Sejumlah fraksi partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih di parlemen memberikan penilaian terhadap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly melakukan standar ganda dalam menangani dua partai, Golkar dan PPP. Hal itu diungkapkan Sekretaris Fraksi Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie di DPR, Bambang Soesatyo saat membacakan pernyataan bersama fraksi yang tergabung dalam KMP.
“Kami mengingatkan Menkumham Laoly bahwa negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Sebagai menteri hukum, seharusnya Laoly bertindak hati-hati tidak melawan hukum dan tidak menabrak Undang-Undang,” ujarnya di Gedung DPR, Jumat (13/3).
Menurut Bambang, tindakan Menkumham yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PPP kubu Romahurmuzy yang melanggar aturan. Laoly pun menyatakan banding atas putusan PTUN yang membatalkan SK atas kepengurusan PPP kubu Romy. Hal itu dinilai KMP tindakan tercela seorang menteri yang tidak patuh hukum. Sebaliknya, PPP di bawah kepengurusan Djan Faridz sudah sesuai dengan AD/ART, keputusan MP, keputusan Majelis Syariah dan memenangkan atas gugatan PTUN. Namun Laoly tak juga menerbitkan SK.
Sama halnya dengan Golkar. Menurutnya, dalam putusan MP Golkar tidak memenangkan salah satu kubu, baik kubu Aburizal Bakrie maupun kubu Agung Laksono. Dikatakan Bambang, Ketua MP Golkar Muladi menyatakan keheranannya. Sebab, isi keputusan MP Golkar yang dikutip Laoly salah dan manipulatif.
“Kami menduga ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan politik. Mengail air keruh jika Golkar dan PPP terus berkonflik,” kata anggota Komisi III itu.
Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin menambahkan, langkah yang dilakukan Menkumham dinilai banyak melawan hukum dan tidak menjunjung negara hukum. Laoly dinilai mengedepankan negara kekuasaan. Pasalnya, konflik internal partai dapat diselesaikan dengan Pasal 32 UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun jika tidak dapat selesai, maka penyelesaikan konflik dilakukan melalui Pengadilan Negeri sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (1).
Pasal 33 ayat (1) menyebutkan, “Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri”.Hal itu pula yang kini diajukan oleh Golkar kubu Aburizal Bakrie. Namun, belumada putusan tetap dari pengadilan, Laoly justru mengumumkan kubu Agung yang diterima pemerintah.
“Kita mengingatkan saudara Laoly, kita pandang banyak sekali langkah yang diambil tidak sesuai hukum,” ujar anggota komisi XI itu.
Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusuma berpandangan semestinya Menkumham Laoly memberikan pengayoman dan bersikap netral dalam menyikapi konflik internal partai. Namun langkah Laoly seolah melakukan politik adu domba. Itu pula Dimyati menilai Laoly sebagai menteri telah melaklukan penyalahgunaan kekuasaan.
Anggota Komisi I DPR itu berharap bakal ada koreksi dan evaluasi terhadap tindakan Menkumham oleh Presiden Joko Widodo. Dimyati yakin, langkah Laoly tanpa persetujuan dari Presiden selaku pimpinan negara. Ia berpandangan terhadap siapa pun, tidak terkecuali pejabat negara yang melanggar UU dan konstitusi mesti dilawan. “Laoly ini melawan UU, Laoly gatel banget pengen membuat keputusan. Menteri ini problem, kami tidak percaya lagi dengan menteri Laoly,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwani menyesalkan sejumlah langkah Laoly dalam menyikapi konflik internal di tubuh Partai Golkar dan PPP. Langkah Laoly dinilai membuat perjalanan demokrasi mundur ke belakang. Bahkan, pemasungan terhadap sendi demokrasi. Sebaliknya, Menkumham semestinya membuat dan menciptakan kondisi yang kondusif di balik kekisruhan internal kedua partai tersebut.
Lebih jauh, Jazuli berpandangan persoalan negara, khusunya hukum dan ekonomi sudah merambat. Perekonomian mulai terpuruk sejak nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar Amerika. Nah, atas persoalan tersebut menteri Laoly semestinya tak membuat keruh dengan menambah persoalan.
“Persoalan yang terjadi dalam Parpol dan intervensi terhadap Parpol menjadi persoalan bangsa. Kami menghimbau Menkumham bersikap arif dan bijaksana serta objektif sesuai UU, dan tidak bersikap standar ganda. Menkumham telah melakukan standar ganda,” katanya.
Sekretaris Fraksi Gerindra, Fary Djemi Francis mengatakan keprihatinannya terhadap sikap Menkumham Laoly yang tidak bersikap netral dan bijak. Ia pun meminta Presiden Jokowi tak tinggal diam mengatasi kondisi politik yang karut marut. “Kita akan maju dan memberikan dukungan terhadap Golkar dan PPP,” katanya.
Gunakan hak anggota dewan
Selain mendorong Presiden Jokowi, fraksi yang tergabung dalam KPM akan menggelontorkan penggunaan hak anggota dewan. Semisal, hak menyatakan pendapat, dan hak angket. Francis pun dari fraksinya mendorong agar anggota dewan menggunakan hak angket. “Kami mendukung untuk menggunakan hak angket,” katanya.
Ade Komarudin menambahkan, sebagai anggota dewan berhak menggunakan haknya untuk menanyakan langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah, khususnya Menkumham. Namun, soal apakah akan menggunakan hak angket atau interpelasi, Ade menilai menunggu perkembangan beberapa hari ke depan. Pasalnya, DPR sedang masa reses.
Bambang Soesatyo menambahkan, pihaknya telah membuat draf dokumen untuk menggelontorkan hak angket di masa sidang berikutnya. Menurutnya, pihaknya akan melihat perkembangan ke depan. Jika tidak ada proses evaluasi maupun koreksi oleh Menkumham, maka Bambang bakal menggalang penggunaan hak angket kepada anggota dewan.
“Tapi kita lihat perkembangannya sampai tanggal 23 Maret nanti. Kalau tidak ada perkembangan dengan begal politik ini, kami akan gelontorkan hak angket,” pungkasnya.
“Kami mengingatkan Menkumham Laoly bahwa negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Sebagai menteri hukum, seharusnya Laoly bertindak hati-hati tidak melawan hukum dan tidak menabrak Undang-Undang,” ujarnya di Gedung DPR, Jumat (13/3).
Menurut Bambang, tindakan Menkumham yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PPP kubu Romahurmuzy yang melanggar aturan. Laoly pun menyatakan banding atas putusan PTUN yang membatalkan SK atas kepengurusan PPP kubu Romy. Hal itu dinilai KMP tindakan tercela seorang menteri yang tidak patuh hukum. Sebaliknya, PPP di bawah kepengurusan Djan Faridz sudah sesuai dengan AD/ART, keputusan MP, keputusan Majelis Syariah dan memenangkan atas gugatan PTUN. Namun Laoly tak juga menerbitkan SK.
Sama halnya dengan Golkar. Menurutnya, dalam putusan MP Golkar tidak memenangkan salah satu kubu, baik kubu Aburizal Bakrie maupun kubu Agung Laksono. Dikatakan Bambang, Ketua MP Golkar Muladi menyatakan keheranannya. Sebab, isi keputusan MP Golkar yang dikutip Laoly salah dan manipulatif.
“Kami menduga ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan politik. Mengail air keruh jika Golkar dan PPP terus berkonflik,” kata anggota Komisi III itu.
Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin menambahkan, langkah yang dilakukan Menkumham dinilai banyak melawan hukum dan tidak menjunjung negara hukum. Laoly dinilai mengedepankan negara kekuasaan. Pasalnya, konflik internal partai dapat diselesaikan dengan Pasal 32 UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun jika tidak dapat selesai, maka penyelesaikan konflik dilakukan melalui Pengadilan Negeri sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (1).
Pasal 33 ayat (1) menyebutkan, “Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri”.Hal itu pula yang kini diajukan oleh Golkar kubu Aburizal Bakrie. Namun, belumada putusan tetap dari pengadilan, Laoly justru mengumumkan kubu Agung yang diterima pemerintah.
“Kita mengingatkan saudara Laoly, kita pandang banyak sekali langkah yang diambil tidak sesuai hukum,” ujar anggota komisi XI itu.
Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusuma berpandangan semestinya Menkumham Laoly memberikan pengayoman dan bersikap netral dalam menyikapi konflik internal partai. Namun langkah Laoly seolah melakukan politik adu domba. Itu pula Dimyati menilai Laoly sebagai menteri telah melaklukan penyalahgunaan kekuasaan.
Anggota Komisi I DPR itu berharap bakal ada koreksi dan evaluasi terhadap tindakan Menkumham oleh Presiden Joko Widodo. Dimyati yakin, langkah Laoly tanpa persetujuan dari Presiden selaku pimpinan negara. Ia berpandangan terhadap siapa pun, tidak terkecuali pejabat negara yang melanggar UU dan konstitusi mesti dilawan. “Laoly ini melawan UU, Laoly gatel banget pengen membuat keputusan. Menteri ini problem, kami tidak percaya lagi dengan menteri Laoly,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwani menyesalkan sejumlah langkah Laoly dalam menyikapi konflik internal di tubuh Partai Golkar dan PPP. Langkah Laoly dinilai membuat perjalanan demokrasi mundur ke belakang. Bahkan, pemasungan terhadap sendi demokrasi. Sebaliknya, Menkumham semestinya membuat dan menciptakan kondisi yang kondusif di balik kekisruhan internal kedua partai tersebut.
Lebih jauh, Jazuli berpandangan persoalan negara, khusunya hukum dan ekonomi sudah merambat. Perekonomian mulai terpuruk sejak nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar Amerika. Nah, atas persoalan tersebut menteri Laoly semestinya tak membuat keruh dengan menambah persoalan.
“Persoalan yang terjadi dalam Parpol dan intervensi terhadap Parpol menjadi persoalan bangsa. Kami menghimbau Menkumham bersikap arif dan bijaksana serta objektif sesuai UU, dan tidak bersikap standar ganda. Menkumham telah melakukan standar ganda,” katanya.
Sekretaris Fraksi Gerindra, Fary Djemi Francis mengatakan keprihatinannya terhadap sikap Menkumham Laoly yang tidak bersikap netral dan bijak. Ia pun meminta Presiden Jokowi tak tinggal diam mengatasi kondisi politik yang karut marut. “Kita akan maju dan memberikan dukungan terhadap Golkar dan PPP,” katanya.
Gunakan hak anggota dewan
Selain mendorong Presiden Jokowi, fraksi yang tergabung dalam KPM akan menggelontorkan penggunaan hak anggota dewan. Semisal, hak menyatakan pendapat, dan hak angket. Francis pun dari fraksinya mendorong agar anggota dewan menggunakan hak angket. “Kami mendukung untuk menggunakan hak angket,” katanya.
Ade Komarudin menambahkan, sebagai anggota dewan berhak menggunakan haknya untuk menanyakan langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah, khususnya Menkumham. Namun, soal apakah akan menggunakan hak angket atau interpelasi, Ade menilai menunggu perkembangan beberapa hari ke depan. Pasalnya, DPR sedang masa reses.
Bambang Soesatyo menambahkan, pihaknya telah membuat draf dokumen untuk menggelontorkan hak angket di masa sidang berikutnya. Menurutnya, pihaknya akan melihat perkembangan ke depan. Jika tidak ada proses evaluasi maupun koreksi oleh Menkumham, maka Bambang bakal menggalang penggunaan hak angket kepada anggota dewan.
“Tapi kita lihat perkembangannya sampai tanggal 23 Maret nanti. Kalau tidak ada perkembangan dengan begal politik ini, kami akan gelontorkan hak angket,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar