Baru-baru ini lembaga pemeringkat utang internasional Standar & Poor’s (S&P) memangkas peringkat utang Indonesia. Meski sikap S&P tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan Indonesia menjadi investment grade dalam 12 bulan ke depan sangat kecil, Bank Indonesia (BI) menilai tak akan mempengaruhi masuknya investor asing ke dalam negeri.
Alasannya, kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, lantaran kondisi ekonomi fundamental Indonesia hingga kini masih kuat. Bukan hanya itu, konsumsi swasta juga tercatat tetap menjadi sumber pendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Terlebih lagi, kelas menengah di Indonesia yang semakin lama semakin meningkat jumlahnya.
“Second komiditi menjadi first komoditi akan jadi sumber pertumbuhan dan pasar peluang bisnis. Dengan dukungan swasta yang tetap akan kuat, tetap akan menarik kegiatan (bisnis, red) dalam negeri maupun dari luar negeri,” tutur Perry di Jakarta, Jumat (3/5).
Sejalan dengan itu, BI berharap pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat menekan inflasi jangka pendek. Misalnya kebijakan terkait infrastruktur, fiskal dan perindustrian dengan tujuan meningkatkan pasar bisnis dalam negeri. Sejumlah cara ini diharapkan dapat memperkecil risiko kerentanan stabilitas rupiah dalam jangka pendek.
Menurut Perry, bukan hanya pemerintah saja yang memiliki kewajiban mengeluarkan kebijakan yang mendorong perekonomian dalam negeri. BI selaku Bank Sentral turut punya andil. Salah satu kebijakan yang pernah dikeluarkan BI untuk memperkuat stabilitas ekonomi adalah diterbitkannya Surat Edaran No.14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Ia mengatakan, dengan adanya kebijakan Down Payment (DP) untuk kendaraan bermotor ini berfungsi menurunkan impor kendaraan dari luar negeri. Dengan begitu, produksi dalam negeri dapat di tingkatkan sehingga memperkecil angka impornya.
“Kebijakan DP membantu memperbaiki menurunkan impor. Itulah peran BI dalam rangka ikut perbaiki struktur ekonomi,” kata Perry.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, kredit investasi Indonesia masih kuat, bahkan arus modal asing yang masuk dalam kaitannya dengan investasi juga baik. Hal ini tercermin dari rasio dana asing yang berada di surat berharga negara masih tetap tinggi, yakni sekitar 32,6 persen.
“Saya kira secara keseluruhan kalau investor yang jangka waktu panjang, dia tentu akan tetap datang,” katanya.
Terkait sikap S&P yang memangkas peringkat utang Indonesia, Halim menilai, hal tersebut tak akan memicu dua lembaga rating lain untuk menanggalkan status investment grade Indonesia. Dua lembaga rating tersebut adalah Fitch Ratings dan Moody’s Investor Service.
“Kita sudah investment grade dari Fitch dan Moody’s. Keduanya masih beri investment grade,” katanya.
Halim mengatakan, pemangkasan peringkat utang Indonesia dari posisi positive outlook menjadi stable outlook tersebut oleh S&P tidak akan mempengaruhi pasar di Tanah Air. Hal ini dikarenakan ekonomi Indonesia secara fundamental masih kuat. Ia berharap, kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan pemerintah nantinya semakin memperkuat perekonomian Indonesia.
“Kalau secara jangka yang panjang kita yakin ekonomi kita masih kuat, fundamental ekonomi kita tidak buruk-buruk amat, perekonomian global dan Asia sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan, ekspor kita juga sudah mulai membaik, beberapa pasar yang tertekan sekarang sudah membaik juga,” tutur Halim kepada wartawan.
Bahkan, lanjut Halim, dari sektor keuangan dan perbankan juga masih kuat. Hal ini terlihat dari likuiditas yang cukup, terdapatnya modal yang tinggi serta Non Performing Loan (NPL) yang masih terjaga.
“Dari sisi perbankan, sektor keuanganlah yang menjadi jangkar stabilitas di pasar keuangan tetap baik tidak ada masalah,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar