MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 333/KMK.0l/2000 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
dalam upaya untuk lebih meningkatkan Pengurusan Piutang Negara yang berhasil
guna dan berdaya guna, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 376/KMK01/1998 tentang Pengurusan Piutang
Negara, perlu ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan keadaan;
|
||
|
|
b.
|
bahwa
sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengurusan Piutang Negara;
|
||
Mengingat
|
:
|
1
|
Undang-undang
Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2104);
|
||
|
|
2
|
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3437);
|
||
|
|
3
|
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3632);
|
||
|
|
4
|
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
|
||
|
|
5
|
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3778);
|
||
|
|
6
|
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
|
||
|
|
7
|
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3889);
|
||
|
|
8
|
Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan
Urusan Piutang Negara;
|
||
|
|
9
|
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara;
|
||
|
|
10
|
|||
|
|
11
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 940/KMK.0l/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.Ol/1997;
|
||
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan
|
:
|
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PENGURUSAN PIUTANG NEGARA.
|
|||
|
|
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
|
|
Dalam
Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
|
|
1.
|
Piutang
Negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara,
berdasarkan suatu perjanjian, peraturan, atau sebab apapun.
|
||
|
|
2.
|
Badan
adalah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
|
||
|
|
3.
|
Panitia
adalah Panitia Urusan Piutang Negara, baik tingkat pusat maupun cabang.
|
||
|
|
4.
|
Kanwil
adalah Kantor Wilayah, Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
|
||
|
|
5.
|
Kantor
Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara pada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara.
|
||
|
|
6.
|
Penyerah
Piutang adalah lnstansi Pemerintah, Badan Negara baik tingkat Pusat maupun
Daerah termasuk Pemerintah Daerah dan Badan Usaha yang modal atau kekayaannya
sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh Negara atau dimiliki Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
|
||
|
|
7.
|
Penanggung
Hutang adalah badan atau orang termasuk penjamin perorangan yang berhutang
menurut perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan hutang
kepada Negara.
|
||
|
|
8.
|
Penjamin
Hutang adalah badan atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau
seluruh hutang Penanggung Hutang termasuk penjamin kebendaaan.
|
||
|
|
9.
|
Surat
Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) adalah surat yang ditandatangani
oleh Ketua Panitia Cabang yang menyatakan penerimaan penyerahan pengurusan
Piutang Negara dari Penyerah Piutang.
|
||
|
|
10.
|
Pernyataan
Bersama adalah surat Pernyataan pengukuhan hutang yang dibuat dan
ditandatangani oleh Ketua Panitia Cabang dan Penanggung Hutang dan atau
dengan Penjamin Hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang memuat jumlah hutang yang wajib dibayar kepada Negara dan
syarat-syarat penyelesaiannya.
|
||
|
|
11.
|
Surat
Paksa adalah surat perintah yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dikeluarkan oleh Ketua Panitia Cabang kepada
Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang untuk membayar sekaligus seluruh hutangnya
kepada Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
|
||
|
|
12.
|
Jurusita
Piutang Negara adalah Pegawai Badan yang diangkat oleh atau atas kuasa
Menteri Keuangan untuk melakukan tugas kejurusitaan.
|
||
|
|
13.
|
Penilai
Intern adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan
untuk melakukan penilaian atas barang jaminan dan atau harta kekayaan milik
Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang.
|
||
|
|
14.
|
Nilai
Pasar Wajar adalah perkiraan jumlah uang yang akan diperoleh dari transaksi
jual beli asset pada tanggal penilaian antara pembeli dan penjual dalam suatu
transaksi bebas ikatan yang penawarannya dilakukan secara layak tanpa
paksaan.
|
||
|
|
15.
|
Nilai
Likuidasi adalah perkiraan jumlah uang yang dapat diterima secara wajar dari
penjualan suatu asset dalam jangka waktu yang sangat singkat melalui
penjualan lelang.
|
||
|
|
16.
|
Nilai
Limit adalah nilai yang ditetapkan oleh Ketua Panitia Cabang berdasarkan
Nilai Likuidasi.
|
||
|
|
17.
|
Pencairan
adalah tindakan penjualan melalui lelang, penjualan diluar lelang maupun
penebusan barang jaminan dan atau harta kekayaan milik Penanggung Hutang
Penjamin Hutang yang dilakukan dalam rangka penyelesaian hutang.
|
||
|
|
18.
|
Penjualan
Lelang adalah pencairan barang jaminan dan atau harta kekayaan milik
Penanggung Hutang Penjamin Hutang yang dilakukan di muka umum di hadapan
pejabat lelang.
|
||
|
|
19.
|
Penjualan
Diluar Lelang adalah pencairan barang jaminan dan atau harta kekayaan milik
Penanggung Hutang Penjamin Hutang tanpa melalui lelang yang dilakukan oleh
pemilik dengan persetujuan Ketua Panitia Cabang.
|
||
|
|
20.
|
Penebusan
adalah kompensasi pembayaran yang dilakukan oleh pemilik barang jaminan atas
dikeluarkannya suatu barang sebagai jaminan.
|
||
|
|
21.
|
Pemeriksaan
adalah serangkaian upaya yang diIakukan oleh Pemeriksa guna memperoleh
informasi tentang bukti atas diri, kemampuan, harta kekayaan dari Penanggung
Hutang Penjamin/Hutang dan pihak lain yang bertanggungjawab dan atau
menemukan fisik barang jaminan dalam rangka penyelesaian Piutang Negara.
|
||
|
|
22.
|
Paksa
Badan (lifsdwang) yang dalam Undang-undang Nomor 49/Prp/1960 disebut dengan
sandera (gijzeling) adalah upaya penagihan dalam rangka penyelamatan uang
negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementarawaktu di suatu tempat
tertentu, terhadap debitur yang tergolong mampu namun tidak beritikad baik.
|
||
|
|
BAB II PENYERAHAN, PENERIMAAN, PENOLAKAN
DAN
PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
Bagian Pertama Penyerahan Pengurusan Piutang Negara Pasal 2 |
|||
|
|
(1)
|
Piutang
Negara Facia tingkat pertama diselesaikan oleh Penyerah Piutang yang
bersangkutan.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
hal penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil,
Penyerah Piutang yang bersangkutan wajib menyerahkan pengurusan piutang
tersebut kepada Panitia Cabang.
|
||
|
|
Pasal
3
|
|||
|
|
Penyerahan
pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disampaikan
kepada Panitia Cabang melalui Kantor Pelayanan disertai data/dokumen yang
berisi tentang hal-hal sebagai berikut:
|
|||
|
|
a.
|
penjelasan
singkat mengenai piutang yang memuat identifikasi dan keadaan usaha
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang, uraian singkat terjadinya piutang dan
sebab-sebab kemacetannya, kondisi atau keadaan barang jaminan dan upaya-upaya
penyelesaian piutang yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
|
||
|
|
b.
|
perikatan,
peraturan dan atau dokumen lainnya yang membuktikan adanya piutang;
|
||
|
|
c.
|
rekening
koran, mutasi piutang atau dokumen lainnya yang memuat jumlah piutang dengan
rincian hutang pokok, bunga, beban-beban dan atau kewajiban keuangan lainnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
|
||
|
|
d.
|
identitas
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang;
|
||
|
|
e.
|
daftar
dan dokumen barang jaminan serta pengikatannya dalam hat piutang yang
diserahkan masih didukung oleh barang jaminan;
|
||
|
|
f.
|
surat
pemberitahuan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang menyatakan bahwa
pengurusan hutangnya diserahkan kepada Panitia Cabang;
|
||
|
|
g.
|
surat
Pernyataan kesanggupan/kesediaan penyerah piutang untuk meroya Hipotik/
crediet verband/Hak Tanggungan/Fidusia;
|
||
|
|
h.
|
data/dokumen
lainnya yang dianggap perlu oleh Penyerah Piutang.
|
||
|
|
Pasal
4
|
|||
|
|
Batas
minimal besamya Piutang Negara yang diserahkan pengurusannya kepada Panitia
Cabang adalah Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap kasus dengan
ketentuan bahwa batas minimal dimaksud tidak berlaku bagi piutang lnstansi
Pemerintah dan Badan Negara baik tingkat pusat maupun daerah.
|
|||
|
|
Bagian Kedua
Penerimaan dan Penolakan Pengurusan Piutang Negara Pasal 5 |
|||
|
|
(1)
|
Kantor
Pelayanan meneliti syarat-syarat penyerahan pengurusan Piutang Negara yang
harus dipenuhi oleh Penyerah Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
hal basil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah memenuhi
persyaratan atau dapat dibuktikan adanya dari besamya Piutang Negara, Panitia
Cabang menerima penyerahan pengurusan Piutang Negara dari Penyerah Piutang
dengan menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).
|
||
|
|
(3)
|
Dalam
hal kelengkapan syarat-syarat penyerahan pengurusan Piutang Negara tidak
dapat dipenuhi Penyerah Piutang sehingga tidak dapat dibuktikan adanya dan
besamya Piutang Negara, Panitia Cabang menolak untuk menerima penyerahan
pengurusan Piutang Negara dengan menerbitkan Surat Penolakan Pengurusan
Piutang Negara.
|
||
|
|
Pasal
6
|
|||
|
|
(1)
|
Dengan
diterbitkannya SP3N sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), pengurusan
Piutang Negara beralih kepada Panitia Cabang dan penyelenggaraan pengurusan
Piutang Negara dimaksud dilakukan oleh Kantor Pelayanan.
|
||
|
|
(2)
|
Dengan
beralihnya pengurusan Piutang Negara kepada Panitia Cabang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Penyerah Piutang wajib menyerahkan semua dokumen
asli kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya kepada Kantor Pelayanan.
|
||
|
|
Bagian Ketiga
Pengembalian Pengurusan Piutang Negara Pasal 7 |
|||
|
|
(1)
|
Dalam
hal terhadap kasus Piutang Negara yang sedang dilakukan pengurusan oleh
Kantor Pelayanan yang perkembangan selanjutnya diselesaikan oleh instansi
lain yang berwenang karena kaitannya dengan masalah pidana, pengurusan
Piutang Negara terse but menjadi tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
|
||
|
|
(2)
|
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk Tuntutan
Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi.
|
||
|
|
(3)
|
Berkas
Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembalikan oleh Panitia
Cabang kepada Penyerah Piutang.
|
||
|
|
BAB III PELAKSANAAN PENGURUSAN PIUT ANG NEGARA Bagian Pertama Penetapan Besarnya Piutang Negara Pasal 8 |
|||
|
|
Dalam
menetapkan besamya Piutang Negara, Kantor Pelayanan melakukan penelitian
terhadap datal dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
|||
|
|
Pasal
9
|
|||
|
|
(1)
|
Penetapan
besamya jumlah Piutang Negara perbankan didasarkan atas peraturan tentang
kategori kredit perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan
ketentuan bunga, denda dan ongkos yang dapat dibebankan maksimal selama 6
(enam) bulan setelah kredit dikategorikan macet.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
menetapkan besamya Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka:
|
||
|
|
|
a.
|
pembayaran
angsuran yang dilakukan oleh Penanggung Hutang setelah piutang dinyatakan
macet diperhitungkan sebagai pengurangan;
|
|
|
|
|
b.
|
biaya
pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan hipotikf crediet
verbandfhak tanggungan/ fidusia, perpanjangan hak atas tanah yang masa
berlakunya telah habig, pengukqhan hak atas tanah dari biaya-biaya lainnya
sesuai yang diperjanjikan diperhitungkan sebagai penambahan.
|
|
|
|
Pasal
10
|
|||
|
|
(1)
|
Penetapan
besamya jumlah Piutang Negara non perbankan didasarkan atas perhitungan pada
saat piutang tersebut jatuh tempo, dengan ketentuan, bunga, denda dan atau
beban lainnya apabila ada sesuai dengan perjanjian atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku, hanya dapat diperhitungkan paling lama 6 (enam) bulan
setelah jatuh tempo, kecuali ditetapkan tersendiri berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
menetapkan besamya Piutang Negara non perbankan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1):
|
||
|
|
|
a.
|
pembayaran
angsuran yang dilakukan oleh Penangung Hutang setelah piutang dinyatakan
macet diperhitungkan sebagai pengurangan;
|
|
|
|
|
b.
|
biaya
pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan hipotik/Crediet
Verband/Hak Tanggungan/Fidusia, perpanjangan hak atas tanah yang masa
berlakunya telah habis, pengukuhan hak atas tanah dan biaya-biaya lainnya
sesuai yang diperjanjikan diperhitungkan sebagai penambahan.
|
|
|
|
Bagian Kedua
Panggilan Pasal 11 |
|||
|
|
(1)
|
Kantor
Pelayanan melakukan pemanggilan secara tertulis kepada Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang dalam rangka penyelesaian hutang.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
hat Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi surat panggilan, Kantor
Pelayanan melakukan panggilan kedua sebagai panggilan terakhir.
|
||
|
|
Pasal
12
|
|||
|
|
Dalam
hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang menghilang atau tidak mempunyai tempat
tinggal atau tempat kediaman yang dikenal di Indonesia, Kantor Pelayanan
melakukan pemanggilan melalui surat kabar harian dan atau media massa
lainnya.
|
|||
|
|
Bagian Ketiga
Pernyataan Bersama (PB) Pasal 13 |
|||
|
|
(1)
|
Untuk
memperoleh kepastian besamya Piutang Negara yang wajib diselesaikan serta
syarat-syarat penyelesaiannya, Kantor Pelayanan melakukan wawancara dengan
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang dituangkan dalam PB yang.
ditandatangani oleh Panitia Cabang dan Penanggung Hutang dan atau dengan
Penjamin Hutang.
|
||
|
|
(2)
|
PB
mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan hakim dalam perkara
perdata yang mempunyai kekuatan hukum pasti.
|
||
|
|
(3)
|
Jangka
waktu penyelesaian hutang yang ditetapkan dalam PB paling lama 12 (duabelas)
bulan sejak PB ditandatangani.
|
||
|
|
(4)
|
Pengecualian
atas jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya
dapat dipertimbangkan bilamana memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (4).
|
||
|
|
(5)
|
Dalam
hat Penanggung Hutang/Penjamin Hutang mengakui jumlah hutang namun tidak
sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), PB tetap dibuat yang memuat adanya dan besamya Piutang Negara.
|
||
|
|
Pasal
14
|
|||
|
|
Dalam hal
PB tidak dapat dibuat karena Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi
panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 alan Pasal 12 atau Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang menolak menandatangani PB tanpa alasan yang sah,
Panitia Cabang menetapkan jumlah Piutang Negara yang wajib dilunasi oleh
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dengan menerbitkan surat Penetapan Jumlah
Piutang Negara (PJPN).
|
|||
|
|
Pasal
15
|
|||
|
|
(1)
|
Penyelesaian
pembayaran Piutang Negara yang ditctapkan dalam PB dapat dilakukan secara
tunai atau dengan mengangsur.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
hal pembayaran dilakukan dengan cara mengangsur, pelaksanaan pembayaran
dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan ketentuan setiap angsuran tidak
boleh melebihi semesteran.
|
||
|
|
(3)
|
Pelaksanaan
pembayaran Piutang Negara dilakukan melalui bank yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan atau tempat pembayaran lain yang lebih lanjut ditentukan
oleh Kepala Badan.
|
||
|
|
(4)
|
Dalam
hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam PB, Kantor Pelayanan memberikan peringatan tertulis kepada
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk memenuhi kewajibannya yang ditetapkan
dalam PB.
|
||
|
|
Bagian Keempat
Pemberian Keringanan Hutang dan Jangka Waktu Pasal 16 |
|||
|
|
(1)
|
Terhadap
penetapan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10 dan
Pasal 13 ayat (4) dapat diberikan keringanan baik yang menyangkut jumlah
bunga, denda dan ongkos/beban lainnya dan atau keringanan jangka waktu
pembayaran hutang melebihi 12 (dua belas) bulan.
|
||
|
|
(2)
|
Pemberian
keringanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila cara
tersebut lebih menguntungkan dari pada cara penyelesaian lainnya.
|
||
|
|
(3)
|
Kepala
Badan diberi kewenangan untuk memberikan keringanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kanwil dan atau Kepala
Kantor Pelayanan.
|
||
|
|
(4)
|
Syarat-syarat
dan tata cara pemberian keringanan lebih lanjut diatur oleh Kepala Badan.
|
||
|
|
Bagian Kelima
Barang Jaminan Yang Diikat Sempurna Pasal 17 |
|||
|
|
(1)
|
Dalam
hat barang jaminan telah diikat secara sempuma, proses pengurusannya dapat
dilaksanakan terlebih dahulu sesuai hukum pengikatan jaminan yang berlaku
sebagai bagian penyelesaian dari seluruh hutang Penanggung Hutang tanpa
menunggu diterbitkannya PB atau surat PJPN.
|
||
|
|
(2)
|
Sepanjang
barang jaminan telah diikat secara sempuma, walaupun ada Pernyataan pailit,
pengurusan Piutang Negara tetap dilaksanakan.
|
||
|
|
Bagian Keenam
Penataan dan Pengamanan Barang Jaminan Pasal 18 |
|||
|
|
Kantor
Pelayanan melakukan penataan dan pengamanan barang jaminan Piutang Negara
baik pisik maupun dokumennya.
|
|||
|
|
Pasal
19
|
|||
|
|
(1)
|
Kantor
Pelayanan dapat melakukan pemblokiran barang jaminan dan atau harta kekayaan
milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melalui instansi yang berwenang.
|
||
|
|
(2)
|
Kantor
Pelayanan mencabut pemblokiran barang jaminan dan atau harta kekayaan milik
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dan atau pihak lain yang menurut
Undang-undang Perseroan harus bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dalam hal:
|
||
|
|
|
a.
|
Piutang
Negara dinyatakan lunas;
|
|
|
|
|
b.
|
Pengurusan
Piutang Negara dinyatakan selesai;atau
|
|
|
|
|
c.
|
Barang
jaminan dan atau harta kekayaan dimaksud tidak atau tidak lagi menjadi barang
jaminan Piutang Negara.
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pencegahan Bepergian Ke Luar Negeri Pasal 20 |
|||
|
|
(1)
|
Untuk
pengamanan dan kelancaran pelaksanaan pengurusan Piutang Negara, Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang dan atau pihak lain yang menurut Undang-undang
Perseroan harus bertanggung jawab dapat dicegah untuk bepergian ke luar
negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
||
|
|
(2)
|
Tindakan
pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan
alas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan segi efektivitas dan
efisiensi dalam pengurusan Piutang Negara.
|
||
|
|
(3)
|
Terhadap
tindakan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan
penangguhan sementara dengan pertimbangan karena menjalankan tugas negara,
melaksanakan ibadah agama atau karena adanya kebutuhan perawatanj pengobatan
di luar negeri, atau alasan kemanusiaan atau perjalanan bisnis dalam rangka
penyelesaian Piutang Negara.
|
||
|
|
(4)
|
Kepala
Badan melaporkan kepada Menteri Keuangan secara periodik setiap semester,
tindakan pencegahan yang telah dilakukan dan perkembangan penyelesaiannya
|
||
|
|
Bagian Kedelapan
Surat Paksa Pasal 21 |
|||
|
|
Penagihan
sekaligus dengan Surat Paksa dilakukan dalam hal :
|
|||
|
|
a.
|
Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam PB,
setelah terlebih dahulu diberi peringatan tertulis sebagaimana dimaksuddalam
Pasal 15 ayat (4).
|
||
|
|
b.
|
Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang menandatangani PB yang hanya berisi pengakuan hutang.
|
||
|
|
c.
|
PJPN
telah diterbitkan dan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak melunasinya.
|
||
|
|
Pasal
22
|
|||
|
|
a.
|
Panitia
Cabang menerbitkan Surat Paksa yang ditandatangani oleh Ketua Panitia Cabang.
|
||
|
|
b.
|
Surat
Paksa diberitahukan oleh Jurusita Piutang Negara kepada Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang di tempat tinggal atau tempat kediaman Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang.
|
||
|
|
c.
|
Dalam
hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak mempunyai tempat tinggal atau
tempat kediaman yang dikenal di Indonesia atau menghilang, Surat Paksa
diberitahukan dengan menempelkan salinan Surat Paksa tersebut pada pintu
utama Kantor Pelayanan atau dimuat dalam surat kabar harian.
|
||
|
|
Bagian Kesembilan
Penyitaan Pasal 23 |
|||
|
|
(1)
|
Panitia
Cabang menerbitkan Surat Perintah Penyitaan yang ditandatangani oleh Ketua
Panitia Cabang.
|
||
|
|
(2)
|
Penyitaan
atas barang jaminan dari atau harta kekayaan milik Penanggung Hutang/Penjamin
Hutang dari atau pihak lain yang menurut Undang-undang Perseroan harus
bertanggung jawab dilakukan apabila ketentuan dalam Surat Paksa tidak
dipenuhi oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.
|
||
|
|
(3)
|
Penyitaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh Jurusita Piutang Negara
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang telah berumur 21 (duapuluh
satu) tahun atau telah menikah dan dituangkan dalam berita acara penyitaan
serta diumumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
|
||
|
|
Pasal
24
|
|||
|
|
(1)
|
Panitia
Cabang menerbitkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan yang ditandatangani
oleh Ketua Panitia Cabang.
|
||
|
|
(2)
|
Pengangkatan
penyitaan dilakukan dalam hal:
|
||
|
|
|
a.
|
Piutang
Negara dinyatakan tunas;
|
|
|
|
|
b.
|
Pengurusan
Piutang Negara dinyatakan selesai; atau
|
|
|
|
|
c.
|
Barang
jaminan dan atau harta kekayaan dimaksud tidak atau tidak lagi menjadi barang
jaminan Piutang Negara.
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Penilaian Pasal 25 |
|||
|
|
(1)
|
Barang
yang akandicairkan harus dinilai terlebih dahulu oleh Penilai Intern atau
Penilai Ekstern.
|
||
|
|
(2)
|
Tata
cara penilaian diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan.
|
||
|
|
Pasal
26
|
|||
|
|
(1)
|
Hasil
penilaian yang dibuat oleh Penilai Intern atau Penilai Ekstern berlaku selama
6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal laporan hasil penilaian.
|
||
|
|
(2)
|
Masa
berlakunya basil penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diperpanjang satu kali selama-lamanya 1 (satu) tahun atau diperpendek kurang
dari 6 (enam) bulan olen Kepala Kantor Pelayanan, berdasarkan basil
peninjauan ulang atau usulan dari penilai.
|
||
|
|
Bagian Kesebelas
Penjualan Lelang Pasal 27 |
|||
|
|
(1)
|
Panitia
Cabang menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan yang ditandatangani
oleh Ketua Panitia Cabang.
|
||
|
|
(2)
|
Penjualan
lelang barang sitaan dilakukan apabila Penanggung Hutang/Penjamin Hutang
tidak menyelesaikan nutangnya kepada Negara, sebagaimana ditetapkan dalam
Berita Acara Penyitaan.
|
||
|
|
(3)
|
Penjualan lelang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diumumkan dalam surat kabar harian dan atau media
massa lainnya.
|
||
|
|
(4)
|
Pelaksanaan
penjualan lelang dilakukan melalui Kantor Lelang Negara.
|
||
|
|
(5)
|
Dalam
hal terdapat beberapa barang sitaan yang akan dilelang Penanggung Hutang
dapat mengajukan permohanan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
guna menentukan urut- urutan penjualannya.
|
||
|
|
(6)
|
Dalam hal Penanggung Hutang tidak
mengajukan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Kantor Pelayanan
dapat menentukan urut-urutan penjualan lelang atas barang-barang dimaksud.
|
||
|
|
Pasal
28
|
|||
|
|
Penjualan
lelang pada prinsipnya tidak dapat ditunda kecuali adanya keputusan
Pangadilan yang telah mempunyai kekuatan eksekutorial atau persyaratan lelang
tidak dipenuhi atau adanya pertimbangan pembayaran dalam penyelesaian hutang
yang besamya ditetapkan oleh Kepala Badan dengan memperhatikan nilai barang
jaminan dan atau jumlah hutang.
|
|||
|
|
Pasal
29
|
|||
|
|
Penjualan
lelang yang akan dilaksanakan pada prinsipnya tidak dapat dibatalkan kecuali
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melunasi hutang atau barang yang akan
dilelang disita pidana atau barang yang akan dilelang musnah atau barang
jaminan telah dicairkan diluar lelang.
|
|||
|
|
Pasal
30
|
|||
|
|
(1)
|
Nilai
Limit barang yang akan dijuallelang ditetapkan oleh Ketua Panitia Cabang
dengan berpedoman pada Nilai Likuidasi yang disampaikan oleh Penilai Intern
dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan nilai pasar barang jaminan yang
bersangkutan.
|
||
|
|
(2)
|
Dalam
bal penilaian dilakukan oleh Peniiai Ekstern, Nilai Limit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebesar NiIai Pasar Wajar dikurangi
resiko-resiko penjualan lelang dengan ketentuan besamya Nilai Limit dimaksud
mininal sama dengan NiIai Likuidasi.
|
||
|
|
(3)
|
Penjualan
lelang sekurang-kurangnya sama dengan Nilai Limit.
|
||
|
|
(4)
|
Nilai
Limit dari penjualan lelang barang jaminan yang sudah berhasil dilaksanakan
dilaporkan secara tertulis oleh Kepala Kantor Pelayanan kepada Kepala Kanwil
selaku atasan langsung.
|
||
|
|
Bagian
Keduabelas
Penjualan Diluar Lelang dan Penebusan Pasal 31 |
|||
|
|
(1)
|
Penanggung
Hutang dan atau Penjamin Hutang selaku pemilik barang jaminan dapat
melaksanakan penjualan diluar lelang barang jaminan dan atau harta kekayaan
lainnya untuk penyelesaian Piutang Negara dengan persetujuan Ketua Panitia
Cabang.
|
||
|
|
(2)
|
Penjualan
diluar lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada Nilai Pasar
Wajar dari laporan hasil penilaian Penilai Intern atau Penilai Ekstern.
|
||
|
|
(3)
|
Dalam
hal Nilai Pasar Wajamya di bawah nilai Hipotik/Crediet Verband/Hak
Tanggungan/Fidusia, untuk penjualan diluar lelang terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan dan Penyerah Piutang.
|
||
|
|
(4)
|
Dalam
hal Penyerah Piutang mengajukan keberatan atas nilai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3), Penyerah Piutang wajib menyampaikan secara tertulis
alasan-alasan keberatan dimaksud kepada Ketua Panitia Cabang
selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari sejak surat permintaan persetujuan
diterima oleh Penyerah Piutang.
|
||
|
|
Pasal
32
|
|||
|
|
(1)
|
Penjamin
Hutang dapat menebus barang miliknya yang diikat sebagai barang jaminan
Piutang Negara sepanjang nilai penebusan besamya sama dengan nilai Hipotik/
Crediet Verband/Hak Tanggungan/Fidusia.
|
||
|
|
(2)
|
Penebusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mendapat persetujuan dari Ketua
Panitia Cabang.
|
||
|
|
(3)
|
Penebusan
barang jaminan dapat dilakukan dibawah nilai Hipotik/Crediet Verband/Hak
Tanggungan/Fidusia sepanjang dapat dibuktikan bahwa Nilai Pasar Wajar dari
barang yang dimaksud besamya dibawah nilai Hipotik/Crediet Verband/Hak
Tanggungan/Fidusia yang didasarkan pada laporan basil penilaian dari Penilai
Intern atau Penilai Ekstern.
|
||
|
|
(4)
|
Penebusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan dari Penyerah Piutang dan Penanggung Hutang.
|
||
|
|
(5)
|
Dalam hal pemilik barang jaminan
telah melunasi niIai penebusan, Penyerah Piutang wajib meroya hipotik/
crediet verband/hak tanggungan/ fidusia.
|
||
|
|
Bagian Ketigabelas
Pernyataan Pelunasan dan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Pasal 33 |
|||
|
|
Dalam
hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melunasi hutang Penanggung Hutang yang
wajib dilunasi kepada Negara, Ketua Panitia Cabang segera menerbitkan Surat
Pernyataan Piutang Negara Lunas.
|
|||
|
|
Pasal
34
|
|||
|
|
Dalam
hal Penyerah Piutang menarik kembali pengurusan Piutang Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, Ketua Panitia Cabang segera menerbitkan Surat
Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Selesai.
|
|||
|
|
Bagian
Keempatbelas
Piutang Negara Yang Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih Pasal 35 |
|||
|
|
(1)
|
Piutang
Negara ditetapkan sebagai Piutang Negara yang untuk sementara belum dapat
ditagih, dalam hal masih terdapat sisa Piutang Negara, namun :
|
||
|
|
|
a.
|
Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan; dan
|
|
|
|
|
b.
|
Barang
jaminan tidak ada atau telah dicairkan atau tidak lagi mempunyai nilai
ekonomis atau bermasalah yang sulit diselesaikan.
|
|
|
|
(2)
|
Ketua
Panitia Cabang menetapkan dan memberitahukan secara tertulis Piutang Negara
yang untuk sementara belum dapat ditagih kepada Penyerah Piutang.
|
||
|
|
(3)
|
Pengurusan
Piutang Negara yang untuk sementara belum dapat ditagih akan dilanjutkan
bilamana dalam perkembangan selanjutnya Penanggung Hutang/Penjamin Hutang
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya dengan memperhatikan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
||
|
|
(4)
|
Penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dipergunakan sebagai dasar bagi
Penyerah Piutang untuk mengusulkan penghapusbukuan piutang dari pembukuan
Penyerah Piutang sesuai prosedur yang berlaku bagi Penyerah Piutang yang
bersangkutan.
|
||
|
|
Bagian Kelimabelas
Pemeriksaan Pasal 36 |
|||
|
|
(1)
|
Dalam
rangka penyelesaian Piutang Negara, Kantor Pelayanan dapat melakukan
pemeriksaan.
|
||
|
|
(2)
|
Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
efisiensi dan efektivitas.
|
||
|
|
(3)
|
Tata
cara pemeriksaan akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
|
||
|
|
Bagian Keenambelas
Paksa Badan (lijfsdwang) Pasal 37 |
|||
|
|
(1)
|
Ketua
Panitia Cabang dapat menerbitkan surat perintah Paksa Badan (Lijfsdwang).
|
||
|
|
(2)
|
Tata
cara penerbitan Paksa Badan akan diatur diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
|
||
|
|
Bagian Ketujuhbelas
Penarikan Kembali Piutang Negara Pasal 38 |
|||
|
|
(1)
|
Penyerah
Piutang dapat menarik kembali pengurusan Piutang Negara untuk menyehatkan
usaha Penanggung Hutang dengan persetujuan Ketua Panitia Cabang.
|
||
|
|
(2)
|
Untuk
menarik kembali Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Penyerah
Piutang menyampaikan usul rencana penyehatan yang memuat analisis kelayakan
usaha Penanggung Hutang untuk menyelesaikan hutang.
|
||
|
|
(3)
|
Penarikan
kembali pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan 1 (satu) kali untuk setiap kasus Piutang Negara.
|
||
|
|
BAB IV
BIAYA ADMINISTRASI PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Pasal 39 |
|||
|
|
(1)
|
Setiap
pengurusan Piutang Negara dipungut Biaya Administrasi Pengurusan Piutang
Negara.
|
||
|
|
(2)
|
Biaya
Administrasi Pengurusan Piutang Negara dibebankan kepada Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang dan dikenakan terhitung mulai tanggal diterbitkannya
SP3N.
|
||
|
|
(3)
|
Biaya
Administrasi Pengurusan Piutang Negara merupakan Penerimaan Negara Bukan
Pajak dan harus disetorkan ke Kas Negara sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
|
||
|
|
(4)
|
Biaya
Administrasi Pengurusan Piutang Negara dikenakan dari jumlah hutang yang
wajib dilunasi/diselesaikan Oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang, tidak
termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) huruf b dan Pasal10 ayat (2) huruf b.
|
||
|
|
Pasal
40
|
|||
|
|
(1)
|
Besamya Biaya Administrasi
Pengurusan Piutang Negara ditetapkan sebagai berikut :
|
||
|
|
|
a.
|
1% (satu
per seratus) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi diselesaikan, bagi
Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang melunasi hutangnya paling lambat 3
(tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkannya SP3N;
|
|
|
|
|
b.
|
10%
(sepuluh per seratus) dari jumlah hutang yang wajib dilunasij diselesaikan,
bagi Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang melunasi hutangnya melampaui 3
(tiga) bulan setelah SP3N diterbitkan.
|
|
|
|
(2)
|
Biaya
Administrasi Pengurusan Piutang Negara dipungut dari setiap pembayaran yang dilakukan
oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang sesuai persentase sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
|
||
|
|
Pasal
41
|
|||
|
|
(1)
|
Biaya
Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk penarikan kembali pengurusan
Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ditetapkan sebesar 21/2%
(dua setengah per seratus) dari sisa jumlah hutang yang wajib dilunasij
diselesaikan oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.
|
||
|
|
(2)
|
Pengembalian
kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak dikenakan Biaya Administrasi
Pengurusan Piutang Negara.
|
||
|
|
BAB V PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA Pasal 42 |
|||
|
|
Kepala
Badan memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan mengenai usul
penghapusan Piutang Negara dari instansi pemerintah dan atau badan-badan
negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan.
|
|||
|
|
BAB VI KERJASAMA DENGAN PIHAK KETIGA Pasal 43 |
|||
|
|
(1)
|
Dalam
rangka melaksanakan tugasnya, Badan dapat melakukan kerjasama dengan instansi
pemerintah dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian dibidang
pengelolaan asset yang meliputi:
|
||
|
|
|
a.
|
Pemeriksaan
barang jaminan;
|
|
|
|
|
b.
|
Penilaian
barang jaminan;
|
|
|
|
|
c.
|
Pengelolaan
barang jaminan;
|
|
|
|
|
d.
|
Pemasaran
barang jaminan.
|
|
|
|
(2)
|
Selain
kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Badan dapat melakukan
kerjasama dalam bentuk lainnya yang berkaitari dengan pelayanan dan
pengurusan Piutang Negara.
|
||
|
|
(3)
|
Dalam
rangka melaksanakan kerja sama dengan pihak ketiga, biaya-biaya yang
merupakan imbalan jasa pihak ketiga dapat dibebankan kepada Penanggung
Hutang/Penjamin Hutang, Penyerah Piutang dan atau Badan.
|
||
|
|
(4)
|
Ketentuan
mengenai tata cara kerja sama dengan pihak ketiga, baik tentang bentuk,
jangka waktu maupun pembebanan imbalan jasa pihak ketiga diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan.
|
||
|
|
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 |
|||
|
|
Terhadap
kasus piutang yang pengurusannya belum selesai berdasarkan ketentuan lama,
diproses berdasarkan ketentuan lama sampai kasus dimaksud selesai.
|
|||
|
|
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 |
|||
|
|
Pada
saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 376/KMK.01/1998 dan ketentuan pelaksanaannya yang bertentangan dengan
Keputusan Menteri Keuangan ini dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
Pasal
46
|
|||
|
|
Pelaksanaan
teknis Keputusan Menteri Keuangan ini diatur oleh Ketua Panitia Pusat dan
atau Kepala Badan.
|
|||
|
|
Pasal
47
|
|||
|
|
Keputusan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2000. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG SUDIBYO. |
|
|
|
|
|
Jumat, 05 April 2013
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 333/KMK.0l/2000
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar