Asas-Asas Hukum Acara Perdata
1. . Hakim bersifat
menungggu
Azas ini mengandung arti, yaitu
inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang
berkpentingan. Jadi apakah ada perkara atau tuntutan hak akan diajukan
sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada
tuntutan hak atau penuntutan, maka tidak ada hakim (Wo kein klager ist, ist
kein richter, nemo judex sine actor). Jadi, yang mengajukan tuntutan
hak adalah pihak yang berkepentingan, sedang hakim bersikap menunggu datangnya
tuntutan hak yang diajukan kepadanyaDasarnya adalah HIR pasal 118 dan R.Bg
pasal 142.
HIR pasal 118
Gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan
negeri, harus dimasukan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
penggugat atau oleh wakilnya…
R.Bg pasal 142
Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang
peradilan negeri dilakukan oleh penghgugat atau oleh seseorang kuasantya yang
diangkat menurut ketentuan-ketentuan …
a.
Hakim bersifat pasif
Hakim dalam memeriksa
perkara serdikap pasif ,artinya ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang
diajukan kepadanya untuk diperiksa pada azasnya ditentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan Hakim. Atau dengan kata lain Hakim tidak boleh menentukan
luas dari pokok perkara, Hakim tidak boleh menambah atau mengurangi pokok
gugatan para pihak. Hakim hanya diperbolehkan aktif dalam hal-hal tertntu,
yaitu:
b.
. Memimpin sidang
Dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan Hakim bertindak memimpin
jalannya persidangan. Artinya Hakim yang mengatur dan mengarah tata tertib
pemeriksaan, juga Hakim berwenang menentukan hukum yang diterapkan serta ia
yang memutus perkara yang disengketakan. Sifat kedudukan Hakim yang aktif
sesuai dengan sistim yang dianut HIR dan R.Bg, antara lain;
- pemeriksaan persidangan secara langsung
- proses beracara secara lisan
2. .Mendamaikan kedua
belah pihak
Azas mendamaikan para pihak yang
berperkara sangat sejalan dengan tuntunan dan tuntutan ajaran moral. Sekedar
penegasan bahwa usaha mendamaikan sedapat mungkin diperankan Hakim secara
aktif, sebab bagaimana pun adilnya suatu putusan namun akan tetap lebih baik
dan lebih adil hasil perdamaian. Apalagi dalam perkara perceraian, usaha
mendamaikan merupakan beban yang diwajibkan sehingga sifatnya imperatif artinya
hakim harus berupaya secara optimal untuk bagaimana perceraian antara kedua
belah pihak tidak terjadi. Hakim aktif memberi petunjuk kepada para pihak yang
berperkara tentang upaya hukum dalam suatu putusan
Banyak di antara para pencari keadilan
yang tidak mampu dalam segala hal. Awam dalam hukum mengakibatkan ia harus
bergulat sendiri di hadapan sidang, menghadapi para pencari keadilan semacam
ini sangat memerlukan bantuan dan nasehat pengadilan. Mereka buta bagaimana
cara yang tepat mempergunakan hak melakukan upaya banding atau kasasi dan tidak
mampu merumuskan alas an-alasan memori banding dan memori kasasi. Disinilah
peran hakim untuk memberi petunjuk dan upaya-upaya hukum kepada para pihak yang
berperkara tentang upaya hukum dalam suatu putusan. Pasal 5 ayat 1 UU No. 14
tahun 1970 menyatakan bahwa ³pengadilan mengadili menuruthokum dengan tidak
membeda-bedakan orang´.Mendengar kedua belah pihak yang berperkaradikenal
dengan azas audi et alterampartem artinya Hakim tidak boleh
menerima keterangan darisalah satu pihak saja sebagai pihak yang benar, bila
pihak lawan tidak didengar atau tidak diberikesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya. Hal itu berarti bahwa pengajuan alat bukti harusdilakukan di muka
sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.[19]
Selain pasal 23 UU No. 14 Tahun 1970, dasar hukum yang lainnya dapat
ditemukan dalam
pasal 121 ayat (2), 132 a, HIR dan pasal 145 ayat (2), 157 R.Bg
3. .Persidangan terbuka
untuk umum (Openbaar)
Yang dimaksud dengan persidangan terbuka untuk umum adalah bahwa setiap
orang diperbolehkan
hadir dan mendengarkan serta menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara.
Tujuan azas ini adalah:
1.Untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang tidak memihak,
yakni dengan meletakan
peradilan dibawah penguasaan umum
2.Untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia
dalam bidang peradilan
3. Untuk lebih menjamin obyektivitas peradilan dengan
mempertanggung jawabkan
pemeriksaan yangfair serta putusan yang adil kepada
masyarakat.
Azas ini dijumpai dalam
pasal 17 dan 18 UU No. 14 Tahun 1970jo UU No 4 Tahun 2004tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 179 ayat (1), 317 HIR dan
pasal190 R.Bg..[18] Kecuali dalam perkara perceraiaan. Akan tetapi
walaupun pemeriksaan suatu perkaradilakukan tertutup untuk umum dalam perkara
perceraian, namun putusannya harus tetap dibacakandalam sidang terbuka untuk
umum. Putusan yang diucapakan dalam sidang yang tidak dinyatakanterbuka untuk
umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum
sertamengakibatkan batalnya putusan. Meskipun hakim tidak menyatakan
persidangan terbuka untukumum, akan tetapi di dalanm berita acara persidangan
dicatat bahwa persidangan dinyatakan terbukauntuk umum, maka putusan yang telah
dijatuhkan tetap sah.
4. . Ultra
petita partium
Artinya Hakim tidak boleh memberi putusan tentang sesuatu yang tidak
dituntut atau tidak diminta dalam petitum atau mengabulkan lebih dari pada yang
ditutuntut oleh penggugat. tetapi Hakim tidak dilarang memberi putusan yang
mengurangi isi dari tuntutan gugatan. Landasanya adalah pasal 178 ayat 3 HIR,
dan pasal 189 ayat 3 R.Bg..
Pasal 178 ayat 3 HIR
“Ia (Hakim) tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak
digugat, atau memberikan daripada yang digugat”.
Pasal 189 ayat 3 R.Bg.
“Hakim dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau
memberiklan lebih dari yang dimohon”.
5. . Persidangan
terbuka untuk umum (Openbaar)
Yang dimaksud dengan
persidangan terbuka untuk umum adalah bahwa setiap orang diperbolehkan hadir
dan mendengarkan serta menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara. Tujuan azas
ini adalah:
1. Untuk menjamin
pelaksanaan peradilan yang tidak memihak, yakni dengan meletakan peradilan
dibawah penguasaan umum
2. Untuk memberi
perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia dalam bidang peradilan
3.
Untuk lebih menjamin obyektivitas peradilan dengan mempertanggung jawabkan
pemeriksaan yang fairserta putusan yang adil kepada masyarakat.
Azas ini dijumpai dalam pasal 17 dan 18 UU No. 14 Tahun 1970 jo UU No
4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 179
ayat (1), 317 HIR dan pasal 190 R.Bg.. Kecuali dalam perkara perceraiaan.
Akan tetapi walaupun pemeriksaan suatu perkara dilakukan tertutup untuk umum
dalam perkara perceraian, namun putusannya harus tetap dibacakan dalam sidang
terbuka untuk umum. Putusan yang diucapakan dalam sidang yang tidak dinyatakan
terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum serta mengakibatkan batalnya putusan. Meskipun hakim tidak menyatakan
persidangan terbuka untuk umum, akan tetapi di dalanm berita acara persidangan
dicatat bahwa persidangan dinyatakan terbuka untuk umum, maka putusan yang
telah dijatuhkan tetap sah.
6. . Mendengarkan
kedua belah pihak
Di dalam hukum acara
perdata kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan
didengar bersama-sama. Dengan kata lain para pihak yang berperkara harus
diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingannya atau pihak-pihak
yang berperkara harus diperlakukan secara adil.
Pasal 5 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 menyatakan bahwa “pengadilan mengadili
menurut hokum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Mendengar kedua belah
pihak yang berperkara dikenal dengan azas audi et alterampartem artinya
Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja sebagai pihak
yang benar, bila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya. Hal itu berarti bahwa pengajuan alat bukti harus
dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.
Selain pasal 23 UU No.
14 Tahun 1970, dasar hukum yang lainnya dapat ditemukan dalam pasal 121 ayat
(2), 132 a, HIR dan pasal 145 ayat (2), 157 R.Bg.
7. Putusan harus
disertai alasan-alasan
Semua putusan
pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadili.
Karena dengan adanya alasan-alsan maka putusan mempunyai wibawa, dapat
dipertanggung jawabkan dan bernilai objektif. Menurut yurisprudensi suatu
putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan
pada tingkat kasasi untuk dibatalkannya putusan tersebut.
8. Berperkara
dikenakan biaya
Untuk berperkara pada
azasnya dikenakan biaya yang meliputi;
1. Biaya kepaniteraan dan
biaya materai
2. Biaya saksi, saksi
ahli, juru bahasa termasuk biaya sumpah
3. Biaya pemeriksaan
setempat dan perbuatan hakim yang lain
4. Biaya pemanggilan para
pihak yang berperkara
5. Biaya pelaksanaan
putusan, dan sebagainya.
Pengecualian dari azas
ini adalah bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat
mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk
dibebaskan dari pembayaraan biaya perkara, dengan mengajukan surat keterangan
tidak mampu dari kepala Desa/Lurah yang diketahui oleh Camat yang membawahi
domisili yang bersangkutan.
Dasar hukumnya adalah pasal 237 HIR “Orang-orang yang demikian, yang
sebagai penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara, akan tetapi tidak
mampu membayar biaya perkara dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak
berbiaya”.], demikian pula yang terdapat dalam pasal 273 R.Bg. “penggugat atau
tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk
berperkara tanpa biaya”.
9. . . Demi
keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa
Artinya, setiap kepala
putusan peradilan di Indonesia harus memuat kata-kata ini, yakni dengan
menyandarkan “demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”. Tidak dicantumkan
kata ini, maka putusan itu tidak mempunyai kekuatan hukum sama sekali, dalam
arti putusan tersebut tidak dapat dieksikusi dan tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial (daya memaksa). Dasarnya adalah UU No. 14 Tahun 1970.
10. Azas
sederhana, cepat dan biaya ringan
Yang dimaksud dengan
Azas sederhana, cepat dan biaya ringan adalah:
1. Sederhana, acara yang jelas,
mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Atau dengan kata lain suatu proses
pemeriksaan yang relatif tidak memakan waktu jangka waktu lama sampai
bertahun-tahun sesuai dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri.
2. Cepat, menunjuk kepada
jalannya peradilan dalam pemeriksaan dimuka sidang, cepat penyelesaian berita
acaranya sampai penandatanganan putusan dan pelaksanaan putusannya itu.
3. Biaya ringan, biaya
perkara pada pengadilan dapat dijangkau dan dipikul oleh masyarakat pencari
keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar