DPR meminta PT Freeport Indonesia mematuhi regulasi yang ada di Indonesia. Foto: SGP
DPR meminta PT Freeport Indonesia mematuhi regulasi yang ada di Indonesia. Hal ini terkait desakan pemerintah agar perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat itu bersedia melakukan renegosiasi kontrak karya. Parlemen menilai Kontribusi dan manfaat kontrak karya dengan Freeport selama ini sangat kecil.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan Freeport tidak bisa menolak meninjau ulang kontrak karya dengan Indonesia. Selain berkontribusi kecil, perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu telah mengambil untung besar. Hal ini tidak sebanding dengan keuntungan yang dikeruk di Indonesia.
Menurut Pram –sapaan Pramono Anung-, meski Freeport mempunyai keengganan untuk merenegosiasi kontrak, tetapi dalam undang-undang yang baru, termasuk UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sudah diatur bahwa Freeport harus melakukan penyesuaian. “Ingat, di negeri ini tidak ada perusahaan yang kebal hukum,” tegasnya, Kamis (6/10), di DPR.
Sekadar ingatan, kontrak Freeport pertama kali ditandatangani tahun 1967 berdasarkan UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pertambangan. Kemudian tahun 1991, dibuat kontrak karya baru yang berlaku untuk 30 tahun dengan opsi perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun.
Pram mengatakan pemerintah sudah sepatutnya mendesak Freeport untuk berunding sebagai upaya melakukan peninjuan kembali kontrak karya yang lebih adil dan menguntungkan semua pihak. Menurutnya, di dalam kontrak karya Freeport memposisikan lex specialis. “Padahal dalam UU Minerba sudah diatur pemberlakuan yang sama,” ujar politisi PDIP ini.
Seperti diketahui, Freeport menolak negosiasi ulang kontrak karya pertambangan seperti yang diminta pemerintah Indonesia. Selain karena kontrak yang ada masih berlaku, Freeport menganggap, kontrak karya dengan pemerintah Indonesia juga menguntungkan semua pihak.
Soal peninjauan kontrak karya, diatur dalam Pasal 169 UU Minerba. Pasal 169 huruf (b) berisi tentang kewajiban agar kontrak karya menyesuaikan dengan UU Minerba, di antaranya soal penyesuaiaan besaran lahan tambang disesuaikan dengan ketentuan yang diatur. Ada pula kewajiban lain menyangkut kewajiban semua perusahaan tambang untuk tidak mengekspor produk tambang mentah (raw materials).
Memang sempat terjadi permasalahan. Menurut investor tambang, Pasal 169 huruf (b) bertentangan dengan Pasal 169 huruf (a) yang berbunyi seluruh kontrak yang lahir sebelum UU Minerba yang disahkan harus tetap dihormati.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy optimistis Freeport mau merenegosiasi kontrak karya pertambangan. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, ia meminta pengusaha tambang dapat memahami upaya renegosiasi yang tengah dilakukan pemerintah.
“Upaya renegosiasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini seharusnya dilihat sebagai sebuah peluang oleh para pengusaha tambang, terutama perusahaan tambang yang besar seperti Freeport,” kata Darwin.
Dia mencontohkan, peluang yang dapat diambil oleh perusahaan tambang asing seperti membangun smelter di dalam negeri, sehingga unsur nilai tambah dan penggunaan jasa di dalam negeri juga meningkat.
Lebih jauh, Darwin mengatakan renegosiasi kontrak pertambangan merupakan amanat rakyat yang tertuang dalam undang-undang. Oleh sebab itu, ia berharap kontraktor luar negeri yang selama ini bekerja sama dengan Indonesia lebih memperhatikan keinginan negara dalam mencari nilai tambah di sektor tambang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar