Jumat, 13 Maret 2015

Apakah Hak Tanggungan Tetap Berlaku Jika Tanah Disengketakan?

Berdasarkan pendapat pakar hukum dan putusan Mahkamah Agung, atas tanah yang sudah dijadikan jaminan tidak dapat diletakkan sita jaminan maupun sita eksekusi. Dengan demikian, kreditor pemegang jaminan memiliki hak didahulukan atas tanah tersebut.
 
Tapi dalam putusan Mahkamah Agung lain, pihak yang benar-benar merasa berhak dan memiliki bukti kuat dapat dimenangkan dan di saat bersamaan hak tanggungan yang dipegang kreditor menjadi gugur demi hukum.
 
Penjelasan lebih lengkap silakan baca ulasan di bawah ini.
 
 
 
Ulasan
Berdasarkan penjelasan Anda, kami mengambil kesimpulan bahwa tanah yang menjadi objek sengketa tersebut pada awalnya adalah atas nama Tergugat (dalam sertifikat), kemudian setelah proses peradilan dan ada putusan Hakim, yang berhak atas tanah tersebut adalah Penggugat.
 
Pada dasarnya yang dapat membebankan suatu tanah dengan hak tanggungan adalah pemilik tanah itu sendiri. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”):
 
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
 
Jika si Tergugat adalah pemilik tanah tersebut berdasarkan sertifikat tanah yang ada pada waktu itu, maka Tergugat memang berhak untuk membebankan tanah tersebut dengan hak tanggungan.
 
Jika kemudian tanah tersebut disengketakan dan Tergugat dinyatakan bukan sebagai orang yang berhak (pemilik) atas tanah tersebut, maka itu merupakan permasalahan lain. Mengenai apakah atas tanah tersebut dapat dieksekusi oleh pengadilan, pada dasarnya dalam UU Hak Tanggungan itu sendiri tidak diatur. UU Hak Tanggungan hanya mengatur bahwa hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada (Pasal 7 UU Hak Tanggungan). Ini merupakan sifat dari hak kebendaan yaitu droit de suite. Mengenai droit de suite, Anda dapat membaca artikel Arti Droit De Suite.
 
Akan tetapi, Prof. DR. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. dalam bukunya Hak Tanggungan: Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan) (hal. 40-41), memberikan pendapat bahwa seharusnya menurut hukum terhadap hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita (sita jaminan maupun sita eksekusi). Alasannya adalah karena tujuan dari (diperkenalkannya) hak jaminan pada umumnya dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan dari hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Bila terhadap hak tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan, berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor pemegang hak tanggungan.
 
Lebih lanjut, Prof. DR. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. (Ibid, hal. 42) memberikan contoh dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 394K/Pdt/1984 tanggal 31 Mei 1985, yang berpendirian bahwa barang-barang yang sudah dijadikan jaminan utang (dalam perkara) tersebut adalah jaminan utang kepada Bank Rakyat Indonesia Cabang Gresiksehingga tidak dapat dikenakan sita jaminan.
 
Akan tetapi, ini kembali lagi kepada pertimbangan hakim. Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2301 K/Pdt/2007, Penggugat dan Tergugat I awalnya adalah pasangan suami istri, yang pada saat perkawinan masih berlangsung, keduanya membeli sebuah tanah. Pada saat perceraian, keduanya belum membagi harta bersama di antara mereka. Tergugat I kemudian mengganti buku dan mengukur ulang tanah tersebut karena buku yang lama telah penuh, yang mana nama pemiliknya tetap Tergugat I. Tergugat I kemudian menjual tanah tersebut kepada Tergugat II. Tergugat II kemudian menjaminkan tanah tersebut kepada bank. Dalam perkara ini, hakim memutuskan salah satunya menyatakan bahwa sertifikat hak tanggungan tidak mempunyai kekuatan hukum.
 
Oleh karena itu, jika Penggugat benar-benar merasa berhak atas tanah tersebut sebaiknya Penggugat juga meminta pembatalan hak tanggungan yang berada di atas tanah tersebut kepada pengadilan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Hak Tanggungan: Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan). Bandung: Alumni.
 
Putusan:
  

Revisi UU Peradilan Militer Hilang dari Prolegnas

Sejumlah aktivis dari organisasi masyarakat sipil menyesalkan tidak adanya revisi UU No. 31 Tahun 1997tentang Peradilan Militer dalam Prolegnas 2015-2019. Padahal revisi itu selalu tercantum pada Prolegnas sebelumnya. Revisi UU Peradilan Militer adalah bagian dari reformasi sektir keamanan.
 
Berdasarkan penelusuran para aktivis, ternyata revisi UU Peradilan Militer juga tak disinggung lagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Itu yang membuat lembaga pemerhati reformasi sektor keamanan seperti Imparsial bertanya-tanya.
 
 “Agenda reformasi Peradilan Militer adalah jantung dari agenda reformasi sektor keamanan itu sendiri,” kata Poengky Indarti, Direktur Eksekutif Imparsial, dalam jumpa pers di kantor Imparsial di Jakarta, Kamis (12/3).
 
Poengky menjelaskan reformasi Peradilan Militer adalah mandat konstitusional untuk menegakkan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Sebab dalam negara hukum tidak boleh ada diskriminasi penerapan hukum. Semua warga negara, termasuk militer, punya hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum. Menurut Poengky, kalau melakukan tindak pidana umum, seorang anggota TNI harus tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum.
 
Poengky berpendapat selama ini Peradilan Militer jadi sarana impunitas bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum dan pelanggaran HAM. Itu terjadi karena yuridiksi Peradilan Militer terlalu luas sehingga tidak hanya mengadili anggota militer yang melanggar hukum militer tapi juga pidana umum.
 
Mekanisme Peradilan Militer, dikatakan Poengky, tidak memenuhi prinsip-prinsip peradilan yang adil (fair trial). Padahal dalam negara hukum mekanisme peradilan itu harus bersifat independen dan menjamin due process of law.
 
Poengky mengingatkan reformasi Peradilan Militer itu tertuang dalam Ketetapan MPR No.VII Tahun 2000. TAP menyebut prajurit TNI tunduk pada kekuasaan Peradilan Militer dalam pelanggaran hukum militer dan tunduk pada peradilan umum dalam hal pelanggaran pidana umum. Prinsip senada juga ditegaskan oleh UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Cuma, kini UU TNI masuk daftar Prolegnas 2015-2019. Artinya, ketimbang UU Peradilan Militer, UU TNI lebih berpeluang mengalami perubahan.
 
Peneliti Imparsial, Ardi Manto, malah mengkritik pemerintah yang lebih memilih mengajukan RUU Rahasia Negara dan Keamanan Nasional (Kamnas). Padahal kedua RUU itu sudah ditolak masyarakat sipil pada saat pemerintahan sebelumnya.
 
Imparsial mendesak Presiden untuk mengevaluasi RPJMN dan Prolegnas 2015-2019 terkait prioritas legislasi sektor keamanan. Kemudian, memasukan RUU perubahan atas UU Peradilan Militer, RUU Perbantuan TNI, RUU perubahan UU Darurat No. 23 Tahun 1959 sebagai prioritas legislasi dalam RPJMN dan Prolegnas 2015-2019. Serta mencabut RUU Rahasia Negara, RUU Kamnas dan RUU perubahan UU TNI dalam RPJMN dan prolegnas.
 
Selain itu Poengky mendesak Presiden untuk memerintahkan Panglima TNI dan Kementerian terkait mencabut MoU yang sudah terbentuk antar kedua instansi tersebut. Sebab, belakangan ini TNI kerap menjalin MoU dengan sejumlah lembaga negara seperti Kementerian Perhubungan. Imparsial menilai itu bertentangan dengan tugas TNI sebagaimana amanat UU TNI.
 
Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, menyimpulkan pemerintahan Jokowi tidak selaras dengan agenda reformasi sektor keamanan sehingga mengancam demokrasi. Melihat RPJMN, Prolegnas 2015-2019 dan MoU yang dilakukan TNI dengan sejumlah lembaga pemerintahan, Al menilai itu sebagai bentuk menguatnya militerisme yang pernah berkuasa dimasa Orde Baru.
 
Al berpendapat militer mencoba masuk ke ranah keamanan dalam negeri dengan cara menjalin MoU dengan sejumlah lembaga pemerintahan. Kemudian, lewat proses legislasi dengan dimasukannya RUU Rahasia Negara dan Kamnas dalam RPJMN dan prolegnas. Apalagi dalam RPJMN itu disebut pembangunan sistem keamanan nasional yang integratif.
 
Al khawatir RUU Kamnas akan digunakan untuk menggabungkan TNI dan Polri seperti masa Orde Baru. Atau memberikan kewenangan kepada TNI agar bisa bertindak seperti Polri yakni menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. “Jika itu yang dimaksud keamanan nasional integratif melalui pembentukan UU Kamnas maka terjadi kemunduran demokrasi dan mengingkari agenda reformasi,” tegasnya.

Menaker Janjikan Insentif Upah Industri Padat Karya

Pemerintah masih menggodok regulasi tentang pengupahan. Berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), beleid pengupahanditunggu banyak pihak dan merupakan amanat UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hingga kini PP dimaksud belum disahkan.

Di tengah proses penyusunan itu, Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakhiri, berjanji memberikan insentif dan formula pengupahan khusus untuk industri padat karya. Janji melakukan terobosan sistem pengupahan juga sudah pernah ia ungkapkan sebelumnya. Ia beralasan industri padat karya menyerap banyak tenaga kerja, dan pada akhirnya mengurangi tingkat pengangguran.

Pemerintah, kata Hanif, ingin menjaga agar usaha padat karya terus berkembang. Karena itu, pemerintah ingin memberi insentif dan formula pengupahan khusus. “Andalan untuk penyerapan tenaga kerja kita itu di industri padat karya. Nah, kita harus memastikan industri padat karya terus berkembang dan menjadi penopang utama usaha kita mengurangi pengangguran,” kata Hanif di Jakarta, Kamis (12/3).

Sayang, Hanif enggan menjelaskan bentuk insentif dan formula pengupahan seperti apa yang ingin digulirkan pemerintah. Ia hanya mengatakan yang penting kebijakan itu diupayakan menguntungkan pekerja dan pengusaha. Karena itu, sebelum digulirkan, kebijakan itu perlu dibahas bersama pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

Produktivitas
Selain insentif dan formula pengupahan, pemerintah menaruh perhatian pada produktivitas kerja. Guna meningkatkan produktivitas, Hanif menyebut pemerintah terus menggelar pelatihan kerja berbasis kompetensi yang dibutuhkan dunia industri. Saat ini pemerintah baru bisa melaksanakan pelatihan kerja untuk 120 ribu orang setiap tahun.

 “Saat ini pun telah tersedia sekitar 8.039 lembaga pelatihan kerja, baik pemerintah maupun swasta. Selain meningkatkan kompetensi, keberadaan BLK dapat mendorong percepatan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran di pusat dan daerah," tutur Hanif.

Tak hanya itu, Hanif melanjutkan, pemerintah juga mendorong terwujudnya hubungan industrial yang kondusif. Dengan begitu diharapkan mampu meningkatkan keuntungan perusahaan dan mendorong masuknya investasi.

Terpisah, Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan serikat pekerja menuntut upah layak didasarkan pada 84 item Kebutuhan Hidup Layak (KHL), bukan 64 item KHL seperti yang ada saat ini. Jika 64 item KHL itu masih digunakan sebagai acuan maka upah minimum buruh sangat sulit untuk naik. “Target kami tahun ini perjuangan buruh akan keras karena prinsip-prinsip kesejahteraan untuk buruh tidak dilaksanakan oleh pemerintah,” tukasnya.

Hakim Agung Perempuan AS Diabadikan dalam Bentuk LEGO

Hukum dan mainan anak sejatinya adalah dua dunia yang jelas berbeda. Yang satu identik dengan keseriusan, yang satu lagi sebaliknya, identik dengan kesenangan. Lazimnya, ‘serius’ sulit untuk berpadu dengan ‘senang’, walaupun bukan mustahil.
Di Amerika Serikat (AS), seorang editor dan produser media anak-anak bernama Maia Weinstock telah membuktikan bahwa dunia hukum dan mainan anak-anak bisa berpadu. Maia menciptakan karakter LEGO dari empat hakim agung perempuan yang telah mengabdi pada US Supreme Court (Mahkamah Agung).   
Empat hakim agung perempuan yang dibuatkan karakter LEGO adalah Sandra Day O’Connor, Ruth Bader Ginsburg, Sonia Sotomayor, dan Elena Kagan. Resmi menjabat di era Presiden Ronald Reagan sekira tahun 1981, Sandra tercatat sebagai hakim agung perempuan pertama di US Supreme Court.
Sekadar informasi, dikutip dari situs resminya, www.lego.com, LEGO adalah perusahaan produsen mainan terbesar ketiga di dunia yang didirikan oleh Ole Kirk Kristiansen pada tahun 1932. Kata LEGO berasal dari dua kata dalam bahasa Denmark yakni “leg” dan “godt” yang berarti “bermain baik”.
Kini, LEGO menjadi mainan anak-anak yang mendunia. Dengan bentuk khasnya yakni balok-balok, anak-anak dapat mengkreasikan beragam bentuk seperti mobil, rumah, bangunan hotel, atau bahkan orang seperti karakter empat hakim agung perempuan yang diciptakan Maia Weinstock.
Dikutip dari laman www.abovethelaw.com dan www.abajournal.com, Maia mengatakan karakter LEGO empat hakim agung perempuan, dia sengaja ciptakan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional sekaligus merayakan pencapaian tertinggi kaum perempuan di dunia hukum.
“Tujuannya untuk merayakan pencapaian tertinggi kaum perempuan di dunia hukum, dan untuk mendorong perempuan untuk meraih karier yang tinggi di sistem peradilan Amerika Serikat,” papar Maia.
Berdasarkan gambar yang terpampang pada artikel di www.abovethelaw.com, karakter LEGO empat hakim agung perempuan karya Maia dibuat dengan deskripsi fisik yang cukup detail. Mulai dari gaya rambut, ornamen kaca mata hingga toga hakim menjadikan LEGO tersebut relatif mendekati sosok asli dari para hakim agung perempuan itu.
Tidak hanya deskripsi fisik, deskripsi situasinya juga cukup detail. Salah satu foto menggambarkan Sandra Day O’Connor, Ruth Bader Ginsburg, Sonia Sotomayor, dan Elena Kagan tengah bersidang lengkap dengan palu hakim serta gelas minum yang tampak kebesaran. Foto lainnya menggambarkan Sandra Day O’Connor dkk sedang beraktivitas di perpustakaan.
“Untuk peringatan Hari Perempuan Internasional, saya memutuskan untuk fokus pada sosok empat wanita yang telah meraih pencapaian tertinggi dalam sistem peradilan kita. Empat wanita ini adalah para perintis yang layak dikenang tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang belajar tentang pemerintahan dan non pemerintahan,” kata Maia.
Diciptakan dengan semangat mulia yakni mengabadikan pencapaian tinggi kaum perempuan, sayangnya karya LEGO Maia tidak akan ditemukan di toko-toko mainan. Menurut Maia, karakter LEGO Sandra Day O’Connor dkk tidak diperjualbelikan.
Dia mengaku sudah mengajukan rancangan LEGO Sandra Day O’Connor dkk ke LEGO Group, tetapi ditolak dengan alasan LEGO punya aturan tidak menerima ide karya yang berkaitan dengan politik atau simbol politik.

Tidak Didampingi Pengacara, Denny Indrayana Menolak Diperiksa

Setelah sempat tidak hadir pada jadwal pemanggilan sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana akhirnya hadir di Bareskrim Mabes Polri. Kehadiran Denny untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi program pelayanan "payment gateway" di Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, proses pemeriksaan Denny ternyata tidak berlangsung lama. Pasalnya, penyidik Bareskrim tidak memperbolehkan Denny didampingi pengacara. Penyidik hanya mengajukan Denny dengan dua pertanyaan terkait pemeriksaan yang berlangsung sekitar empat jam itu. Pertanyaan-pertanyaan itu seputar identitas saksi dan profil program payment gateway.

"Hanya dua pertanyaan yang dijawab karena kami (kuasa hukum) nggak bisa masuk, jadi tidak berlanjut," kata pengacara Denny, Heru Widodo, di Gedung Bareskrim, Jakarta, Kamis (12/3).

Awalnya, kata Heru, dirinya ingin mendampingi kliennya, Denny Indrayana. Namun, penyidik berkeberatan dengan alasan dalam SOP, pemeriksaan harus dilakukan oleh terperiksa sendiri.

"Kami sampaikan keberatan. Dalam pemeriksaan saksi maupun tersangka, penyidik harus membolehkan (didampingi kuasa hukum). Kecuali dengan persetujuan terperiksa," katanya.

Akhirnya pemeriksaan tidak dilanjutkan, lantaran Denny kemudian tidak mau diperiksa lebih lanjut karena tidak didampingi pengacara. Menurut Heru, kliennya akan bersedia diperiksa dalam panggilan berikutnya jika pengacara diperkenankan mendampingi.

Sementara Denny Indrayana menegaskan program pembayaran paspor secara elektronik atau program payment gateway bertujuan untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor. "Program itu untuk menggantikan pembayaran manual yang sarat antrean panjang dan pungli calo. Ini untuk memperbaiki pelayanan pembuatan paspor," ujarnya.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri Kombes Rikwanto menyayangkan mantan Wamenkumham Denny Indrayana yang menolak diperiksa oleh penyidik Bareskrim lantaran pengacaranya tidak diperkenankan mendampingi. Menurut dia, berdasarkan SOP di Polri, pemeriksaan saksi dilakukan sendiri tanpa didampingi pengacara.

"Dia kan diperiksa sebagai saksi dan sebagai terlapor. Itu harusnya sebagai ajang klarifikasinya dia," kata Rikwanto, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Kendati demikian, pihaknya mengatakan penolakan Denny untuk diperiksa merupakan hak Denny. "Kalau dia tidak mau diperiksa, itu hak dia," katanya.

Untuk diketahui, penyelidikan Polri terhadap kasus payment gateway bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.

Sejauh ini, Polri telah memeriksa sebanyak 21 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana. Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor.

Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit. Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan.

Bisakah Ayah Membatalkan Perkawinan Anaknya yang Lama Diterlantarkan?

Sebelumnya perlu kami jelaskan dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan pembatalan perkawinan. Secara sederhana pembatalan perkawinan berarti upaya hukum untuk membuat perkawinan yang sudah dilaksanakan menjadi tidak sah, dan karenanya dianggap tidak pernah terjadi.

Menurut Pasal 37 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.

Sebab-sebab yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan pembatalan perkawinan adalah:
a.      Para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (lihat Pasal 22 UUP);
b.      Salah satu pihak melangsungkan perkawinan padahal masih terikat perkawinan dengan pihak lain (lihat Pasal 24 UUP);
c.      Perkawinan dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi (lihat Pasal 26 ayat [1] UUP);
d.      Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum (lihat Pasal 27 ayat [1] UUP); atau
e.      Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri (lihat Pasal 27 ayat [2] UUP).

Sehingga, tanpa adanya salah satu alasan tersebut di atas, maka tidak dapat diajukan pembatalan perkawinan. Simak juga Batalkah Perkawinan Jika Ada Kesalahan Dalam Akta Nikah?

Ayah dari suami atau istri memang termasuk pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan sesuai ketentuan Pasal 23 huruf a Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”).

Dari cerita Anda tidak terlalu jelas apakah ayah dari pihak istri atau suami yang hendak mengajukan pembatalan perkawinan dengan alasan perkawinan dilakukan tanpa izin darinya/pakai wali hakim. Namun, secara umum dapat kami jelaskan tentang syarat-syarat perkawinan bahwa;
-         seseorang yang telah berusia 21 tahun atau lebih tidak memerlukan persetujuan orang tuanya untuk melangsungkan perkawinan (lihat Pasal 6 ayat [2] UUP); dan
-         pihak mempelai wanita boleh dinikahkan oleh wali hakim apabila wali nasab (kerabat) tidak ada atau tidak mungkin dihadirkan atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan (lihat Pasal 23 ayat [2] Kompilasi Hukum Islam). Lebih jauh tentang wali nikah, simak Sahkah Perkawinan Jika Wali Nikah Bukan Orang Tua Mempelai?

Jadi, selama perkawinan suami-istri tersebut telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UUP dan peraturan pelaksaannya), maka ayah dari suami/istri yang bersangkutan tidak punya alasan untuk mengajukan pembatalan perkawinan tersebut ataupun mempidanakannya.

Justru ayah dari suami/istri tersebut dapat dipidanakan karena meninggalkan kewajiban-kewajibannya terhadap keluarganya yang dapat dijerat dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”). Dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT diatur bahwa “setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.” Orang yang melanggar pasal tersebut diancam pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta (lihat Pasal 49 huruf a jo Pasal 9 ayat [1] UU PKDRT).

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
3.      Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991);
4.      Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.




Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Bukti Terkuat untuk Minta Pembatalan Nikah

Jika mengajukan permohonan pembatalan perkawinan karena sangkaan ada penipuan status yang dilakukan pasangan, maka Anda perlu memperkuat alat bukti tentang sangkaan penipuan status itu.
 
Menurut Kompilasi Hukum Islam (Perkawinan), penipuan menjadi salah satu dasar yang sah untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan.
 
Penjelasan lebih lengkap silakan baca ulasan di bawah ini.
 
 
Ulasan
Kami ikut prihatin dengan kasus yang menimpa Anda. Bagaimanapun, kami yakin tak ada orang yang menginginkan perkawinannya bubar sejak awal jika pernikahan itu didasarkan pada niat baik. Dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu yang suci.
 
Pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa ‘perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan’. Permohonan pembatalan dapat diajukan isteri atau suami. Dari sisi formal ketentuan UU Perkawinan, tentu Anda berhak mengajukan pembatalan perkawinan. Anda bisa membaca artikel ‘Ingin Membatalkan Perkawinan Setelah 5 Hari Menikah’.
 
Kalau kami tak salah memahami, persoalan Anda berkaitan dengan Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan yang menyebutkan: “Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri”.
 
Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menambahkan frasa ‘penipuanatau salah sangka, sehingga menjadi:
 
Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri”.  
 
Menurut H. Abdul Manan (2006a: 66-67), biasanya penipuan itu dilakukan dalam bentuk pemalsuan identitas, misalnya mengakui perjaka padahal sudah pernah menikah. Penipuan bisa dilakukan suami, bisa pula oleh isteri.
 
Jika merasa ada penipuan yang dilakukan suami, maka UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan hak kepada Anda untuk mengajukan permohonan pembatalan pernikahan. Masalahnya, seperti Anda sampaikan, sangkaan Anda mengenai ‘penipuan’ status suami itu berdasarkan bukti chatting, status di media sosial, keterangan saksi, dan pernyataan lisan.
 
Di Pengadilan Agama, alat-alat bukti yang dikenal adalah:
·  Alat bukti surat (tulisan)
·  Alat bukti saksi
·  Persangkaan (dugaan)
·  Pengakuan
·  Sumpah
 
Ini adalah alat bukti pada umumnya, belum menjadi alat bukti menurut hukum. Agar alat bukti tadi sah sebagai alat bukti menurut hukum, maka alat bukti yang diajukan harus memenuhi syarat formal dan material (H. Abdul Manan, 2006b: 239). Dihubungkan dengan cerita Anda, maka saksi yang mengetahui peristiwa kebohongan atas status perjaka, status palsu PNS, dan perkawinan siri adalah alat bukti. Syaratnya, dalam hukum dikenal prinsip ‘satu saksi bukan saksi’.
 
Mengenai perkawinan siri, misalnya. Apakah Anda mempunyai bukti foto, atau orang yang ikut menyaksikan pernikahan itu? Jika ya, foto dan orang yang melihat langsung pernikahan siri itu layak Anda ajukan ke depan hakim. Satu hal yang pasti posisi Anda (nanti) sebagai PNS, atau suami Anda (jika benar) PNS, ada hambatan yuridis untuk melangsungkan pernikahan kedua. PNS tak bisa jadi isteri kedua, sebaliknya pria PNS tak bisa nikah lagi tanpa izin atasan. Hambatan itu jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983, sebagaimana diubah dengan PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
 
Lagipula penting diingat bahwa perkawinan siri yang memenuhi syarat dan rukun perkawinan adalah pernikahan yang sah. Anak-anak yang  lahir dari perkawinan itu adalah anak yang sah (Neng Djubaidah, 2010: 350), sehingga perkawinan suami dengan Anda tak bisa disebut sebagai perkawinan pertama. Apakah Anda punya alat bukti atas perkawinan siri itu, misalnya dokumen tertulis?
 
Alat bukti surat (tertulis) pada prinsipnya sangat kuat, apalagi yang berbentuk akta otentik. Dikatakan dalam hukum bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat. Dalam konteks ini, Anda sebaiknya mencetak (print out) chatting dan status di media sosial yang Anda sebut karena ada kemungkinan hakim mengklarifikasi bukti-bukti ini di persidangan. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan alat bukti elekronik seperti chatting, silakan baca artikel ‘Syarat dan Kekuatan Alat Bukti Elektronik’, dan ‘Email Sebagai Alat Bukti Perkara Perdata’.
 
Surat yang menyatakan suami Anda bukan PNS juga bisa dijadikan alat bukti. Misalnya, suami mengatakan ia bekerja sebagai PNS di suatu instansi. Anda bisa meminta konfirmasi/klarifikasi ke instansi tersebut apakah benar suami Anda bekerja di sana. Surat dari instansi dimaksud bisa menjadi bukti yang kuat atas terjadinya ‘penipuan’ status.
 
Alat bukti lain yang juga Anda sebut adalah pengakuan lisan suami dan anggota keluarganya. Kami tidak mendapatkan cukup informasi apakah pengakuan lisan itu disampaikan kepada Anda atau orang lain, dan dari orang lain itulah Anda mendapatkan cerita. Jika yang mendengar langsung pengakuan itu adalah orang lain, maka orang lain tersebut bisa Anda ajukan sebagai saksi.
 
Pengakuan (ikrar) adalah pengakuan mengenai ada tidaknya sesuatu, ia adalah pernyataan yang bersifat sepihak dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain (Gemala Dewi, 2005: 135). Untuk membuktikan pengakuan seperti yang Anda maksud sangat tergantung pada hakim. Hakimlah yang menentukan urgensi pengakuan lisan yang dibuat di luar sidang (M. Fauzan, 2005: 52).
 
Semakin banyak bukti yang Anda ajukan, semakin kuat kemungkinan argumentasi hukum yang Anda sampaikan ke persidangan. Tetapi penilaian atas semua bukti tersebut ada di tangan hakim.
 
Demikian jawaban singkat kami atas pertanyaan Anda. Hal-hal detil mengenai pembuktian dan alat-alat bukti yang memperkuat argumentasi hukum permohonan Anda sebaiknya dikonsultasikan dengan pengacara.
 
Dasar Hukum:
3.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR)
4.    Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.