Berdasarkan penjelasan dan pertanyaan Anda di atas, maka kami berasumsi bahwa properti yang Anda ingin beli adalah rumah dan tanah yang berada di dalam kompleks perumahan yang dibangun oleh developer. Dalam hal ini, sebelumnya penjual telah membeli rumah tersebut dari developer yang membangun kompleks perumahan tersebut.
Dalam praktiknya, nama yang terdapat dalam Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”) terkadang berbeda dengan sertifikat kepemilikan hak atas tanah. Hal ini biasanya dapat ditemukan dalam praktik jual beli perumahan yang dijual oleh developer. Yakni, pembangunan dilakukan dengan dasar IMB atas nama pembeli, namun sertifikat hak atas tanah masih atas nama developer. Hal ini karena; (i) hak atas tanah belum dipecahkan dari sertifikat induk, sehingga belum dialihkan kepada pembeli, atau (ii) sertifikat sudah dipecah dari sertifikat induk namun belum dialihkan ke atas nama pembeli.
Perbedaan nama pada IMB dengan nama pada sertifikat hak atas tanah, secara prinsip dimungkinkan berdasarkan asas pemisahan horizontal sebagaimana yang dianut dalam peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan bangunan di Indonesia. Permohonan IMB tidak harus mutlak dilakukan oleh pemilik hak atas tanah, hal ini tercermin dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan PelaksanaanUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP No. 36/2005”), yang menyebutkan bahwa setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun pihak lain. Dalam hal tanahnya merupakan milik dari pihak lain, bangunan gedung hanya dapat didirikan dengan izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah.
Dalam kebiasaannya, praktik jual beli rumah yang dilakukan antara developerdengan pembeli akan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada tahap awal, pihak pembeli akan melakukan pemesanan atas rumah yang akan dibelinya dengan menandatangani surat konfirmasi pemesanan. Lalu, setelah itu dilanjutkan dengan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”), dan baru dilanjutkan ke penandatanganan Akta Jual Beli (“AJB”) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”).
Karena itu, Anda perlu terlebih dahulu meminta konfirmasi baik dari penjual maupun developer, untuk mendapatkan informasi mengenai status jual beli atas rumah tersebut. Dalam hal status jual beli rumah tersebut masih dalam dasar PPJB, maka jual beli dapat dilakukan melalui prosedur pengalihan PPJB dari penjual kepada Anda. Untuk itu, Anda perlu mempelajari mengenai prosedur pengalihan PPJB sebagaimana yang diatur dalam PPJB jual beli rumah tersebut. Pada kebiasannya, pengalihan PPJB harus dilakukan dengan sepengetahuandeveloper ditambah dengan membayar biaya administrasi atas pengalihan tersebut. Setelah pengalihan PPJB dilakukan, maka kemudian Anda akan menggantikan posisi penjual sebagai pihak pembeli di dalam AJB dengan pihakdeveloper.
Namun, apabila status jual beli rumah tersebut sudah sampai dengan tahap AJB, yang mana ternyata penjual telah menandatangani AJB dengan developer di hadapan PPAT, maka jual beli antara Anda dengan penjual hanya bisa dilakukan setelah sertifikat hak atas tanah atas rumah tersebut sudah dibalik nama ke atas nama penjual.
Demikian jawaban ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih.
Dasar hukum:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar