Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pada dasarnya, jumlah hakim yang beracara pada saat persidangan itu disesuaikan dengan pengadilan tempat ia beracara dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya. Menurut Pasal 1 angka 8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hakimadalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Adapun yang dimaksud dengan hakim berdasarkan Pasal 1 angka 5Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
Jumlah hakim saat memeriksa dan memutus perkara di pengadilan yang diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU Kekuasaan Kehakiman:
(1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Susunan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang hakim ketua dan dua orang hakim anggota.
Jadi, pada dasarnya, jumlah hakim yang ditentukan oleh UU Kekuasaan Kehakiman itu adalah sekurang-sekurang 3 orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. Contoh undang-undang menentukan lain di sini adalah jumlah hakim dalam pengadilan anak. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU 3/1997”) maupun Pasal 44 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), dan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (undang-undang yang pada 30 Juli 2014 akan mencabut UU 3/1997), hakim memeriksa dan memutus perkara anak baik dalam tingkat pertama, tingkat banding, maupun tingkat kasasi dengan hakimtunggal.
Selain itu, pengaturan jumlah hakim ini dapat juga kita lihat pengaturannya dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Hakim di Mahkamah Konstitusi ("MK")
MK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden [Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi - “UU 8/2011”]. Susunan MK itu sendiri berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU 8/2011 terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.
Pada dasarnya, MK memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno MK dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, akan tetapi kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK [Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi].
2. Hakim di Mahkamah Agung
Jumlah hakim Mahkamah Agung saat memeriksa dan memutus perkara dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 40 ayat (1)Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung:
“Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim”
Kemudian, dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa apabila majelis bersidang dengan lebih dari 3 (tiga) orang hakim jumlahnya harus selalu ganjil.
3. Hakim di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas 2 (dua) orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar majelis hakim selalu berjumlah ganjil.
Dengan demikian, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya hakim saat memeriksa dan memutus perkara sebagaimana diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang. Namun bisa jadi kurang atau lebih dari tiga orang, sesuai dengan jenis perkara yang diadili dan diputus oleh hakim yang bersangkutan. Namun, yang ditekankan dalam pengaturannya adalah jumlah hakim itu harus ganjil. Penjelasan lebih lanjut mengapa jumlah hakim harus ganjil dapat Anda simak dalam artikel Ini Alasan Jumlah Majelis Hakim Harus Ganjil. Sebagai tambahan referensi untuk Anda, dapat Anda simak pula artikel Kelengkapan Hakim dan Keabsahan Putusan MK.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agungsebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar