Lingkup Eksepsi
1. Pengertian dan Tujuan
Eksepsi atau exception berarti pengecualian. Dalam hukum acara, eksepsi adalah
tangkisan, bantahan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap materi
gugatan penggugat. Eksepsi diajukan penggugat menyangkut hal-hal yang bersifat
formil dari sebuah gugatan, yang mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Eksepsi yang diajukan penggugat
tidak ditujukan atau menyangkut pada pokok perkara (verweer ten
principale). Tujuan dari eksepsi yaitu
majelis hakim mengakhiri proses pemeriksaan perkara tanpa lebih lanjut
memeriksa materi pokok perkara dengan menjatuhkan putusan negatif, gugatan
tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard).
2. Cara Mengajukan
Eksepsi
Cara pengajuan eksepsi diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, Pasal
134 dan Pasal 136 HIR. Cara pengajuan suatu eksepsi berbeda satu sama lain
dikaitkan dengan jenis eksepsi yang bersangkutan.
Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Declinatoir atau Absolute
Competency)
Pengajuan eksepsi kewenangan absolut dilakukan dengan (Pasal 134 HIR dan
Pasal 132 Rv):
a.
dapat diajukan
setiap saat selama proses pemeriksaan berlangsung di sidang tingkat Pengadilan
Negeri;
b.
dinyatakan oleh
hakim secara ex-officio (Vide Putusan MA
No. 317 K/Pdt/1984), sesuai dengan bunyi Pasal 132 Rv yaitu “dalam hal hakim tidak berwenang karena jenis pokok
perkaranya, maka ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang
ketidakwenangannya, karena jabatannya wajib menyatakan dirinya tidak
berwenang”.
Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie)
Pengajuan eksepsi kompetensi relatif diatur dalam Pasal 125 ayat (2) dan
Pasal 133 HIR. Menurut ketentuan tersebut, bentuk pengajuan eksepsi dapat
berbentuk lisan dan tertulis, yang diajukan pada saat menyerahkan Surat
Jawaban/Eksepsi (Vide Putusan MA No. 1340 K/Sip/1971).
Eksepsi Yang Tidak Diajukan Pada Jawaban Pertama Gugur
Menurut Pasal 136 HIR, eksepsi yang tidak diajukan dengan jawaban pertama
bersama-sama dengan keberatan terhadap pokok perkara, dianggap gugur. Oleh
karena itu, eksepsi yang diajukan melampaui batas tidak dipertimbangkan oleh
hakim. Pasal 114 Rv juga menegaskan bahwa, tergugat yang mengajukan eksepsi,
wajib mengajukannya bersama-sama dengan jawaban mengenai pokok perkara.
3. Cara
Penyelesaian Eksepsi
Eksepsi kompetensi diperiksa dan diputus oleh hakim sebelum memeriksa pokok
perkara (Vide Pasal 136 HIR), yang dituangkan oleh hakim dalam putusan sela (interlocutory) atau dituangkan
dalam putusan akhir (eind vonnis, final
judgement). Eksepsi di luar berkenaan
dengan kompetensi mengadili menurut Pasal 136 HIR dan Putusan MA No. 935
K/Sip/1985, diperiksa dan diputus secara bersama-sama dengan pokok perkara.
4. Jenis Eksepsi
Eksepsi Prosesual (Processuele
Exceptie)
Eksepsi ini
berdasarkan hukum acara, yaitu jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat
formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka
gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat
diterima. Eksepsi prosesual dibagi menjadi dua diantaranya:
1. Eksepsi tidak
berwenang mengadili yang sifatnya absolut (exceptie van
onbeveogheid/Eksepsi Kewenangan Absolut)) adalah pengadilan
tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan, tetapi lingkungan atau
pengadilan lain yang berwenang mengadilinya.
2. Eksepsi tidak
berwenang mengadili yang bersifat relatif (Eksepsi Kewenangan
Relatif) yang diatur dalam Pasal 118 HIR dan Pasal 99 Rv yang
berpatokan pada :
(i) domili dari tergugat (actor sequitur forum
rei),
(ii) hak opsi dari
penggugat, di mana tergugat terdiri dari beberapa orang,
(iii) tanpa hak opsi, di
mana tergugat terdiri dari debitur dan penjamin, maka tidak dapat diajukan ke
Pengadilan Negeri penjamin,
(iv) tempat tinggal
penggugat, jika tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya,
(v) forum rei sitae dengan hak opsi yaitu
objek sengketa benda tidak bergerak terdiri dari beberapa buah, dan
masing-masing terletak di daerah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda,
penggugat dibenarkan untuk mengajukan gugatan kepada salah satu Pengadilan
Negeri,
(vi) domisili hukum
pilihan yang disepakati penggugat dan tergugat dalam perjanjian.
Eksepsi Prosesual
di Luar Kompetensi Relatif
Eksepsi prosesual di luar kompetensi relatif terdiri atas:
1. Eksepsi surat
kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtigingtidak sah secara hukum (Vide Pasal 123 HIR dan Putusan
MA No. 531 K/Sip/1973) karena tidak memenuhi unsur formil. Menurut Pasal 123
ayat (1) HIR, Putusan MA No. 1712 K/Pdt/1984 dan SEMA No. 1 Tahun 1971 serta
SEMA No. 6 Tahun 1994 surat kuasa khusus harus memuat secara jelas (i) secara
spesifik kehendak untuk berperkara di Pengadilan Negeri tertentu sesuai dengan
kompetensi relatif, (ii) identitas para pihak yang berperkara, (iii) menyebut
secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek yang diperkarakan, (iv)
mencamtumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa, (v) surat kuasa dibuat
orang yang tidak berwenang.
2. Eksepsi error in persona yaitu (i) yang
bertindak sebagai penggugat bukan orang yang berhak atau eksepsi
diskualifikasi, (ii) yang ditarik sebagai tergugat keliru (Lihat Putusan MA
No.601 K/Sip/1975), (iii) orang yang ditarik sebagai penggugat tidak lengkap
atau kurang atau exceptio plurium litis consortium.
3. Exceptio res
judicata atau ne bis idem yaitu suatu kasus
perkara telah pernah diajukan kepada pengadilan dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
4. Exceptio Obscuur Libel adalah surat
gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduidelijk) atau formulasi
gugatan tidak jelas. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 8 Rv yang menegaskan,
pokok-pokok gugatan harus disertai kesimpulan yang jelas dan tertentu, demi kepentingan
beracara (process doelmatigheid). Dalam praktik eksepsi gugatan kabur(obscuur libel) berbentuk, (i)
tidak jelasnya dasar hukum dalil gugatan (Vide Putusan MA No. 1145 K/Pdt/1984).
(ii) tidak jelasnya objek sengketa yang meliputi tidak disebutnya batas-batas
objek sengketa, luas objek sengketa berbeda dengan pemeriksaan setempat, tidak
disebutnya letak tanah dan tidak samanya batas dan luas tanah dengan yang
dikuasai tergugat. (iii) petitum gugatan tidak jelas yang meliputi petitum
tidak dirinci dan kontradiksi antara posita dengan petitum. (iv) masalah posita
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.
Eksepsi Hukum
Materiil (Materiele Exceptie)
Dari pendekatan doktrin, terdapat beberapa macam eksepsi hukum materil,
dengan uraian sebagai berikut:
a. Exceptio
Dilatoir, yaitu gugatan penggugat belum dapat diterima untuk
diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan
yang diajukan masih terlampaui dini;
b. Exceptio
Peremptoir, yaitu eksepsi yang berisi sangkalan, yang dapat
menyingkirkan gugatan karena masalah yang digugat tidak dapat diperkarakan.
Sangkalan tersebut karena, pertama gugatan sudah
kadaluwarsa (Vide Pasal 1950 dan Pasal 1967 KUH Perdata) yang dapat dilihat
dalam Putusan MA No. 707 K/Sip/1972. kedua peristiwa hukum
yang menjadi dasar gugatan mengandung paksaan dan penipuan(exceptio doli
mali dan exceptio metus). Ketiga objek gugatan
bukan kepunyaan penggugat, melainkan tergugat atau orang lain (exceptio
domini). Keempat gugatan yang diajukan sama
dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan (exceptio litis
petendis).
B. Bantahan Terhadap
Pokok Perkara
Bantahan terhadap pokok perkara disebut juga ver weer ten
principale adalah tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat
terhadap pokok perkara. Esensi dari bantahan terhadap pokok perkara, berisi
alasan dan penegasan yang sengaja dibuat dan dikemukakan tergugat, baik dengan
lisan atau tulisan untuk melumpuhkan kebenaran dalil gugatan yang dituangkan
tergugat dalam jawaban.
1. Bantahan Disampaikan Dalam Jawaban
Berdasarkan ketentuan Pasal 121 ayat (2) HIR, jawaban tergugat berisi
bantahan yang diajukan baik secara lisan dan tertulis untuk menyangkal semua
fakta dan dalil hukum penggugat. Proses pengajuan bantahan yang merupakan
proses jawab-menjawab digariskan dalam Pasal 142 dan Pasal 117 Rv, yang
memberikan kesempatan para pihak untuk menyampaikan surat jawaban, replik dan
duplik dan sebagai konsekuensi asas audi altream partem dan process doelmatigheid.
Suatu bantahan dalam sebuah jawaban berisi tentang ketidakbenaran dan/atau
kebenaran dalil penggugat. Isi dari jawaban penggugat dapat berupa:
a. Jawaban
penggugat diserta alasan-alasan yang rasional dan objektif (Vide Pasal 113 Rv);
b. Membenarkan
sebagian atau seluruh dalil-dalil gugatan penggugat (Vide Pasal 164 HIR dan
Pasal 1866 KUH Perdata);
c. Membantah dalil
gugatan atau bantahan terhadap pokok perkara(verweer ten principale) atau melumpuhkan kekuatan pembuktian tergugat, yang
disertai dengan alasan-alasan kebenaran dalil gugatan atau peristiwa hukum yang
terjadi (Vide Pasal 113 Rv);
d. Tidak memberi
pengakuan maupun bantahan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada hakim (referte aan het oordel des rechters) dalam jawaban.
2. Bantahan Beserta Eksepsi
Jawaban yang berisi eksepsi dan pokok perkara harus dinyatakan secara
sistematis dalam jawaban untuk memudahkan hakim mempelajari jawaban yang
disampaikan. Sistematisasi jawaban dengan mendahulukan uraian eksepsi, pokok
perkara dan kesimpulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar