Jumat, 20 Maret 2015

perbedaan hak tersangka & terpidana

Sebelum kita berbicara tentang hak-hak dari Tersangka / Terdakwa dan Terpidana, kita harus tahu dulu perbedaan antara seorang terdakwa dengan Terpidana.

Bahwa berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1, yang dimaksud dengan:

         Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

         Terdakwa adalah seorang Tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di persidangan.

         Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Setelah kita mengetahui difinisi dari masing-masing status seseorang barulah kita dapat berbicara tentang hak-haknya didalam melakukan proses hukum yang berlaku.

v      HAK-HAK TERSANGKA / TERDAKWA, ADALAH SEBAGAI BERIKUT :  

1. Dalam Proses Penangkapan

1)        Bahwa seseorang ditangkap harus ada bukti permulaan yang cukup / alasan kenapa seseorang tersebut ditangkap.
2)        Pada saat ditangkap, yang berhak melakukan penangkapan hanyalah :
a.      Penyidik yaitu :
         Pejabat polisi Negara RI yang minimal berpangkat inspektur Dua (Ipda).
         Pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus UU, yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b atau yang disamakan dengan itu).
b.      Penyidik pembantu, yaitu :
         Pejabat kepolisian Negara RI dengan pangkat minimal brigadier dua (Bripda).
         Pejabat pegawai negeri sipil di lingkungan kepolisian Negara RIyang minimal berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a atau yang disamakan dengan itu).
3)  Pada saat seseorang ditangkap dia dapat melakukan :
         Meminta surat tugas dari petugas kepolisian yang akan menangkap anda.
         Meminta surat perintah penangkapannya.
         Teliti surat perintahnya, mengenai identitasnya, alasan pengkapan, dan tempat diperiksa.
4)  Setelah sesorang ditangkap maka dia berhak untuk melakukan :
         Menghubungi dan didampingi oleh seorang penasehat hukum/pengacara.
         Segera diperiksa oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
         Minta untuk dilepaskan setelah lewat dari 1 X 24 jam.
         Diperiksa tanpa tekanan seperti ; intimidasi, ditaku-takuti dan disiksa secara fisik.

2. Dalam Proses Penahanan

Hak-hak anda jika ditahan, antara lain adalah :
1)    Menghubungi dan didampingi pengacara.
2)    Segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 hari ditahan.
3)    Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum.
4)    Meminta atau mengajukan pengguhan penahanan.
5)    Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan.
6)    Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga.
7)    Mengirim surat atau menerima surat dari penasehat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan Negara.
8)    Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
9)    Bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.

3. Dalam Proses Penggeledahan.

Hak-hak anda bila digeledah antara lain, adalah :
1)        Sebelum digeledah, anda dan keluarga berhak ditunjukkan tanda pengenak penyidik yang akan melakukan penggeledahan.
2)        Anda berhak untuk tidak menandatangi berita acara penggeledahan, hal itu akan dicatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya.
3)        Dua (2) hari setelah rumah anda dimasuki atau digeledah, harus dicabut berita acara dan turunannya diberikan kepada anda.
4)        Bila anda seorang tersangka dan ditangkap polisi yang bukan penyidik, maka anda hanya boleh digeledah (pakaian dab benda yang dibawa) bila ada dugaan keras dengan alasan yang cukup bila anda membawa benda yang dapat disita.
5)        Bila anda seorang tersangka yang ditangkap oleh penyidik atau dibawa kepada penyidik, maka anda bisa digeledah baik pakaian maupun badan dan tanpa perlu ada dugaan dan alasan yang cukup. 


v      HAK-HAK TERPIDANA, ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

  1. Seseorang terdakwa yang telah diputus berhak untuk mendapatkan petikan surat putusan pengadilan yang dapat diberikan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya segera setelah putusan diucapkan.
  2. Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan.
  3. Pada saat menjalini hukuman, seorang Terpidana juga berhak untuk :
1)  Menghubungi dan didampingi pengacara.
2) Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum.
3)  Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan.
4)  Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga.
5) Mengirim surat atau menerima surat dari penasehat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan Negara.
6) Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
7) Bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.

Demikianlah semoga bermanfaat.

Penahanan dan Keabsahan Surat Panggilan Tersangka

Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), surat penahanan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
-         Identitas tersangka atau terdakwa;
-         Alasan penahanan;
-         Uraian singkat perkara;
-         Kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan;
-         Tempat ditahan.
 
Selain itu, tembusan dari surat perintah penahanan itu harus diberikan kepada keluarganya (lihat Pasal 21 ayat [3] KUHAP).
 
2.      Untuk menetapkan tersangka, pihak penyidik harus menerbitkan Surat Perintah Dimulai Penyidikan sebagai pemberitahuan kepada Jaksa yang kemudian dilanjutkan proses penyidikan untuk memperoleh nama-nama yang dijadikan tersangka (lihat Keputusan Jaksa Agung RI No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana). Setelah itu, penyidik memanggil tersangka (serta saksi-saksi) untuk diperiksa. Lebih jauh simak artikel kami, P-18, P-19, P-21, dan Lain-lain.
 
Surat panggilan tersangka diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Dalam penjelasan Pasal 112 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa surat panggilan yang sah adalah surat panggilan yangditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
 
Dari ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanggilan seorang tersangka atau saksi harus memenuhi kedua syarat di atas yaitu:
-         Dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas. Dalam praktiknya, “alasan pemanggilan yang jelas” berarti surat panggilan disertai dengan uraian singkat mengenai perkara beserta pasal-pasal yang disangkakan; dan
-         Dipanggil dengan surat panggilan yang sah (ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang).
 
Jadi, yang menentukan keabsahan surat panggilan tersangka adalah adanya tanda tangan dari penyidik yang berwenang dalam surat panggilan tersebut. Sedangkan, tidak dicantumkannya pasal-pasal yang dilanggar/disangkakan, maka hal tersebut tidak membuat surat panggilan tersebut menjadi tidak sah.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:

Tata cara Peradilan Anak

Pertama, harus dibedakan antara peradilan anak dengan pengadilan anak. Peradilan anak adalah sebuah sistem peradilan untuk anak yang terintegrasi mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, bantuan hukum dan pelayanan lainnya, hingga pemasyarakatan.  Tetapi pengadilan anak adalah proses yang lebih terfokus pada jalannya sidang anak atau pada tahap pengadilan.  Indonesia hanya memiliki aturan mengenai pengadilan anak, yaitu di dalam Undang-undang no 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak).  Meskipun di dalamnya juga mengatur mengenai proses pra-pengadilan khusus untuk anak, tetapi hanya menyentuh persoalan acaranya saja, seperti batas masa tahanan, tata cara sidang anak, jenis-jenis hukuman dll.

Hukum kita belum membatasi jenis tindak pidana apa saja yang dapat didakwaan pada anak.  Inilah salah satu kelemahan hukum kita yang belum melindungi anak.  Pada dasarnya saat ini, anak dapat dipidana untuk semua jenis pelanggaran hukum yang diatur oleh KUHP.  Yang dibedakan hanya masa tahanan dan masa hukuman yang dapat dikenakan. Bahkan usia minimum pertanggungjawaban kriminal di negara kita adalah 8 tahun.  Berarti, anak kelas 2 SD bisa dikenai sanksi pidana.

Idealnya untuk anak, penahanan dan pemenjaraan harus menjadi upaya yang paling akhir dan kalaupun terpaksa dilakukan harus untuk masa yang paling singkat.  Hal ini sudah diatur di dalam Undang-undang  no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 16 butir c. Berdasarkan hal itu pula, saat ini tengah dilakukan upaya revisi UU Pengadilan Anak menjadi undang-undang yang lebih komprehensif mengatur mengenai pra-ajudikasi, ajudikasi dan pasca ajudikasi untuk anak.  Proses peradilan tidak pernah berdampak baik pada anak karena akan menimbulkan trauma, stigmatisasi dan resiko mengalami kekerasan dan eksploitasi.  Oleh karena itu, bagi anak, diversi atau pengalihan dari sistem peradilan formal kepada mekanisme penanganan berbasis keluarga dan masyarakat adalah langkah yang terbaik.

Ketentuan dan Persyaratan Penahanan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

ntuk anak yang berhadapan dengan hukum dalam kedudukan disangka melakukan tindak pidana, maka ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, selain UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,(“KUHAP”) maka harus juga diperhatikan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak (“UU No. 3/1997”) danUU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”)
 
Khusus untuk Anak yang dapat diproses pidana, Mahkamah Konstitusi telah menaikkan batas minimum anak yang dapat diproses secara pidana dari 8 tahun menjadi 12 tahun (vide Putusan MK No 1/PUU-VIII/2010).
 
Khusus untuk penahanan terdapat syarat–syarat yang harus dipenuhi dan harus dicantumkan secara tegas dalam Surat Perintah Penahanan yaitu syarat berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 3/1997 yaitu:
·         Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana
·         Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
·         Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat.
Sementara jangka waktu penahanan anak sebagaimana diatur oleh UU No. 3 Tahun 1997 adalah sebagai berikut
 
Jenis Penahanan
Lama Penahanan
Penahanan/Perpanjangan Penahanan oleh
Penahanan di Penyidikan
Maks. 20 hari
Penyidik
Perpanjangan Penahanan di Penyidikan
Maks. 10 hari
Penuntut Umum
Penahanan di tingkat Penuntutan
Maks. 10 hari
Penuntut Umum
Perpanjangan Penahanan di tingkat penuntutan
Maks. 15 hari
Ketua PN
Penahanan di tingkat pemeriksaan Pengadilan
Maks. 15 hari
Hakim
Perpanjangan Penahanan di tingkat pemeriksaan Pengadilan
Maks. 30 hari
Ketua PN
Penahanan di tingkat pemeriksaan Banding
Maks. 15 hari
Hakim Banding
Perpanjangan Penahanan di tingkat pemeriksaan Banding
Maks. 30 hari
Ketua PT
Penahanan di tingkat pemeriksaan Kasasi
Maks. 25 hari
Hakim Kasasi
Perpanjangan Penahanan di tingkat pemeriksaan Kasasi
Maks. 30 hari
Ketua MA
 
Karena tidak terdapat informasi memadai mengenai dakwaan apa yang disangkakan, maka sangat disarankan Anda melihat ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kemudian khusus untuk anak, berdasarkan ketentuanPasal 22 UU No. 3/1997, maka anak dapat dijatuhi pidana atau tindakan.
 
Mengingat bahwa kegiatan narkotika dinyatakan terlarang bagi untuk melibatkan anak dalam berbagai tingkat sebagaimana dinyatakan oleh UU Perlindungan Anak, maka pada dasarnya berlaku ketentuan Pasal 1 angka 2 huruf b jo Pasal 24 UU No. 3/1997 di mana Hakim menjatuhkan putusan dengan jenis putusan tindakan terhadap anak yang terlibat dalam kegiatan narkotika

Putusan tindakan tersebut dapat berupa :
·         mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
·         menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
·      menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
 
Dasar hukum:
  

Apakah Anak Nakal Dapat Dijatuhi Hukuman Mati?


alam poin ini, kami akan menjawab pertanyaan Anda yang pertama dan kedua. Secara hukum, anak sebagai pelaku tindak pidana (“Anak Nakal”) dengan ancaman pidana mati, tidak akan dikenai pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup. Hal ini didasarkan pada Pasal 26 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU 3/1997”) yang berbunyi:
 
“Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, makapidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.”
 
Ketentuan tersebut sejalan dengan pengaturan dalam Pasal 23 dan 24 UU 3/1997 sebagai berikut:
 
Pasal 23
(1).    Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan.
(2).    Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:
a.    pidana penjara;
b.    pidana kurungan;
c.     pidana denda; atau
d.    pidana pengawasan.
(3).    Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
(4).    Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 
Pasal 24
(1).    Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:
a.    mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b.    menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
c.     menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
(2).    Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
 
 
Ditegaskan pula dalam penjelasan umum UU 3/1997 bahwapenjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak.
 
2.      Jawaban telah kami uraikan dalam poin pertama.
 
3.      Mengenai pidana tambahan yang dapat dijatuhkan pada anak nakal, sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (3) UU 3/1997, pidana tambahan untuk anak nakal adalah berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.
 
Untuk pengumuman putusan pengadilan, hal tersebut bukanlah merupakan pidana tambahan bagi anak nakal. Karena, memang berdasarkan Pasal 8 ayat (6) UU 3/1997, putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
 
4.      Mengenai berapa lama pidana penjara dijatuhkan kepada anak nakal, Pasal 26 ayat (1) UU 3/1997 menentukan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah paling lama1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
 
Jadi, harus dilihat kembali pada ketentuan pidananya. Misalnya, jika anak tersebut dijerat dengan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
 
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
 
Sehingga, pidana untuk anak nakal yang melakukan pembunuhan dan dijerat dengan Pasal 359 KUHP adalah paling lama 2,5 (dua setengah) tahun.
 
Dalam poin ini perlu kami tambahkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah memutus bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Sebelum putusan ini, menurut UU 3/1997, anak yang berusia 8 hingga 18 tahun dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Lebih jauh, simakartikel Batas Usia Anak Dapat Dipidana Naik.
 
5.      Pada umumnya, ketentuan peraturan perundang-undangan yang juga mengatur sanksi pidana mencantumkan sanksi pidana maksimal atau lebih sering disertai dengan frasa “paling lama”, khususnya untuk pidana penjara dan kurungan. Namun, memang terdapat peraturan perundang-undangan yang memuat ancaman pidana minimum dengan menggunakan frasa “sekurang-kurangnya”. Ketentuan seperti ini misalnya terdapat dalam Pasal 46 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankanyang berbunyi sebagai berikut:
 
“Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).”
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
3.      Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan