PUTUSNYA PERSATUAN HARTA PERKAWINAN
Putusnya Harta Persatuan diatur dalam Pasal 126 ayat 1 KUH Perdata, bahwa :
Persatuan demi hukum menjadi bubar :
1. Karena Kematian
2. Karena berlangsungnya suatu perkawinan atas ijin Hakim, setelah adanya keadaan tak hadir si Suami
3. Karena Perceraian
4. Karnea perpisahan tentang meja dan ranjang
5. karena perpisahan harta benda
Persatuan Putus Karena Kematian
Apabila persatuan harta terputus karena meninggalnya suami/istri, kemudian ada anak-anak ang belum dewasa maka kepentingan si anak-anak tersebut harus dilindungi
Dalam hal ini suami/istri yang hidup terlama diwajibkan membuat pendaftaran akan barang-barang yang merupakan BAGIAN PERSATUAN (Boede biehrijaring/catatan boedel), yaitu dalam jangka waktu 3 bulan setelah suami/istri meninggal ( Pasal 127 KUH Perdata)
Pembuatan catatan boedel
Pembuatan catatan boedel ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Dibuat secara tertulis bisa berupa akta dibawah tangan maupun akta otentik;
2. Harus dengan kehadiran WALI PENGAWAS
Sanksi Kelalaian membuat catatan Boedel
Dikenakan 2 (dua) sanksi diatur dalam Pasal 127 jo Pasal 315 KUH Perdata, yaitu :
1. Kehilangan Hak nikmat Hasil
2. Persatuan harta jalan terus jika persatuan tersebut mengutungkan si Anak, Jika dengan jalan terus tersebut Harta Persatuan justru merugikan kepentingan si anak, maka dianggap persatuan harta tersebut telah terputus pada saat ayah atau ibu si anak meninggal dunia
2 (dua) Cara Penghitungan Harta Persatuan di dasarkan pada sanksi kelalaian membuat catatan boedel
Dalam hal suami/istri yang hidup terlama lalai untuk membuat catatan boedel terhadap harta persatuan yang ditinggalkan, maka cara penghitungannya memakai cara :
Contoh perhitungan :
Harta Persatuannya : Rp. 120.000.000
Juni 1959 A menerima Warisan : Rp. 180.000.000
Maret 1959 C menerima warisan : Rp. 30.000.000
Apirl 1960 A kehilangan harta : Rp. 10.000.000
Pada tahun 1961 C sudah Dewasa karena sudah lebih dari 18 tahun
Harta persatuan dibagi antara A dan C
A. Jika dalam waktu 3 bulan A membuat catatan Boedel, maka perhitungannya adalah :
Yang diterima A sebesar :
½ + (1/2 x ½) = ¾ x 120.000.000 = Rp. 90.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp.180.000.000 (+)
Jumlah = Rp.270.000.000
1959 Kehilangan harta = Rp. 10.000.000 (-)
Jadi jumlah yang diterima A = Rp.260.000.000
Kemudian yang diterima C sebesar :
1/4 x 120.000.000 = Rp. 30.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp. 30.000.000 (+)
Jadi jumlah yang diterima C = Rp. 60.000.000
B. Jika dalam waktu 3 bulan A TIDAK membuat catatan Boedel, maka perhitungannya dapat dengan 2 (dua) cara, yaitu :
1. Dengan cara perhitungan PONSTANSTELSEL
Yang diterima A sebesar :
½ + (1/2 x ½) = ¾ x 120.000.000 = Rp. 90.000.000
1959 terima warisan sebesar :
¾ x 180.000.000 = Rp.135.000.000 (+)
Jumlah = Rp.225.000.000
1959 Kehilangan harta = Rp. 10.000.000 (-)
Jadi jumlah yang diterima A = Rp.215.000.000
Kemudian yang diterima C sebesar :
1/4 x 120.000.000 = Rp. 30.000.000
Bagian warisan dari A sebesar :
¼ x 180.000.000 = Rp. 45.000.000
1959 terima warisan sebesar = Rp. 30.000.000 (+)
Jadi jumlah yang diterima C = Rp.105.000.000
Sistem ini di Indonesia tidak dipakai karena dianggap terlalu berat sanksinya
2. Dengan cara perhitungan SALDOSTELSEL
Karena pada tahun 1961 C sudah DEWASA maka seluruh harta persatuan dijumlah dikurangi beban persatuan maka akan ketemu SALDO Harta Persatuan.
Saldo Harta Persatuan :
Harta Persatuannya : Rp. 120.000.000
Juni 1959 A menerima Warisan : Rp. 180.000.000
Maret 1959 C menerima warisan : Rp. 30.000.000(+)
Jumlah : Rp. 330.000.000
Apirl 1960 A kehilangan harta : Rp. 10.000.000(-)
SALDO PERSATUAN : Rp. 320.000.000
A akan menerima sebesar :
¾ x 320.000.000 = Rp. 240.000.000
B akan menerima sebesar :
¼ x 320.000.000 = Rp. 80.000.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar