“Jadi saya sebenarnya no hope (tidak ada harapan) dengan KY ini”. Ungkapan kekecewaan ini dilontarkan Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman terhadap Komisi Yudisial (KY) yang merupakan lembaga pengawas eksternal hakim. Kekecewaan itu diluapkan Benny dalam rapat konsultasi KY dengan Komisi III, di Gedung DPR, Rabu (2/3). Menurut Benny, kepemimpinan KY Jilid III tidak menggambarkan mekanisme dan cara dalam membentuk hakim yang bersih sesuai visi misi KY.
Dua tugas utama KY adalah melakukan seleksi terhadap calon hakim agung dan menjaga kehormatan serta wibawa keluhuran perilaku hakim. Lembaga pengawasan eksternal hakim itu juga sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dalam melakukan seleksi calon hakim agung dan pengawasan.
Benny mengatakan, sebagai lembaga negara yang melakukan seleksi, KY mesti memastikan hakim hasil seleksinya sesuai harapan publik. Oleh sebab itu, kata Benny, KY mestinya melakukan evaluasi rutin terhadap hakim agung. Apalagi, hakim agung yang sudah duduk di Mahkamah Agung (MA) dalam jangka waktu yang lama tak ada mekanisme evaluasi oleh KY. Menurutnya, sudah sepatutnya KY mengevaluasi terhadap putusan-putusan yang dibuat hakim agung hasil seleksinya.
“KY itu punya hak meminta putusan-putusan yang dibuat hakim agung. Sehingga terlihat hakim itu berintegritas atau tidak. Banyak putusan-putusan hakim agung yang tidak masuk akal,” ujarnya.
Benny menambahkan, KY sebagai lembaga negara mesti kreatif melakukan pengawasan yang progresif. Apalagi dengan kepemimpinan KY Jilid III, mesti membuat terobosan pengawasan ketat sebagai upaya pencegahan terhadap hakim yang berniat ‘main mata’ dengan pihak berperkara. KY memiliki kewenangan meminta putusan-putusan hakim agung ke Mahkamah Agung. KY juga harus dapat meneliti terkait putusan dibuat, hingga sinkronisasi antara pertimbangan hukum dengan amar putusan.
“Kalau tidak nyambung antara pertimbangan hukum dengan amar putusan, kesimpulan hakim agung itu tidak profesional dan irasional putusannya,” ujarnya.
Tak hanya itu, sambung Benny, KY mesti mengevaluasi terkait jumlah putusan yang dibuat hakim agung hasil seleksinya. Dengan beberapa upaya itu, setidaknya KY dapat mengetahui apakah hakim agung hasil seleksinya memiliki kualitas dan kuantitas kinerja yang mumpuni atau sebaliknya.
“KY ini memanggul harapan publik. Ketua KY ini tidak boleh menyiakan harapan publik. Jadi kami minta pimpinan KY sungguh-sungguh kembali pada ruh pembentukan KY sebagai pilar utama terwujudnya hakim yang bersih,” ujar politisi Demokrat itu.
Wakil Ketua Komisi III lainnya, Trimedya Panjaitan berpendapat apa yang diutarakan Benny sebagai bentuk kritik untuk membangun lembaga KY. Menurutnya, evaluasi hakim agung nantinya menjadi masukan terhadap RUU Jabatan Hakim yang menjadi usul inisiatif DPR. Apalagi, DPR dalam pembahasan RUU tersebut akan meminta masukan dari KY.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari menanggapi pandangan Benny. Menurutnya, lembaga yang dipimpinnya bakal melakukan upaya peningkatan kapasitas hakim mulai dari tingkat rekrutmen. Ia menilai ketika hakim akan mencalonkan diri menjadi hakim agung, setidaknya sudah memiliki jejak rekam hakim.
“Jadi penguatan kapasitas jangka panjang agar diperoleh hakim yang berintegritas,” ujarnya.
Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus menambahkan, sesuai UU No.18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, lembaganya hanya dapat memberikan rekomendasi kepada MA. Namun dalam praktiknya, rekomendasi KY tak bersifat mengikat. Ia berharap dalam revisi UU KY nantinya menjadikan rekomendasi KY bersifat mengikat.
Selain itu, sambungnya, KY telah berupaya melakukan evaluasi putusan hakim agung. Hal itu sudah diutarakan kepada MA agar para hakim agung memberikan 3 putusan terbaiknya. Namun belakangan, terjadi uji materi terhadap UU KY di Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, hubungan KY dan MA agak mengendur.
“Sehingga belum dapat dilakukan sepenuhnya secara berkelanjutan. Tetapi kalau dipandang baik, kami akan memasukan dalam program kerja. Jadi aspek integritas, kinerja dan kualitas putusan sudah kita lakukan. Kita teliti melibatkan akademisi yang netral,” ujarnya.
Persiapkan naskah akademik
Anggota Komisi III Arsul Sani berpandangan, DPR berencana melakukan revisi terhadap UU KY. Pasalnya, UU KY masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahunan. Menurutnya, bila tidak dikebut pembuatan naskah akademik, dikhawatirkan pembahasan RUU KY bakal molor. Apalagi, di tahun 2018 setidaknya anggota dewan sudah fokus menghadapi pemilu. Terlebih, banyak RUU menjadi pekerjaan rumah Komisi III yang belum rampung pembahasannya.
“Kalau Komisi III yang menyusun naskah akademik jangan-jangan tidak selesai. Jadi kita harap juga KY bisa menyiapkan naskah akademik untuk penguatan KY dengan revisi UU KY,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Aidul Fitriciada Azhari pun menyanggupi permintaan Arsul. Menurutnya KY akan membentuk tim dalam pembuatan dan penyusunan naskah akademik. Ia berharap setidaknya di 2016 ini, naskah akademik sudah dapat rampung dan diselesaikan untuk segera diberikan ke Komisi III.
“Kami akan siapkan naskah akademik agar bisa masuk tahun ini. Sehingga bisa dimasukan dalam Prolegnas tahun depan,” pungkasnya.
Dua tugas utama KY adalah melakukan seleksi terhadap calon hakim agung dan menjaga kehormatan serta wibawa keluhuran perilaku hakim. Lembaga pengawasan eksternal hakim itu juga sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dalam melakukan seleksi calon hakim agung dan pengawasan.
Benny mengatakan, sebagai lembaga negara yang melakukan seleksi, KY mesti memastikan hakim hasil seleksinya sesuai harapan publik. Oleh sebab itu, kata Benny, KY mestinya melakukan evaluasi rutin terhadap hakim agung. Apalagi, hakim agung yang sudah duduk di Mahkamah Agung (MA) dalam jangka waktu yang lama tak ada mekanisme evaluasi oleh KY. Menurutnya, sudah sepatutnya KY mengevaluasi terhadap putusan-putusan yang dibuat hakim agung hasil seleksinya.
“KY itu punya hak meminta putusan-putusan yang dibuat hakim agung. Sehingga terlihat hakim itu berintegritas atau tidak. Banyak putusan-putusan hakim agung yang tidak masuk akal,” ujarnya.
Benny menambahkan, KY sebagai lembaga negara mesti kreatif melakukan pengawasan yang progresif. Apalagi dengan kepemimpinan KY Jilid III, mesti membuat terobosan pengawasan ketat sebagai upaya pencegahan terhadap hakim yang berniat ‘main mata’ dengan pihak berperkara. KY memiliki kewenangan meminta putusan-putusan hakim agung ke Mahkamah Agung. KY juga harus dapat meneliti terkait putusan dibuat, hingga sinkronisasi antara pertimbangan hukum dengan amar putusan.
“Kalau tidak nyambung antara pertimbangan hukum dengan amar putusan, kesimpulan hakim agung itu tidak profesional dan irasional putusannya,” ujarnya.
Tak hanya itu, sambung Benny, KY mesti mengevaluasi terkait jumlah putusan yang dibuat hakim agung hasil seleksinya. Dengan beberapa upaya itu, setidaknya KY dapat mengetahui apakah hakim agung hasil seleksinya memiliki kualitas dan kuantitas kinerja yang mumpuni atau sebaliknya.
“KY ini memanggul harapan publik. Ketua KY ini tidak boleh menyiakan harapan publik. Jadi kami minta pimpinan KY sungguh-sungguh kembali pada ruh pembentukan KY sebagai pilar utama terwujudnya hakim yang bersih,” ujar politisi Demokrat itu.
Wakil Ketua Komisi III lainnya, Trimedya Panjaitan berpendapat apa yang diutarakan Benny sebagai bentuk kritik untuk membangun lembaga KY. Menurutnya, evaluasi hakim agung nantinya menjadi masukan terhadap RUU Jabatan Hakim yang menjadi usul inisiatif DPR. Apalagi, DPR dalam pembahasan RUU tersebut akan meminta masukan dari KY.
Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari menanggapi pandangan Benny. Menurutnya, lembaga yang dipimpinnya bakal melakukan upaya peningkatan kapasitas hakim mulai dari tingkat rekrutmen. Ia menilai ketika hakim akan mencalonkan diri menjadi hakim agung, setidaknya sudah memiliki jejak rekam hakim.
“Jadi penguatan kapasitas jangka panjang agar diperoleh hakim yang berintegritas,” ujarnya.
Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus menambahkan, sesuai UU No.18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, lembaganya hanya dapat memberikan rekomendasi kepada MA. Namun dalam praktiknya, rekomendasi KY tak bersifat mengikat. Ia berharap dalam revisi UU KY nantinya menjadikan rekomendasi KY bersifat mengikat.
Selain itu, sambungnya, KY telah berupaya melakukan evaluasi putusan hakim agung. Hal itu sudah diutarakan kepada MA agar para hakim agung memberikan 3 putusan terbaiknya. Namun belakangan, terjadi uji materi terhadap UU KY di Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, hubungan KY dan MA agak mengendur.
“Sehingga belum dapat dilakukan sepenuhnya secara berkelanjutan. Tetapi kalau dipandang baik, kami akan memasukan dalam program kerja. Jadi aspek integritas, kinerja dan kualitas putusan sudah kita lakukan. Kita teliti melibatkan akademisi yang netral,” ujarnya.
Persiapkan naskah akademik
Anggota Komisi III Arsul Sani berpandangan, DPR berencana melakukan revisi terhadap UU KY. Pasalnya, UU KY masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahunan. Menurutnya, bila tidak dikebut pembuatan naskah akademik, dikhawatirkan pembahasan RUU KY bakal molor. Apalagi, di tahun 2018 setidaknya anggota dewan sudah fokus menghadapi pemilu. Terlebih, banyak RUU menjadi pekerjaan rumah Komisi III yang belum rampung pembahasannya.
“Kalau Komisi III yang menyusun naskah akademik jangan-jangan tidak selesai. Jadi kita harap juga KY bisa menyiapkan naskah akademik untuk penguatan KY dengan revisi UU KY,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Aidul Fitriciada Azhari pun menyanggupi permintaan Arsul. Menurutnya KY akan membentuk tim dalam pembuatan dan penyusunan naskah akademik. Ia berharap setidaknya di 2016 ini, naskah akademik sudah dapat rampung dan diselesaikan untuk segera diberikan ke Komisi III.
“Kami akan siapkan naskah akademik agar bisa masuk tahun ini. Sehingga bisa dimasukan dalam Prolegnas tahun depan,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar