Jumat, 19 Februari 2016

HUBUNGAN KERJA

Pengertian Hubungan Kerja - Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.

Definisi hubungan Kerja Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.

Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu.

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
  1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja)
  2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)
  3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus merupakan hak dari si pekerja atas upah)
  4. Berakhirnya Hubungan Kerja
  5. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan
HUBUNGAN KERJA

PERJANJIAN KERJA BERSAMA

I.                   Unsur sahnya nya suatu perjanjian sesuai Pasal 2320 KUHPerdata yaitu:

  1. ada kesepakatan
  2. ada kecakapan
  3. ada suatu hal tertentu
  4. ada sebab yang halal

Meskipun berbagai peneliti memberikan berbagai pengertian perjanjian kerja , tapi kita pakai Menurut ps.1 huruf 14 no.13 thun 2003:

Perjanjian Kerja adalah: perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
                                        kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
                                        pihak.

II.                Subjek PK & PKB

Subjek PK = Pengusaha & Buruh
Subjek PKB = Pengusaha, buruh dan serika t pekerja/buruh

Pasal 1330 KUHP ditentukan bahwa :
Orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dalam pengampuan, orang gila tak boleh membuat suatu persetujuan.

Seorang pkerja/buruh baru diperbolehkan membuat perjanjian keja jika sudah berumur 18 tahun. Sedang pekerja/buruh dengan ketentuan berikut( Pasal 119 )

1.      Jika dalam sutau perusahaan hanya ada satu serikat pekerja/ serikat buruh,
      serikat pekerja/ serikat buruh tersebut harus dapat mewakili  pekerja/  buruh, untuk membuat      perjanjian kerja bersama apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50%  dari jumlah  pekerja/  buruh yang ada di perusahaan tersebut.
2.      Jika serikat pekerja/ serikat buruh tak punya anggota lebih dari 50%, serikat pekerja/ serikat       buruh tersebut baru dapat membuat perjanjian kerja bersama jika mendapat dukungan lebih dari 50% dari jumlah  pekerja/  buruh yang ada di perusahaan tersebut.
3.      Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh, maka serikat pekerja/          serikat buruh yang dapat membuat perjanjian kerja bersama adalah serikat pekerja/ serikat buruh yang punya jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah  pekerja/  buruh yang ada di perusahaan tersebut.
4.      Jika perusahaan punya lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh tidak memenuhi ketentuan     dalam point 3 datas, maka serikat pekerja/ serikat buruh baru dapat membuat perjanjia kerja bersama bila dapat berkualisi dengan serikat pekerja/ serikat buruhyang ada sehingga punya suara lebih dari 50% dari jumlah pekerja/  buruh yang ada di perusahaan tersebut ( Pasal 120, ayat 1).


III.             Syarat sahnya PK & PKB

Sesuai Pasal 52 UU No. 13 Tahun 2003  Tentang Ketenagakerjaan adalah:
1.      Kesepakatan kedua belah pihak
2.      Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
3.      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4.      Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan           peraturan perUUan yang berlaku

Sesuai Pasal 54  UU N0 13 Tahun 2003, Perjanjian Keja tertulis sekurang kurangnya memuat:

a.       nama, alamat perusahan dan jenis usaha
b.      nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh
c.       jabatana atau jenis pekerjaan
d.      tempat pekerjaan
e.       besarnya upah dan cara pembayarannya
f.       syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g.      mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h.      tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i.        tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja 

 Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 116
1.      Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat                  pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
2.      Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara        musyawarah.
3.      Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat secara tertulis dengan     huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
4.      Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia,         maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 117
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 123
1.      Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
2.      Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
3.      Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga)         bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
4.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 124
1.      Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :
a.       hak dan kewajiban pengusaha;
b.      hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c.       jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama, dan
d.      tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
2.      Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-     undangan yang berlaku.
3.      Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang       berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Jenis Perjanjian Kerja, sesuai UU No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan :
a.         Perjanjian keja untuk waktu tertentu
Perjanjian keja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dan dengan Bahasa Indonesia dan huruf latin serta memenuhi syarat2:
1.      Berjangka waktu tertentu
2.      Adanya suatu pekerjaan yang selesais dalam waktu tertentu
3.      Tidak mempunyai syarat waktu percobaan

b.        Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu
 Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu berlaku terus sampai:
1.      pihak pekerja/buruh memasuki usia pensiun (555 tahun)
2.      pihak pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan
3.      pekerja/buruh mninggal dunia
4.      adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja/buruh telah melakukan tindak pidana sehingga  perjanjian kerja tidak bisa dilanjutkan
Dalam Perjanjian Keja untuk Waktu Tidak tertentu, Pengusaha harus membuat surat pengangkatan yang min memuat:
1.      nama dan alamat pekerja/buruh
2.      tanggal mulai bekerja
3.      jenis pekerjaan
4.      besarnya upah
IV.             Peraturan Perusahaan
Jika perusahaan telah terbentuk, pengusaha diwajibkan untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan yang bersangkutan.:
Peraturan tersebut minimal memuat:
1.      hak dan kewajiban pengusaha
2.      hak dan kewajiban pekerja/buruh
3.      syarat kerja
4.      tata tertib perusahaan
5.      jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan

C. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja
a. Seperti dalam KUHP, kewajiban pekerja :
1.      Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya     dengan sebaik baiknya
2.      Pekerja/buruh berkewajiban untuk melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin pengusaha ia menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.
3.      Pekerja/buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan pekerjaannya
4.      Pekerja/buruh yang tingal pada pengusaha , wajib berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga  pengusaha.

b.      Kewajiban Pengusaha
1.      Membayar upah
Pengertian upah adalh pembayaran yang diterima selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
Pasal 1 angka 30 UU no. 13 tahun 2003 Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerja dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Dalam UU no. 13 tahun 2003, kebijakan pengupahan meliputi:
a.       upah minimum
b.      upah kerja lembur
c.       upah tidak masuk kerja karena berhalangan
d.      upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaanya
e.       upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f.       bentuk dan cara pembayaran upah
g.      denda dan potongan upah
h.      hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
i.        Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j.        Upah untuk pembayaran pesangon
k.      Uph untuk penghitungan pajak penghailan
Jenis-jenis upah:
1.      Upah nominal
Adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai  kepada pekerja/buruh yang berhak senagai imbalan atas  pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja
2.      Upah nyata ( Riil Wages)
Adalah uang nyata yang benar –benar harus diterima seorang pekerja/buruh yang berhak.
3.      Upah Hidup
Adalah upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup untuk mmbiayai keperluan hidupnya secara luas, selain kebutuhn pokok juga sosial seperti kebutuhan pendidikan, asuransi, rekreasi dll.
4.      Upah minimum
Adalah upah terendah yng akan dijadikan standard, oleh pengusaha untuk menentukan upah yang sebenarnya dari pekerja/buruh yang bekerja di perusahanya.
Upah minimun terdiri dari:
c.       upah minimum bertandarkan wilayah propinsi atau kabupaten .kota
d.      upah minimum berdasarkan sektor pada wilyah propinsi atau kabupaten/kota
5.  Upah Wajar ( Fari Wages)

Pasal 125
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.

Pasal 126
1.      Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama
2.      Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
3.      Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap             pekerja/buruh atas biaya perusahaan.

Pasal 127
1.      Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan       perjanjian kerja bersama.
2.      Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan          dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 128
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 129
1.      Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di       perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.
2.      Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama     diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

Pasal 130
  1. Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal 119.
  2. Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat perjanjian kerja bersama terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.
  3. Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau perbaharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 131
1.      Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan  maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
2.      Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai      perjanjian kerja bersama, maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh.
3.      Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama, maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.

Pasal 132
1.      Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam       perjanjian kerja bersama tersebut.
2.      Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama      selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 133
Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 134
Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 135
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah.
                                                                 Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf 1
Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 136
1.      Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
2.      Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)      tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.

Paragraf 2
Mogok Kerja
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

 Pasal 138
1.      Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain    untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
2.      Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.

Pasal 139
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekeja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan membahayakan keselamatan orang lain.

Pasal 140
  1. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
  2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
  1. waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhir mogok kerja;
  2. tempat mogok kerja;
  3. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja dan
  4. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggungjawab mogok kerja.
  1. Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
  2. Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara :
  1. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi, atau;
  2. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Pasal 141
1.      Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja             sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
2.      Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang                 ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
3.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka         harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
4.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
5.      Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

Pasal 142
1.      Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139     dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
2.      Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur     dengan Keputusan Menteri.

Pasal 143
  1. Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan  secara sah, tertib, dan damai.
  2. Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 144
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
a.       mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan, atau
b.      memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Pasal 145
Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.

Paragraf 3
Penutupan Perusahaan (lock out)
Pasal 146
1.      Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh       sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan.
2.      Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan balasan    sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
3.      Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang       berlaku.

Pasal 147
Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi, pusaat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi, serta kereta api.

Pasal 148
  1. Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh)  hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
  2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
  1. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai  dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
  2. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out)
  1. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149
  1. Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh  dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencamkan hari, tanggal, dan jam penerimaan.
  2. Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
  3. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
  4. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
  5. Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan perusahaan (lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
  6. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan apabila :
  1. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140;
  2. Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Sumber :

1.        Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2.        Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
3.        Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta        Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
4.        Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta,
5.        Hartono, Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers,           1992), hal. 10.
6.        Tjepi F. Aloewic, Naskah Akademis Tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Penyelesaian                   Perselisihan Industrial, Cetakan ke-11, (Jakarta: BPHN, 1996), hal. 32. 

Perlindungan Upah Tenaga Kerja/Buruh

Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari sorang pekerja untuk melakukan pekerjaan pada orang lain dan badan hukum ataupun satu perusahaan. 

Upah merupakan salah satu hak normatif buruh. Upah yang diterima oleh buruh merupakan bentuk “prestasi” dari pengusaha ketika dari buruh itu sendiri telah memberikan “prestasi” pula kepada Pengusaha yakni suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Karena merupakan hak normatif maka peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pengupahan memuat pula sanksi pidana bagi Pengusaha yang mengabaikan peraturan perundangan terkait dengan masalah pengupahan dan perlindungan upah. Bila hal tersebut terjadi maka tindakan Pengusaha yang demikian ini termasuk dalam tindak pidana kejahatan.

Bab I Pasal 1 angka 30 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan:
"Upah adalah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusahaatau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau perturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa yang telah atau akan dilakukan".

Penghasilan Pekerja adalah jumlah penghasilan Pekerja dalam satuan waktu tertentu termasuk didalamnya gaji pokok, tunjangan-tunjangan, premi-premi, catu, upah lembur, THR, bonus dan fasilitas-fasilitas. 

Tujuan pemerintah mengatur upah dan pengupahan pekerja/buruh adalah untuk melindungi pekerja dari kesewenang-wenangan pengusaha dalam pemberian upah. setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. pekerjamenerima upah dari pemberi kerja dan dilindungi undang-undang. Peran pemerintah dalam hal ini adalah adalha menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja maupun keluarganya.

Bentuk perlindungan upah itu berupa pengaturan tentang upah dan pengupahan yang diatur dalam Pasal 88 s/d Pasal 98 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. hal hal penting yang terkandung dalam Pasal ini adalah:
  • Penetapan upah minimum
  • Upah kerja lembur
  • Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
  • Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya
  • Upah menjalankan hak dan waktu istirahat kerjanya
  • Bentuk dan cara pembayaran upah
  • Denda dan pemotongan upah
  • Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
  • Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
  • Upah untuk pembayaran pesangon
  • Upah untuk perhitungan pajak penghasilan (selanjutnya perlindungan upah akan saya uraikan secara terperinci pada bagian lain blog ini)
Kalau kita perhatikan secara cermat bunyi undang-undang diatas kita melihat bahwa ada bagian penting yang terkandung didalamnya, yaitu komponen upah dan tunjangan-tunjangan. terkait dengan komponen upah dan tunjangan Pasal 94 secara tegas menyatakan : "Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap". jadi, pengelompokan tunjangan dan tunjangan tidak tetap harus diatur secara jelas karena upah pokok ditambah tunjangan tetap nantinya dipakai sebagai dasar perhitungan untuk :
  • Upah lembur
  • Perhitungan pesangon
  • Perhitungan pensiun
  • Perhitungan pembayaran ke jamsostek
  • THR
Yang termasuk kedalam Komponen upah adalah sebagai berikut (SE Menaker No. SE-07/Men/1990) :
  1. Upah pokok adalah : imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
  2. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap kepada pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan jabatan, tunjangan keahlian dan lain-lain.
Pada hari libur resmi semua pekerja yang bekerja pada perusahaan berhak mendapat istirahat dengan upah sebagaimana biasa diterima tanpa membedakan status buruh (Pasal 1 Permen No. Per-03/Men/1987 Tentang Upah Pekerja Pada hari Libur Resmi).
Upah Minimum harus mencapai sesuai dengan (Kepmen No. 226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal 1,3,4,8,11,20 dan 21 Permen No. Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum) :
  • Upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap(Pasal 1).
  • Besarnya upah minimum diadakan peninjauan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sekali (Pasal 4 Kepmen No.226/Men/2000).
  • Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (Pasal 89 ayat 2 dan Pasal 90 ayat 1).
Pengusaha yang membayar upah buruhnya lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- dan paling banyak Rp 400.000.000,- dan tindakan Pengusaha tersebut merupakan Tindak Pidana Kejahatan (Pasal 185 UU No. 13/2003).
Setiap keterlambatan membayar upah pekerja menurut waktu yang ditetapkan, pengusaha wajib memberikan tambahan upah (bunga) sesuai dengan Peraturan Pemerintah yaitu :
  1. Upah + 5 % untuk tiap hari keterlambatan (mulai hari ke 4 sampai ke 8 terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar).
  2. Ditambah lagi 1 % /keterlambatan (sesudah hari ke dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50 % dari upah yang seharusnya dibayarkan.
  3. Apabila masih belum dibayar (sesudah 1 bulan), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan BUNGA ATAS UPAH (Pasal 19Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah).
Denda  yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang dibenarkan  (Pasal 20 ayat 1 dan ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upahadalah Denda karena suatu pelanggaran hanya dapat dilakukan terhadap pekerja jika diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan. Pengusaha dilarang menuntut ganti rugi terhadap pekerja yang sudah dikenakan denda, pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda darinya. 

Pemotongan upah yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang  dibenarkan (Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah)  adalah Pemotongan upah untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada Surat Kuasa dari pekerja kecuali kewajiban pembayaran oleh pekerja terhadap negara atau pembayaran iuran sosial, jaminan sosial. 

Ganti rugi yang dapat dilakukan Perusahaan terhadap karyawan yang dibenarkan (Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) adalah Permintaan ganti rugi akibat kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun pihak ketiga karena kesengajaan atau kelalaian pekerja harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dengan ketentuan setiap bulannya tidak boleh melebihi 50% dari upah.

UPAH ADALAH HUTANG YANG HARUS DIDAHULUKAN (Pasal 27Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan UpahApabila pengusaha dinyatakan pailit maka upah pekerja merupakan hutang yang harus didahulukan.

 Tuntutan dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 tahun Pasal 30 Peraturan Pemerintah No. 8/1981 Tentang Perlindungan Upah.


Dasar hukum yang mengatur tentang upah dan pengupahan adalah sebagai berikut :
  • Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mulai Pasal 88 s/d Pasal 98
  • Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1982 tentang perlindungan upah
  • Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.SE-01/MEN/1982 Tentang Petunjuk Pelaksana Pemerintah No.8 Tentang Perlindungan Upah
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per 01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 226/MEN/2000 Tentang Perubahan Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21 peraturan menteri tenaga kerja Republik Indonesia Nomor Per 01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum.
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 231/MEN/2003 Tentang Tatacara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per 02/MEN/1993 Tentang Berakhirnya Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 49/MEN/2004 Tentang Struktur dan Skala Upah.
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep 102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
  • Keputusan Presiden No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan.

TATA CARA PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)

Menurut Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Adapun yang menjadi latar belakang pembuatan PKB adalah, sebagai berikut :
  • Peraturan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaanmengharuskan pengusaha yang mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  • Konvensi ILO No. 98 Tentang Berlakunya Dasar-Dasar Dari Hak Untuk Bernegosiasi dan Berunding Bersama.
  • Perlunya ada kejelasan yang menyeluruh mengenai hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja serta tata tertib dalam bekerja dan di lingkungan kerja.
Dalam “Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/Xi/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama Pada BAB III”diterangkan pembuatan Kerja Bersama, yaitu :

TATA CARA PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Bagian Kesatu
Persyaratan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 12

1)        PKB dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
2)        Perundingan PKB harus didasari itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak.
3)        Perundingan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
4)        Lamanya perundingan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan dalam tata tertib perundingan.

 Pasal 13

1)        Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
2)        Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.
3)        PKB induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing.
4)        Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang perusahaan, maka selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.

Pasal 14

Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masingmasing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh masing-masing perusahaan.

Pasal 15

Pengusaha harus melayani serikat pekerja/serikat buruh yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB dengan ketentuan apabila:
1.        serikat pekerja/serikat buruh telah tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; dan
2.        memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 16

1)        Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.
2)        Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh dan wakil-wakil dari pekerja/buruh yang bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh.
3)        Dalam waktu 30 hari setelah pembentukannya, panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mengumumkan hasil pemungutan suara.
4)        Pemungutan suara dapat dilakukan paling cepat 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan pemungutan suara oleh panitia.
5)        Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan tanggal pelaksanaan pemungutan suara kepada pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha, untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan suara.
6)        Panitia harus memberi kesempatan kepada serikat pekerja/serikat buruh untuk menjelaskan program kerjanya kepada pekerja/buruh di perusahaan untuk mendapatkan dukungan dalam pembuatan PKB.
7)        Penjelasan program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan di luar jam kerja pada tempat-tempat yang disepakati oleh panitia pemungutan suara dan pengusaha.
8)        Tempat dan waktu pemungutan suara ditetapkan oleh panitia dengan mempertimbangkan jadwal kerja pekerja/buruh agar tidak mengganggu proses produksi.
9)        Penghitungan suara disaksikan oleh perwakilan dari pengusaha.

Pasal 17

1)        Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah maksimal 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh yang masing-masing anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
2)        Jumlah 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sesuai peringkat berdasarkan jumlah anggota yang terbanyak.
3)        Setelah ditetapkan 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ternyata masih terdapat serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya masing-masing minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut dapat bergabung pada serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 18

1)        Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 mengajukan permintaan berunding dengan pengusaha, maka pengusaha dapat meminta verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh.
2)        Verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota.

Pasal 19

Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
1.      tujuan pembuatan tata tertib;
2.      susunan tim perunding;
3.      lamanya masa perundingan;
4.      materi perundingan;
5.      tempat perundingan;
6.      tata cara perundingan;
7.      cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
8.      sahnya perundingan; dan
9.      biaya perundingan.


Pasal 20

1)        Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b pihak pengusaha dan pihak serikat pekerja/serikat buruh menunjuk tim perunding sesuai kebutuhan dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang dengan kuasa penuh.
2)        Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat pekerja/serikat buruh harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut.

Pasal 21

1)        Tempat perundingan pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e, dilakukan di kantor perusahaan yang bersangkutan atau kantor serikat pekerja/serikat buruh atau di tempat lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
2)        Biaya perundingan pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf i, menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Pasal 22

PKB sekurang-kurangnya harus memuat:
1.      nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
2.      nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3.      nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
4.      hak dan kewajiban pengusaha;
5.      hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
6.      jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
7.      tanda tangan para pihak pembuat PKB.

Pasal 23

1)        Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal.
2)        Dalam hal perundingan pembuatan PKB masih belum selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib dan penjadwalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak harus membuat pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya, yang memuat:
a.         materi PKB yang belum dicapai kesepakatan;
b.         pendirian para pihak;
c.         risalah perundingan; dan
d.        tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.
3)        Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak mencapai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dilakukan penyelesaian.
4)        Instansi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah:
a.         instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota apabila lingkup berlakunya PKB hanya mencakup satu kabupaten/kota;
b.         instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi, apabila lingkup berlakunya PKB lebih dari satu kabupaten/kota di satu provinsi;
c.         Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya PKB meliputi lebih dari satu provinsi.
5)      Penyelesaian oleh instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
6)      Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c, menyelesaikan perselisihan PKB tersebut berdasarkan kesepakatan tertulis dari serikat pekerja/serikat buruh yang menjadi perunding dengan pengusaha.
7)      Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat syarat:
a.         pihak-pihak yang melakukan perundingan;
b.         wilayah kerja perusahaan; dan
c.         tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.

Pasal 24

Apabila PKB ditandatangani oleh wakil, harus ada surat kuasa khusus yang dilampirkan pada PKB tersebut.

Pasal 25

1)      Apabila penyelesaian oleh instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) dilakukan melalui mediasi dan para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
2)      Dalam hal daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 1 (satu) daerah hukum Pengadilan Hubungan Industrial, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial yang daerah hukumnya mencakup domisili perusahaan.

Pasal 26

1)        Dalam hal serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha akan melakukan perubahan PKB yang sedang berlaku, maka perubahan tersebut harus berdasarkan kesepakatan.
2)        Perubahan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.

Bagian Kedua
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
Pasal 27

1)        Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
2)        Pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan:
1.    sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan; dan
2.    sebagai rujukan utama dalam hal terjadi perselisihan pelaksanaan PKB.
3)        Pengajuan pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan naskah PKB yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 28

1)        Pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan oleh:
1.      kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
  1. kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
  2. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
2)        Pengajuan pendaftaran PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
3)        Pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan harus meneliti kelengkapan persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau materi naskah PKB.
4)        Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan surat keputusan pendaftaran PKB dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan pendaftaran.
5)        Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi dan/atau terdapat materi PKB yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi catatan pada surat keputusan pendaftaran.
6)        Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat mengenai pasal-pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 29

1)        Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
2)        Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
Adapun yang menjadi  manfaat Perjanjian Kerja Bersama bagi Perusahaan dan Pekerja/Buruh adalah sebagai berikut :
  • Dengan adanya PKB, perusahaan akan mendapat penilaian positif dari Pemerintah karena dianggap sudah mampu menjalankan satu hubungan yang harmonis dengan pekerjanya yang diwakili oleh pengurus serikat pekerja.
  • Akan tercipta suatu hubungan industrial yang kondusif antara perusahaan dan pekerja  karena berkurangya perselisihan kerja yang terjadi.
  • Pekerja akan mempunyai kinerja yang lebih produktif dan termotivasi karena semua aturan di jalankan dengan baik sesuai kesepakatan bersama.
  • Kepuasan akan hak, memicu pekerja untuk berterima kasih dan menjaga semua aset-aset yang di miliki oleh Perusahaan

Sumber :
1.        Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
2.        Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
3.        Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/Xi/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
4.        Konvensi ILO No. 98 Tentang Berlakunya Dasar-Dasar Dari Hak Untuk Bernegosiasi dan Berunding Bersama.