, dibutuhkan perbaikan tidak hanya perbaikan regulasi tetapi juga perbaikan teknis.
"Harus ada power untuk memperbaiki sistem mediasi. Karena hakim tidak aktif pada tahap mediasi bahkan nyaris tidak berperan, hanya berdebat saja. Banyak juga Hakim tidak baca berkas. Hanya formalitas saja, hanya umum-umum saja. Mediasi tidak ada gunanya, mending dihapuskan saja. Mediasi jarang yang berhasil, hanya 0,5 persen yang berhasil," jelasnya.
Berbeda dengan dua advokat sebelumnya, Petrus Balla Pattoyana, advokat dan juga mediator bersertifikat mengaku sudah mengetahui terbitnya Perma Mediasi terbaru. Menurutnya, keluarnya Perma Mediasi terbaru tersebut ada baik dan buruknya.
"Bedanya 40 hari jadi 30 hari. Semua ada plus minus dari pengalaman saya praktik mau dikasih berapapun sepanjang pihak iktikad tidak melakukan mediasi sama saja. 30 hari ini juga terlalu lama menurut saya," jelas Petrus.
Dalam Perma Mediasi terbaru, kata Petrus, juga terdapat ketentuan harus adanya Surat kuasa khusus untuk mediasi untuk advokat. “Kalau prinsipal tidak mau mediasi dia bisa menggunakan surat untuk tidak melakukan mediasi. Diberikan sepanjang para pihak punya iktikad baik untuk melakukan mediasi, tapi kalau pihak tidak ingin mempergunakan mediasi juga tidak apa-apa," tambahnya.
Tidak hanya advokat yang belum mengetahui jelas mengenai Perma Mediasi tersebut, Made Sutrisna, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengaku masih menunggu sosialisasi dari Mahkamah Agung (MA).
"Saya belum punya bahan tentang itu, baru baca di internet aja, dan kami rencana akan mengikuti sosialisasi Jumat besok. Sedangkan pemberlakuannya seharusnya langsung tapi nanti kita liat dulu saat sosialisasinya dan saya cek dulu di perma-nya," ujar Made.
Untuk diketahui, Perubahan Perma Mediasi ini merupakan perubahan ketiga. Sebelumnya, aturan proses mediasi diatur Perma No.2 Tahun 2003. Namun, lantaran hakim pemeriksa perkara tidak diperbolehkan menjadi mediator dalam perkara yang ditanganinya, Perma No.2 Tahun 2003 diubah menjadi Perma No.1 Tahun 2008.
Sementara, hukum acara perdata (Pasal 130 HIR) secara jelas menyebut sebelum mulai memeriksa perkara, hakim pemeriksa perkara diperintahkan terlebih dahulu melakukan mediasi (perdamaian).
PERATURAN TERKAIT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar