Setelah sempat tidak hadir pada jadwal pemanggilan sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana akhirnya hadir di Bareskrim Mabes Polri. Kehadiran Denny untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi program pelayanan "payment gateway" di Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, proses pemeriksaan Denny ternyata tidak berlangsung lama. Pasalnya, penyidik Bareskrim tidak memperbolehkan Denny didampingi pengacara. Penyidik hanya mengajukan Denny dengan dua pertanyaan terkait pemeriksaan yang berlangsung sekitar empat jam itu. Pertanyaan-pertanyaan itu seputar identitas saksi dan profil program payment gateway.
"Hanya dua pertanyaan yang dijawab karena kami (kuasa hukum) nggak bisa masuk, jadi tidak berlanjut," kata pengacara Denny, Heru Widodo, di Gedung Bareskrim, Jakarta, Kamis (12/3).
Awalnya, kata Heru, dirinya ingin mendampingi kliennya, Denny Indrayana. Namun, penyidik berkeberatan dengan alasan dalam SOP, pemeriksaan harus dilakukan oleh terperiksa sendiri.
"Kami sampaikan keberatan. Dalam pemeriksaan saksi maupun tersangka, penyidik harus membolehkan (didampingi kuasa hukum). Kecuali dengan persetujuan terperiksa," katanya.
Akhirnya pemeriksaan tidak dilanjutkan, lantaran Denny kemudian tidak mau diperiksa lebih lanjut karena tidak didampingi pengacara. Menurut Heru, kliennya akan bersedia diperiksa dalam panggilan berikutnya jika pengacara diperkenankan mendampingi.
Sementara Denny Indrayana menegaskan program pembayaran paspor secara elektronik atau program payment gateway bertujuan untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor. "Program itu untuk menggantikan pembayaran manual yang sarat antrean panjang dan pungli calo. Ini untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor," ujarnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri Kombes Rikwanto menyayangkan mantan Wamenkumham Denny Indrayana yang menolak diperiksa oleh penyidik Bareskrim lantaran pengacaranya tidak diperkenankan mendampingi. Menurut dia, berdasarkan SOP di Polri, pemeriksaan saksi dilakukan sendiri tanpa didampingi pengacara.
"Dia kan diperiksa sebagai saksi dan sebagai terlapor. Itu harusnya sebagai ajang klarifikasinya dia," kata Rikwanto, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, pihaknya mengatakan penolakan Denny untuk diperiksa merupakan hak Denny. "Kalau dia tidak mau diperiksa, itu hak dia," katanya.
Untuk diketahui, penyelidikan Polri terhadap kasus payment gateway bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Sejauh ini, Polri telah memeriksa sebanyak 21 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana. Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor.
Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit. Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan.
Namun, proses pemeriksaan Denny ternyata tidak berlangsung lama. Pasalnya, penyidik Bareskrim tidak memperbolehkan Denny didampingi pengacara. Penyidik hanya mengajukan Denny dengan dua pertanyaan terkait pemeriksaan yang berlangsung sekitar empat jam itu. Pertanyaan-pertanyaan itu seputar identitas saksi dan profil program payment gateway.
"Hanya dua pertanyaan yang dijawab karena kami (kuasa hukum) nggak bisa masuk, jadi tidak berlanjut," kata pengacara Denny, Heru Widodo, di Gedung Bareskrim, Jakarta, Kamis (12/3).
Awalnya, kata Heru, dirinya ingin mendampingi kliennya, Denny Indrayana. Namun, penyidik berkeberatan dengan alasan dalam SOP, pemeriksaan harus dilakukan oleh terperiksa sendiri.
"Kami sampaikan keberatan. Dalam pemeriksaan saksi maupun tersangka, penyidik harus membolehkan (didampingi kuasa hukum). Kecuali dengan persetujuan terperiksa," katanya.
Akhirnya pemeriksaan tidak dilanjutkan, lantaran Denny kemudian tidak mau diperiksa lebih lanjut karena tidak didampingi pengacara. Menurut Heru, kliennya akan bersedia diperiksa dalam panggilan berikutnya jika pengacara diperkenankan mendampingi.
Sementara Denny Indrayana menegaskan program pembayaran paspor secara elektronik atau program payment gateway bertujuan untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor. "Program itu untuk menggantikan pembayaran manual yang sarat antrean panjang dan pungli calo. Ini untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor," ujarnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri Kombes Rikwanto menyayangkan mantan Wamenkumham Denny Indrayana yang menolak diperiksa oleh penyidik Bareskrim lantaran pengacaranya tidak diperkenankan mendampingi. Menurut dia, berdasarkan SOP di Polri, pemeriksaan saksi dilakukan sendiri tanpa didampingi pengacara.
"Dia kan diperiksa sebagai saksi dan sebagai terlapor. Itu harusnya sebagai ajang klarifikasinya dia," kata Rikwanto, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, pihaknya mengatakan penolakan Denny untuk diperiksa merupakan hak Denny. "Kalau dia tidak mau diperiksa, itu hak dia," katanya.
Untuk diketahui, penyelidikan Polri terhadap kasus payment gateway bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Sejauh ini, Polri telah memeriksa sebanyak 21 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana. Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor.
Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit. Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar