Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menyatakan ada sejumlah hal yang menyebabkan kinerja pemerintah memberantas korupsi dinilai mengecewakan. Hal-hal tersebut menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2012 menurun pada posisi 118 dari 100 pada tahun sebelumnya.
“Posisi IPK Indonesia tidak membanggakan dan harus naik pada tahun ini minimal peringkat 100,” terang Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto di Jakarta, Kamis (3/1).
Kuntoro mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan instruksi mengenai strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di 2012. Yaitu Inpres No.17 Tahun 2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Inpres ini memuat setidaknya empat hal. Yaitu memaksimalkan keterbukaan, meminimalkan interaksi fisik tempat potensi penyimpangan terjadi. Kemudian, penempatan pejabat di pos strategis atas dasar kompetensi dan integritas. Serta penyiapan regulasi dan sistem guna menerapkan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK).
Inpres 17 Tahun 2011 mengamanatkan sejumlah hal bagi kementerian dan lembaga melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi pada 2012. Ada sejumlah strategi yang diamanatkan Presiden agar kementerian dan lembaga untuk memberantas korupsi.
Yaitu dengan strategi pencegahan, penegakan hukum, strategi peraturan perundang-undangan. Kemudian strategi kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil korupsi. Lalu, menerapkan pendidikan dan budaya anti korupsi, serta mekanisme pelaporan.
Namun, dari strategi yang dicanangkan berdasarkan Inpres 17 Tahun 2011, sejumlah catatan yang mengecewakan. Yaitu, belum ada beberapa kebijakan antikorupsi. Seperti belum disahkannya RUU KUHAP dan revisi UU Pemberantasan Tipikor.
Revisi UU Pemberantasan Tipikor memuat sejumlah konvensi yang termuat dalam United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). Konvensi tersebut sudah diratifikasi Indonesia melalui UU No.6 Tahun 2007.
Kemudian, belum semua instansi penegak hukum mengangkat pejabat di posisi-posisi strategis melalui proses seleksi yang ketat. Karena tak mempertimbangkan LHKPN dan LHA PPATK untuk promosi. Kritik yang sama ditujukan bagi kementerian dan lembaga diluar institusi penegak hukum.
UKP4 juga menyoroti kinerja penegak hukum dalam memberantas korupsi. Yaitu, masih mengutamakan cara lama yang berorientasi pada memenjarakan orang saja. Namun belum optimal dalam pengembalian aset hasil korupsi.
“Termasuk koordinasi dan perencanaan antar instansi penegak hukum yang lemah kala menangani perkara korupsi,” lanjut Kuntoro.
Kendala lain adalah penerapan pembuktian terbalik masih minim, belum ada pembatasan transaksi tunai. Serta belum lahir ketentuan perampasan aset yang tidak jelas asal-usulnya.
Kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi yang dinilai UKP4 mengecewakan adalah lemahnya koordinasi lembaga pengawas eksternal maupun internal. Kecenderungannya, ego sektoral masih kuat. Hal itu dialami UKP4 karena permintaan mendapatkan data pembayar pajak tak diberikan Kementerian Keuangan.
“Karena Kemenkeu berdalih kerahasiaan pembayar pajak dilindungi oleh negara, seperti diatur Pasal 34 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan,” imbuh Staf Ahli UKP4, Yunus Husein.
Namun, UKP4 menilai ada pencapaian positip dari pelaksanaan kementerian dan lembaga melaksanakan Inpres 17 Tahun 2011. Yaitu peningkatan transparansi layanan publik semisal, publikasi ringkasan berkas perkara dan tuntutan di situ Kejaksaan. Kemudian, situs BPN yang mempublikasikan persyaratan, biaya dan waktu layanan pertanahan serta sistem pengaduan dan penanganan yang responsif. Ditambah, situs Kemenkeu yang mempublikasikan dokumen terkait anggaran.
Capaian lain adalah perbaikan layanan publik ditilik dari kecepatan dan kemudahan publik untuk mengakses. UKP4 juga bersyukur, mekanisme Whistle Blower dan Justice Collaboratormenuai hasil. Semisal dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum Asian Agri Group membayar Rp2,5 triliun karena mengemplang pajak.
Meski ada kemajuan dan capaian yang belum memuaskan, staf ahli UKP4 Mas Achmad Santosa menilai tetap ada kesempatan untuk menggapai hasil lebih baik. Itu karena, dari survei Badan Pencatat Statistik (BPS) tentang Survei Perilaku Antikorupsi Masyarakat menunjukkan dari skala 5, skor sekarang adalah 3,55. “Itu berarti perilaku masyarakat Indonesia masih cenderung antikorupsi,” tandas Ota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar