Pekerja yang dijatuhi hukuman percobaan dapat tetap dipekerjakan di perusahaan bergantung pada kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja yang bersangkutan yang tertuang dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Pidana/hukuman percobaan atau yang disebut juga sebagai pidana bersyarat adalah sistem penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya bergantung pada syarat-syarat tertentu atau kondisi tertentu. Seperti misalnya, pidana harus dijalankan jika sebelum masa percobaan tersebut selesai, orang tersebut melakukan tindak pidana. Ini berarti jika orang tersebut tidak melakukan tindak pidana selama masa percobaan, maka pidana tersebut tidak perlu dijalankan. Penjelasan lebih lanjut soal pidana percobaan dapat Anda simak dalam artikel Adakah Perbedaan Antara Pidana Bersyarat dan Pidana Percobaan?
Jadi, mengacu pada penjelasan di atas soal pidana percobaan, maka pada dasarnya karyawan yang berada dalam masa percobaan, dalam praktiknya, hukuman percobaan/bersyarat ini mungkin sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman.
Di samping itu, terkait soal tindak pidana yang dilakukan karyawan sehingga pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dahulu diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yaitu Pasal 158 ayat (1) huruf j UU Ketenagakerjaan, yang mengatakan bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat seperti melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Akan tetapi, pasal ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Oktober 2004 dengan Putusan Nomor 012/PUU-I/2003.
Merujuk pada ketentuan pada UU Ketenagakerjaan, pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja atau tidak mempekerjakan pekerja lagi jika ia dijatuhi pidana percobaan.
Lain lagi dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya [lihat Pasal 160 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 yang menghilangkan frasa “…bukan atas pengaduan pengusaha…”].
Mengenai apakah kemudian karyawan yang sedang menjalani pidana percobaan ini tetap diizinkan bekerja atau tidak, menurut hemat kami, hal ini dikembalikan pada kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan yang bersangkutan yang tertuang dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan. Jadi, apabila dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan mengatur bahwa pengusaha berhak memberhentikan pekerja yang terlibat tindak pidana, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pekerja tersebut karena alasan pekerja telah melanggar perjanjian kerja atau peraturan perusahaan tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar