Perkara penundaan kewajiban pembayaraan utang antara nasabah melawan PT Golden Traders Indonesia Syariah hampir memasuki babak akhir, Rabu (01/5). Para pihak memabacakan kesimpulannya kepada majelis hakim atas proses perkara tersebut.
Dalam kesimpulannya, GTIS meminta agar majelis menolak permohonan PKPU Sintya. Sebab, permohonan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat permohonan PKPU, yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta ada kreditor lain. Sehingga, permohonan pemohonerror in objecto lantaran eksistensi utang sudah tidak ada lagi.
GTIS berdalil telah melakukan prestasinya kepada Sintya dan Ninik Sulastini. Pembayaran tersebut telah membuktikan iktikad baik GTIS dalam menyelesaikan persoalan utang piutang itu. Juga, hal itu membuktikan bahwa GTIS masih mampu membayar utangnya yang sudah jatuh tempo.“Pemohon gagal membuktikan dalil-dalil permohonannya,” ucap kuasa hukum GTIS Dedyk Eryanto Nugroho.
Mendengar kesimpulan GTIS yang mengatakan gagal membuktikan dan ada error in objecto, kuasa hukum Sintya, Enrico Simanjuntak akhirnya memutuskan juga membacakan kesimpulannya. Padahal sebelumnya Enrico enggan membacakannya di hadapan persidangan.
Dalam kesimpulannya, Enrico menyatakan kliennya tetap bertahan dengan permohonannya meskipun GTIS mencoba mematahkan permohonan PKPU dengan dalil telah membayar utang Sintya dan kreditor lain. Enrico balik menuding GTIS. Pembayaran yang dilakukan GTIS bukan merupakan bentuk iktikad baik, tetapi adalah cara untuk mengaburkan fakta-fakta persidangan.
Hal ini terlihat dari tidak adanya tanggal pembayaran yang dicantumkan GTIS dalam berkas jawabannya. GTIS hanya mencantumkan bulan pembayaran. Padahal, pembayaran tersebut dilakukan pada saat permohonan PKPU telah digelar, yaitu 26 April 2013 sedangkan sidang pertama PKPU adalah 25 April 2013.
Begitu juga terhadap pembayaran athoya kreditur lainnya. Pembayaran juga dilakukan sehari setelah sidang perdana dilakukan. Lagi-lagi hal ini untuk menghindari proses persidangan. Lebih lagi, sebelum permohonan diajukan, Sintya telah pernah mengajak GTIS untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik. Akan tetapi, GTIS mengabaikannya.
“Dengan demikian, pemohon telah dapat membuktikan adanya utang sebagaimana diatur dalam Pasal 222 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU,” ujar Enrico dalam persidangan, Rabu (1/5).
Sebelum sidang ditutup, salah satu nasabah yang diketahui bernama Afro menginterupsi majelis agar diizinkan menyuarakan pendapatnya. Afro yang mengaku mewakili nasabah lainnya meminta majelis untuk tidak mengabulkan permohonan pemohon. Para nasabah mengetahui iktikad baik GTIS untuk menyelesaikan persoalan ini dan Afro juga mengatakan penyelesaian tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Saya sangat sedih dengan PKPU ini. Untuk itu, kami meminta agar majelis menolak PKPU ini. Kami tidak dapat berbuat apa-apa, hakimlah yang menentukan,” pungkasnya.
Menanggapi interupsi ini, Enrico menanyakan keabsahan perwakilan tersebut. Menurutnya, Afro tersebut mewakili kepentingan siapa soalnya Enrico dan Sintya juga mendapat dukungan dari nasabah lainnya. Ada dua kubu dari nasabah itu sendiri.
Lebih lagi, Enrico menekankan agar GTIS jangan takut dengan permohonan PKPU ini. Soalnya, tujuan dari PKPU itu adalah merestrukturisasi utang. Melalui PKPU ini, GTIS juga diberi nafas untuk membuat skema perdamaian demi membayar kewajibannya. Melalui PKPU ini pula, Sintya mendapat kepastian hukum dari sebuah investasi. Sintya juga mengetahui muara dari persoalan ini. Selama ini, sebelum permohonan PKPU diajukan, GTIS selalu mengabaikan permohonan Sintya. GTIS hanya terus memberikan janji.
“Padahal, dari janji tersebut ada sebuah harapan yang timbul. Nah, harapan inilah yang tidak diperhatikan GTIS. Kamimemerlukan sebuah kepastian dengan melihat ujung dari persoalan ini,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar