Senin, 08 Juli 2013

Hak - Hak Tersangka Dan Terdakwa

Hak - Hak Tersangka Dan Terdakwa

Soal :  
Sebutkan dan Jelaskan!
  1. Tersangka dan hak-hak tersangka
  2. Terdakwa dan hak-hak terdakwa
Jawaban 1
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 butir 14 KUHAP).
Hak – hak tersangka sebagai mana dalam Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah sebagai berikut:
  1. Hak untuk segera diperiksa oleh Penyidik, diajukan kepada penuntut umum  (Pasal 50 ayat (1) dan (2)).
  2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya (Pasal 51 butir a.).
  3. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik (Pasal 52).
  4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam penyidikan (Pasal 53).
  5. Hak mendapatkan bantuan hukum dan memilih sendiri Penasehat Hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 dan Pasal 55).
  6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka yang ancam pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dengan biaya cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1) dan (2)).
  7. Hak menghubungi penasihat hukumnya (Pasal 57 ayat (1)).
  8. Hak Tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan (Pasal 57 ayat (2)).
  9. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka yang ditahan (Pasal 58)
  10. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksut yang sama diatas. (Pasal 59 dan Pasal 60)
  11. Hak untuk di kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61)
  12. Hak tersangka untuk berhubungan surat-meyurat kepada penasihat hukumnya (Pasal 62).
  13. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63)
  14. Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65).
  15. Hak tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66).
  16. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68, Pasal 95 ayat (1), Pasal 97 ayat (1)).
    Jawaban 2
    Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 butir 15).
    Hak – hak terdakwa sebagai mana dalam KUHAP adalah sebagai berikut:
    1. Hak segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat (3)).
    2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya (Pasal 51 butir b.).
    3. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada hakim (Pasal 52).
    4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam pemeriksaan di pengadilan (Pasal 53).
    5. Hak mendapatkan bantuan hukum dan memilih sendiri Penasehat Hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 dan Pasal 55).
    6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi terdakwa yang ancam pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih dengan biaya cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1) dan (2)).
    7. Hak menghubungi penasihat hukumnya
    8. Hak terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan (Pasal 57 ayat (2)).
    9. Hak untuk menghubungi dokter bagi terdakwa yang ditahan (Pasal 58)
    10. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksut yang sama diatas. (Pasal 59 dan Pasal 60)
    11. Hak untuk di kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61)
    12. Hak terdakwa untuk berhubungan surat-meyurat kepada penasihat hukumnya (Pasal 62).
    13. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63)
    14. hak terdakwa untuk diadi!i di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum (Pasal 64).
    15. Hak untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65)
    16. Hak agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66).
    17. Hak untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali (Pasal 67, Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) ).
    18. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68,  Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 97 ayat (1) ).
    19. Hak mengajukan keberataan tantang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) ).

    Putusan

    Putusan Pengadilan = pernyataan untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.


    Susunan dan isi putusan:
    1. Kepala Putusan ~ berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004).
    2.  Identitas pihak-pihak yang berperkara ~ identitas pihak penggugattergugat dan turut tergugat harus dimuat secara jelas
    3.  Pertimbangan (alasan-alasan) ~ Pertimbangan tentang duduk perkaranya (feitelijke gronden) dan Pertimbangan tentang hukumnya (rechtsgronden),
    4. Amar Putusan (diktum) ~ jawaban terhadap petitum dalam gugatan penggugat.
    Upaya Hukum Melawan Putusan Pengadilan :
    1. Perlawanan (Verzet) ~ objeknya putusan verstek – tenggang waktu pengajuan 14 hari.
    2. Banding ~ objeknya Putusan Pengadilan Negeri – Pengulangan pemeriksaan – pemeriksaan terakhir mengenai fakta dan kedudukan perkaranya oleh  judex facti.
    3. Kasasi ~ objeknya Putusan Pengadilan Tinggi >> permohonan kasasi di daftarkan dan membayar biaya perkara ke panitera pengadilan negeri pada tingkat pertama (tenggang waktu 14 hari) dan penyampaian mememori kasasi oleh pemohon (tenggang waktu 7 hari >> pemberitahuan tertulis kepada pihak lawan (tenggang waktu 7 hari) -) – isi memori kasasi adalah memuat alasan-alasan bahwa judex facti tidak berwewenang dalam putusannya atau melampaui batas wewenangnya, lalai tidak memenuhi syarat-syarat peraturan perundang-undangan, atau judex fakti salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
    4. Peninjauan Kembali ~ objek putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap – dasar pengajuan : apabila putusan didasarkan suatu kebohongan atau didasarkan bukti-bukti palsu; setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti baru; dikabulkan sesuatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut; apabila sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; apabila pihak-pihak yang sama mengenai sesuatu  soal, dasar, pengadilan, atau tingkatan yang sama telah diberikan putusan yang bertentangan dengan satu sama lain; dan terdapat khehilafan hakim/seuatu kekeliruan yang nyata – tenggang waktu 180 hari (Pasal 67 UU Nomor 14/1985).
    5. Derdenverjet ~ Perlawanan pihak ketiga bukan pihak dalam perkara yang merasa dirugikan misalnya terhadap sita eksekutorial (executoir beslag) diatur dalam Pasal 208 jo. Pasal 207 HIR/Pasal 228 jo. Pasal 227 RBg, dan perlawanan terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) – diajukan kepengadilan negeri yang memeriksa perkara dengan membuat gugatan terhadap pihak-pihak yang berperkara.
    Putusan MA dalam pemeriksaan kasasi :
    1. Pemohon kasasi tidak dapat diterima jika permohonan telah lewat waktu; tidak menyampaikan memori kasasi/memori kasasi terlambat disampaikan; dan belum mengajukan upaya hukum lain (verzet dan banding)
    2. Permohonan kasasi ditolak jika alasan-alasan kasasi dalam memori kasasi semata mata karena penilaian terhadap pembuktian  (fakta-fakta) yang mana batas pemeriksaan mengenai pembuktian berakhir pada tingkat banding sedangkan hal tersebut bukan wewenang MA
    3. Permohonan Kasasi dikabulkan jika alasan-alasan permohonan kasasi dalam memori kasasi dibenarkan oleh MA, dan MA membatalkan putusan yang dimohonkan kasasi.

    Hal-hal yang tak perlu dibuktikan

    Pembuktian = penyajian alat-alat bukti yang sah
    Pihak-pihak berperkara tidak perlu membuktikan peraturan hukumnya tetapi berkewajiban membuktikan preristiwa-peristiwa yang dikemukakan/hubungan hukumnya

    Hal-hal yang tak perlu dibuktikan :
    1. sesuatu yang diakui pihak lawan
    2. yang dilihat sendiri oleh hakim
    3. yang diketahui oleh umum (notoire feiten)
    4.  yang diketahui oleh hakim karena pengetahuannya.
     Beban pembuktian berdasarkan pedoman Pasal 163 HIR/Pasal 283 RBg/Pasal 1865 BW yaitu :
    yang megakui haknya atau mengatakan peristiwa untuk menegaskan haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain, dia harus membuktikan”
    Alat-alat bukti dalam perkara perdata (Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg/Pasal 1866 BW:
    1. Tulisan
    2. Saksi-saksi
    3.  Persangkaan
    4. Pengakuan
    5. Sumpah

    Jawaban tergugat terdiri dari 2 macam

    Jawaban tergugat terdiri dari 2 macam :
    1. Eksepsi (tanggkisan) –tidak langsung mengenai pokok perkara – misalnya eksepsi prosesuil (berdasarkan hukum acara perdata) yaitu eksepsi tentang kompetensi relatif (yang menyatakan pengadilan negeri di daerah hukum lain yang berwewenang) diajukan saat permulaan sidang, dan eksepsi kopetensi absolut (yang menyatakan Pengadilan dalam lingkungan peradilan lain yang berwewenang) dapat diajukan setiap saat pemeriksaan. Semua eksepsi diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara kecuali eksepsi kopetensi relatif dan absolut yang diputuskan dengan putusan sela.
    2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara.
    konvensi = gugatan penggugat awal
    rekonvensi = gugatan balik tergugat
    Replik = jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat
    Duplik = jawaban tergugat terhadap replik

    Sita jaminan ada 2 macam

    Sita jaminan ada 2 macam :
    1. Conservatoir beslaag  - sita jaminan barang milik tergugat
    2. Revindicatoir beslag ~ sita jaminan barang milik penggugat

    Wewenang mengadili:

    Wewenang mengadili:
    1. Wewenang Mutlak (kompetensi absolut) ~ pengadilan memiliki wewenang perkara jenis tertentu dan tingkatan tertentu mutlak tidak bisa dilakukan oleh pengadilan lain.
    2. Wewenang relatif (kompetensi relatif/nisbi) ~ wewenang mengadili Pengadilan Negeri berdasarkan daerah hukumnya.
    Wewenang Nisbi Pengadilan Negeri dalam Pasal 118 HIR/142 RBg mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri dalam daerah hukum :
    1. tempat tinggal tergugat
    2.  jika tergugat lebih dari dua orang, dpilih salah satu tempat tinggal tergugat.
    3.  jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui diajukan pada tempat tinggal tergugat
    4.  jika objek gugatan benda tetap (tidak bergerak) gugatan diajukan pada tempat benda tersebut terletak, atau jika terpisah daerah hukumnya dapat dipilih salah satu yang dikehendaki penggugat.
    5. jika sudah ditetapkan tempat berdasarka suatu akta

    Gugatan Perwakilan Kelompok (class action)

    Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) ~ gugatan untuk diri sendiri sekaligus mewakili kelompok yang memiliki fakta, dasar hukum dan tergugat yang sama – misalnya perkara pencemaran lingkungan – surat gugatanya diatur dalam Pasal 3 Peraturan MA Nomor 1/2002.

    Kumulasi Gugatan ada 2 macam

    Kumulasi Gugatan ada 2 macam :
    1. Kumulasi Subjektif ~ Penggabungan dari subjeknya – syarat tuntutan-tutntutan memiliki koneksitas
    2. Kumulasi Objektif ~ tidak diperkenankan Penggabungan pemeriksaan acara khusus dan acara biasa;tuntutan yang berbeda wewenang relatifnya; dan tuntutan mengenai bezit dan tuntutan mengenai eigendom.

    Ada 2 macam bentuk campur tangan (intervensi) pihak ketiga dalam perkara perdata

    Ada 2 macam bentuk campur tangan (intervensi) pihak ketiga dalam perkara perdata :
    1. Menyertai (voeging) – bersikap memihak kepada salah satu pihak berperkara.
    2. Menengahi (tussenkomst) – bersikap membela kepentingan sendiri.
    Bentuk yang lain sama dengan intervensi adalah vrijwaring (penaangguhan atau pembebasan) – pihak ketiga yang ditarik oleh salah satu pihak berperkara untuk kepentingan pihak yang menarik.

    Perihal Gugatan

    Perihal Gugatan
    Syarat-syarat yang harus dipenuhi surat gugatan :
    1. Memuat  kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan secara lengkap (MA tgl 15-3-1970 Nomor  547 K/Sip/1972).
    2. Tuntutan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970).
    3. Mencantumkan pihak-pihak berperkara secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975).
    4. Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971).
    Surat Gugatan yang tidak sesuai dinyatakan tidak sempurna dan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

    Tingkat Pemeriksaan perkara di Pengadilan

    1. Tingkat pertama - Pengadilan Negeri ~ HIR (untuk Jawa & Madura) dan RBg  (untuk luar Jawa & Madura).
    2. Tingkat banding – Pengadilan Tinggi ~ UU No.20/1947 (untuk pemeriksaan ulangan Jawa & Madura) dan RBg (untuk luar Jawa & Madura).
    3. Tingkat Kasasi – Mahkamah Agung ~ UU No.14/1985 tentang Mahkamah Agung.

    Asas-asas Hukum Acara Perdata ada 6

    1. Hakim bersikap pasif – Inisiatif pihak-pihak berperkara bukan hakim, mengadili seluruh tuntutan dan bukan tidak menjatuhkan sesuatu yang tidak dituntut, yang dikejar kebenaran formil (berdasarkan bukti-bukti yang diajukan didepan persidangan tanpa harus disertai keyakinan hakim), Para pihak bebas untuk mengakhiri perkara mereka sendiri.
    2. Sidang Pengadilan Terbuka Untuk Umum
    3. Mendengar kedua belah pihak
    4. Tadak ada keharusan mewakilkan
    5. Putusan harus disertai alasan-alasan - Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup pertimbangannya merupakan alasan untuk kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan (MA tanggal 22-7-1970 Nomor 638 K/Sip/1969 dan tanggal 16-12-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
    6. Beracara perdata dikenakan biaya.

    Hukum Perdata terbagi 2 macam yaitu :

    1. Hukum Perdata Materiil / Hukum Perdata saja = Hukum yeng mengatur kepentingan perseorangan (private).
    2. Hukum Perdata Formil / Hukum Acara Perdata = Hukum yang mengatur cara penyelesaian perkara perdata / cara menegakan Hukum Perdata Materiil

    Sistem Hukum :

    1. Hukum Eropah kontinental (Romawi Jermania) - Penganut sistem hukum ini adalah Perancis, Belanda, Jerman, Belgia, Swiss, Amerika Latin, dan termasuk Indonesia – Hukum bersumber dari Peraturan Perundang-Undangan untuk  tujuan kepastian hukum.
    2. Hukum Anglo Saxon/Anglo Amerika  (Comment Law Saxon) – Penganut sistem hukum ini adalah Malaysia, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan Australia – Hukum bersumber dari Yurisprudensi
    3. Hukum Adat – terdapat di IndonesiaCinaIndiaPakistan, dan lain-lain – Hukum yang tidak tertulis yang terpelihara tumbuh dan berkembang dari kesadaran masyarakat untuk ketertiban dan ketenraman masyarakat.
    4. Hukum Islam – Hukum ini dianut negara Arab saudi, Pakistan, beberapa negara Asia, Afrika, Eropa dimana Agama Islam berkembang – Hukum bersumber dari Al Quran, Hadist, Ijma, dan Qias.

    indonesia foreign invesment

    Financial Services Authority or commonly abbreviated as OJK, is an independent institution and free from the intervention of other party, which has the functions, duties, and authority to regulate, supervise, examine, and investigate against the activities in the financial services sector, which are the activities in banking, capital markets, insurance, pension funds, funding institutions and other financial service institutions. In performing its duties, OJK can coordinate with related financial service institutions and OJK is authorized to make regulations in the field of related financial services, for example OJK can coordinate with Bank of Indonesia to make regulation of supervision of banking. OJK is domiciled in the capital city of the State, but OJK may also have office inside and outside the territory of the Republic of Indonesia which was made according to its needs. - See more at: http://www.indonesiaforeigninvestmentlaw.com/#sthash.pF3dASzP.dpuf

    perikatan perjanjian jual beli apartemen

    Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) pada dasarnya adalah perjanjian untuk membeli properti, (misalnya: tanah, rumah, unit apartemen, dan lain-lain) dimana penjual berjanji pada suatu saat yang ditentukan akan menjual tanahnya kepada pembeli dan pembeli berjanji pada suatu saat yang ditentukan akan membeli tanah dari penjual.Dikarenakan bentuk dasar dari PPJB adalah Perjanjian, makaharus sesuai dengan ketentuan tentang syarat sahnya perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sah nya suatu perjanjian dibagi ke dalam 2 (dua) syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Untuk syarat objektif terdiri dari: Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat perikatan. - See more at: http://www.hukumproperti.com/#sthash.8AnXOm3T.dpuf

    pasal 40 rumah susun menurut uu No. 20 tahun 2011

    Menurut Pasal 44 UU Rumah Susun, pembangunan rumah susun dinyatakan selesai apabila Sertifikat Hak Milik atas Satuan rumah susun (“SHM Sarusun”) atau SKBG Sarusun telah diterbitkan. Untuk SHM Sarusun, penandatanganan Akta Jual Beli(“AJB”) dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), sedangkan untuk SKBG Sarusun dilakukan di hadapan Notaris sebagai bukti peralihan hak. SKBG Sarusun tersebut diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang bangunan gedung.  Untuk penerbitan SHM Sarusun dan SKBG Sarusun itu sendiri baru dapat dilakukan setelah tanah dimana di atasnya didirikan bangunan rumah susun (tanah bersama) telah diberikan dan diterbitkan hak atas tanah yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yaitu:  Read the rest of this entry » - See more at: http://www.hukumproperti.com/#sthash.8AnXOm3T.dpuf

    rumah susun menurut uu No. 20 tahun 2011

    Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”), definisi dari Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun “SKBG Sarusun” adalah tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.
    SKBG Sarusun itu sendiri merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang terdiri atas:
    1. Salinan buku bangunan gedung;
    2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
    3. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukan sarusun yang dimiliki; dan
    4. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan denda bersama yang bersangkutan.
    5. Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila SKBG Sarusun telah diterbitkan
    - See more at: http://www.hukumproperti.com/#sthash.8AnXOm3T.dpuf

    kedudukan kurator dalam kepailitan

    Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
    Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.
    Tugas Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.  Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Read the rest of this entry »

    Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
    Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.
    Tugas Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.  Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Read the rest of this entry »

    Ukuran Kelalaian dalam Hukum Pidana

    Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahankurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.
     
    Pasal 359 KUHP:
    “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
     
    Dalam hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan disebut dengan culpaProf. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 72) mengatakan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
     
    Sedangkan, Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana (hal. 177) mengatakan bahwa pada intinya, culpa mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Menurut Jan Remmelink, ihwal culpa di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut – padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
     
    Mengenai ukuran kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink (Ibid, hal. 179) mengatakan bahwa menurut MvA (memori jawaban) dari pemerintah, yang menjadi tolak ukur bagi pembuat undang-undang bukanlah diligentissimus pater familias (kehati-hatian tertinggi kepala keluarga), melainkan warga pada umumnya. Syarat untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata (kelalaian yang kentara/besar).
     
    Hal serupa juga dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro (Ibid, hal. 73), yaitu bahwa menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka pergunakan adalahgrove schuld (kesalahan besar). Meskipun ukuran grove schuld ini belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
     
    Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concreto terjadi. Jadi, tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak tanduknya.
     
    Pada akhirnya, Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim sendiri. Hal ini tidak dapat dielakkan.
     
    Jadi, pada dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hakim juga berperan serta dalam menentukan hal tersebut.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
     
    Referensi:
    1.    Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.
    2.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.
    3.    Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama.
     

    Kamis, 04 Juli 2013

    Jenis-Jenis Kredit Bank Perkreditan Rakyat

    Jenis-Jenis Kredit Bank  Perkreditan Rakyat, Tujuan dan Fungsi Definisi Kredit - Undang-Undang No.7 Tahun 1997 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 memberikan pengertian mengenai kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesempatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
    Berdasarkan pengertian diatas, maka ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
    • Adanya dua pihak yang saling berkepentingan, yaitu pihak penyedia uang (kreditur) dan pihak peminjam uang (debitur). Kedua pihak tersebut melaksanakan atas perjanjian pinjam meminjam, dimana keduanya harus mematuhi semua syarat dan kewajiban masing-masing
    • Terdapat suatu penyerahan uang, tagihan atau juga dapat berupa barang yang menimbulkan tagihan kepada pihak lain, dengan harapan Bank sebagai kreditur akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan
    • Terjadi suatu kesepakatan bersama tentang pelunasan utang, jangka waktu dan jaminan serta jumlah bunga, imbalan maupun pembagian hasil keuntungan yang akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

    Kredit yang diberikan bank perkreditan rakyat kepada debitur berdasarkan pada kepercayaan bank, bahwa pihak nasabah dapat mengembalikan kredit yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan berikut syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Tanpa adanya kepercayaan tersebut, pihak Bank tidak dapat memberikan pinjaman.

    Menurut Goldfeld dan Chandler (1990 : 37) :

    Hutang dan kredit sebenarnya adalah suatu hal yang sama yang dilihat dari dua sudut pandangan yang berbeda. Keduanya merupakan kewajiban untuk membayar dimasa datang ; dan karena uang digunakan sedemikian luas sebagai suatu standar pembayaran tertunda, maka hutang dan kredit biasanya merupakan kewajiban membayar sejumlah uang tertentu.      

    Terdapat dua unsur dalam pemberian kredit, yaitu unsur keamanan (safety) dan unsur keuntungan (profitability). Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling berkaitan erat.
    1. Unsur keamanan (safety) maksudnya adalah, bahwa prestasi yang diberikan ke dalam bentuk uang, barang, atau jasa tersebut benar-benar terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan atau profitability yang diharapkan dapat tercapai.
    2. Unsur keuntungan (profitability), merupakan tujuan dari membetikan kredit yang menjelma dalam bentuk bunga, imbalan ataupun pembagian hasil keuntungan. Tujuan pemberian kredit tidaklah semata-mata untuk mencari keuntungan, selain itu pemberian kredit juga ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan pemerataan pembangunan.

    Menurut Kasmir (2002 : 59) : kata kredit berasal dari bahasa yunani yaitu  “credere” yang artinya adalah  “percaya” maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, maka berarti ia memperoleh kepercayaan dan mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut, dan si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali sesuai dengan perjanjian.

    Dari pengertian kredit diatas dapat diketahui unsur–unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas, yaitu:

    a.    Kepercayaan
    Kepercayaan merupakan keyakinan sipemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali diwaktu tertentu dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh pemberi kredit setelah melakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam tentang di penerima kredit. Penelitian dan Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kesungguhan dan kemampuannya dalam membayar kredit yang diberikan.

    b.    Kesepakatan
    Kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit dituangkan dalam suatu perjanjian dimana tiap-tiap pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

    c.    Jangka waktu
    Kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa .pengembalian kredit yang telah disepakati.

    d.    Resiko
    Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal, yang pertama yaitu resiko kerugian yang diakibatkan musibah yang dialami oleh nasabah seperti bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

    e.    Balas Jasa
    Bagi bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa dapat berbentuk bunga, biaya provisi dan komisi serta biaya administrasi kredit.

    Tujuan dan Fungsi, serta Jenis-jenis Kredit Bank Perkreditan Rakyat  
    Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan dan fungsi tertentu. Tujuan pemberian kredit pada suatu Bank Perkreditan Rakyat adalah :

    a.   Mencari keuntungan
    Keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh BPR sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup BPR dan memperluas usahanya.

    b.   Membantu usaha nasabah
    BPR memberikan fasilitas untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dalam hal ini baik pihak BPR maupun nasabah sama- sama diuntungkan, dimana BPR memperoleh bunga, dan nasabah dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

    c.   Membantu pemerintah
    Pemerintah menerima pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan BPR, meningkatkan devisa negara apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor, dan membuka kesempatan kerja, bila kredit yang diberikan digunakan untuk membuka usaha baru.

    Adapun Fungsi Kredit secara umum, yaitu :
    • Untuk meningkatkan daya guna uang,
    • Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang,
    • Untuk meningkatkan daya guna barang,
    • Untuk meningkatkan peredaran uang,
    • Sebagai stabilitas ekonomi,
    • Untuk meningkatkan kegairahan berusaha,
    • Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan,
    • Untuk meningkatkan hubungan internasional.

    Acuan Penyusunan Laporan Keuangan

    Acuan Penyusunan Laporan Keuangan 

    Penyusunan laporan keuangan bank syariah didasarkan dari beberapa acuan yang relevan, adapun acuan tersebut adalah:
    • Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
    • Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum,     Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,     Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Umum, Pernyataan Standar     Akuntansi Keuangan Syariah (PSAKS) dan Interprestasi Standar     Akuntansi Keuangan (ISAK).
    • Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial     Institutions yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing     Organization of Islamic Financial Institutions).
    • International Accounting Standard (IAS), Statement of  Financial     Accounting Standard (SFAS), sepanjang tidak bertentangan dengan     prinsip syariah.
    • Peraturan perundang-undagan yang relevan dengan laporan keuangan
    • Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak     bertentangan dengan prinsip syariah.

    Fungsi Laporan Keuangan

    Fungsi Laporan Keuangan 

    Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan, laporan keuangan setidaknya harus berfungsi sebagai berikut:
    • menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
      • sahibul maal/pemilik dana
      • kreditur
      • pembayar zakat, infak, dan sadaqah
      • pemegang saham
      • otoritas pengawasan
      • Bank Indonesia
      • Pemerintah
      • Lembaga penjamin simpanan
      • Masyarakat
    • informasi dalam menilai prospek arus kas bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor/pemilik dana, kreditur, dan pihak-pihak lain dalam memperkirakan jumlah, aset, dan ketidakpastian dalam penerimaan kas di masa depan atas deviden, bagi hasil,dan hasil dari penjualan, pelunasan(redemption), dan jatuh tempo dari surat berharga atau pinjaman.
    • informasi atas sumber daya ekonomi bertujuan memberikan informasi tentang sumber daya ekonomis bank (economic resources), kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham serta kemungkinan terjadinya transaksi, dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.
    • informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan pegelolaan pendapatan dana bank tersebut.
    • informasi untuk membantu pihak terkait di dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya.

    Sumber Dana Bank Syariah

    Sumber Dana Bank Syariah

    Bagi bank konvensional selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan(jaga-jaga), dan investasi (John M. Keynes, 1936). Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun sesuai dengan tiga fungsi tersebut yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.

    Dalam pandangan syariah uang bukanlah suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang mengembang-biakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities) baik secara langsung maupun melalui transaksi perdagangan ataupun secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.

    Berdasarkan prinsip tersebut Bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk (Zainul Arifin, Op.cit, 53):
    1. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbaaln atau keuntungan.
    2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/ mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan porofolio yang didanai dengan modal tersebut.
    3. Investasi khusus (spesial investment account / mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi.

    Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari (Ibid):
    • Modal Inti (core capital)
    • Kuasi ekuitas (mudharabah account)
    • Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit)


    Laporan Keuangan Perbankan Syariah 

    Laporan keuangan pada sektor perbankan syariah, sama seperti sektor lainnya, adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan aktifitas operasi bank yang bermanfaat dalam mengambil keputusan.
    Pengertian Bank Syariah

    Prospek Perkembangan Produk Perbankan Syariah di Indonesia

    Prospek Perkembangan Produk Perbankan Syariah di Indonesia

    Prospek perkembangn produk bank syariah masih terbuka lebar, jika bank syariah melakukan kajian mendalam untuk pengembangan produk baru. Sehingga muncul inovasi dalam membuat produk-produk baru yang customized bagi customers. Pemahaman akan produk (product knowledge) dan skim-skim syariah menjadi dasar dalam pengembangan produk bank syariah. Minimnya pengetahuan mengenal aspek fiqh dalam perbankan syariah juga menjadi salah satu kendala dalam pengembangan produk di bank syariah. Berdasarkan perkembangan perkembangan secara nasional maka ada kecenderungan ke depan trennya adalah kepeminjaman konsumen. Disisi  lain pemberian pinjaman kepada kelompok UKM (Usaha Kecil Menengah) juga menjadi salah satu pilihan karena hal ini dapat mengurangi resiko kemacetan kredit yang biasanya disebabkan oleh debitur-debitur besar, jika satu debitur besar mengalami kemacetan maka akan mempengaruhi posisi CAR suatu bank secara signifikan.

    Perkembangan Produk Perbankan Syariah di Indonesia

    Perkembangan Produk Perbankan Syariah di Indonesia

    Seiring dengan perkembangannya, bank syariah tahun demi tahun mengalami peningkatan dari sisi asset dan share secara nasional, begitu pula dengan jumlah dana pihak ketiga (deposito fund) dan kredit (financing) yang diberikan. Pada akhir tahun 2002 total asset bank syariah sebesar Rp 4 Trilyun atau share sebesar 0,36% dari total aset perbankan nasional, sedangkan pada akhir tahun 2003 meningkat menjadi Rp 7,8 Trilyun atau share sebesar 0,74% dari total aset perbankan nasional atau meningkat hampir sebesar 100% dari total aset perbankan syariah tahun sebelumnya. Dari sisi produk perbankan syariah maka total deposit fund yang dimiliki bank syariah pada akhir tahun 2002 sebesar Rp 2,92 Trilyun dan pada akhir tahun 2003 sebesar Rp 5,72 Trilyun atau mengalami peningkatan hampir sebesar 100%. Sedangkan disisi financing posisi pada tahun 2002 akhir sebesar Rp 3,28 Trilyun dan pada akhir tahun 2003 sebesar Rp 5,53 Trilyun atau mengalami penongkatan hampir sebesar 70%. Secara keseluruhan akan dapat dilihat pada tabel pangsa perbankan syariah terhadap total bank posisi Desenber 2003 dibawah ini.

    Tabel 4.1
    Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Desember 2003)


    Islamic Banks
    Total Banks
    Nominal
    Share
    Total Assets
    7,86
    0,74%
    1068,40
    Deposit Fund
    5,72
    0,64%
    888,60
    Credit/Financing extended
    5,53
    1,16%
    477,19
    LDR/FDR*
    96,60%

    53,70%
    NPL
    2,34%

    8,2%


    Sumber: Data Statistik Perbankan Syariah-BI
    *) FDR = Financing extended/Deposit Fund
    LDR= Credit extended/Deposit Fund

    Produk Perbankan Syariah

    Produk Perbankan Syariah

    Dari hasil musyawarah (ijma internasional) para ahli ekonomi Muslim beserta para ahli fiqih dari Academi Fiqh di Mekkah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam dalam bentuk sistem ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalm operasional lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Penerapan atas konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga keuangan Islam di persada nusantara ini.

    Sepuluh tahun sejak diundangkannya pada Lembaga Negara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998, bank syariah dan lembaga keuangan non bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara : pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pegelola dana (mudharib) dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.

    Pada sisi pengerahan dana masyarakat, shahibul maal berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama, bagi hasil yang diterima shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan lembaga keuangan dalam mengelola dana yag dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan  karena konsep bagi hasil bukan konsep biaya.

    Pada penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan Bank Islam disalurkan dalam bentuk barang dan jasa yang dibelikan Bank Islam untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang dan jasa telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dahulu, baru ada uang maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang dan jasa atau mengadakan barang dan jasa. Selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan (collateral) hutang.

    Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukkan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep aqad. Bersumber dari lima konsep ini bank syariah dapat menerapkan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah yang dapat dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah :

    1)    Prinsip Simpanan Murni (al’Wadiah)
    Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadiah. Fasilitas al-Wadiah diberikan utnuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito.

    2)    Bagi Hasil (Syirkah)
    Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah

    3)    Prinsip Jual beli (at-Tijarah)
    Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditambah keuntungan (margin).

    4)    Prinsip Sewa (al-Ijarah)
    Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis : (1). Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan alat-alat produk (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).

    5)    Prinsip jasa/fee (al-Ajr walumullah)
    Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, dll.