Senin, 08 Juli 2013

rumah susun menurut uu No. 20 tahun 2011

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”), definisi dari Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun “SKBG Sarusun” adalah tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.
SKBG Sarusun itu sendiri merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang terdiri atas:
  1. Salinan buku bangunan gedung;
  2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
  3. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukan sarusun yang dimiliki; dan
  4. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan denda bersama yang bersangkutan.
  5. Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila SKBG Sarusun telah diterbitkan
- See more at: http://www.hukumproperti.com/#sthash.8AnXOm3T.dpuf

kedudukan kurator dalam kepailitan

Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.
Tugas Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.  Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Read the rest of this entry »

Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”) adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.
Tugas Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.  Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Read the rest of this entry »

Ukuran Kelalaian dalam Hukum Pidana

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahankurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.
 
Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
 
Dalam hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan disebut dengan culpaProf. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 72) mengatakan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
 
Sedangkan, Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana (hal. 177) mengatakan bahwa pada intinya, culpa mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Menurut Jan Remmelink, ihwal culpa di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut – padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
 
Mengenai ukuran kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink (Ibid, hal. 179) mengatakan bahwa menurut MvA (memori jawaban) dari pemerintah, yang menjadi tolak ukur bagi pembuat undang-undang bukanlah diligentissimus pater familias (kehati-hatian tertinggi kepala keluarga), melainkan warga pada umumnya. Syarat untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata (kelalaian yang kentara/besar).
 
Hal serupa juga dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro (Ibid, hal. 73), yaitu bahwa menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka pergunakan adalahgrove schuld (kesalahan besar). Meskipun ukuran grove schuld ini belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
 
Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concreto terjadi. Jadi, tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak tanduknya.
 
Pada akhirnya, Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim sendiri. Hal ini tidak dapat dielakkan.
 
Jadi, pada dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hakim juga berperan serta dalam menentukan hal tersebut.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
1.    Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.
2.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.
3.    Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama.
 

Kamis, 04 Juli 2013

Jenis-Jenis Kredit Bank Perkreditan Rakyat

Jenis-Jenis Kredit Bank  Perkreditan Rakyat, Tujuan dan Fungsi Definisi Kredit - Undang-Undang No.7 Tahun 1997 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 memberikan pengertian mengenai kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesempatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Berdasarkan pengertian diatas, maka ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
  • Adanya dua pihak yang saling berkepentingan, yaitu pihak penyedia uang (kreditur) dan pihak peminjam uang (debitur). Kedua pihak tersebut melaksanakan atas perjanjian pinjam meminjam, dimana keduanya harus mematuhi semua syarat dan kewajiban masing-masing
  • Terdapat suatu penyerahan uang, tagihan atau juga dapat berupa barang yang menimbulkan tagihan kepada pihak lain, dengan harapan Bank sebagai kreditur akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan
  • Terjadi suatu kesepakatan bersama tentang pelunasan utang, jangka waktu dan jaminan serta jumlah bunga, imbalan maupun pembagian hasil keuntungan yang akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

Kredit yang diberikan bank perkreditan rakyat kepada debitur berdasarkan pada kepercayaan bank, bahwa pihak nasabah dapat mengembalikan kredit yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan berikut syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Tanpa adanya kepercayaan tersebut, pihak Bank tidak dapat memberikan pinjaman.

Menurut Goldfeld dan Chandler (1990 : 37) :

Hutang dan kredit sebenarnya adalah suatu hal yang sama yang dilihat dari dua sudut pandangan yang berbeda. Keduanya merupakan kewajiban untuk membayar dimasa datang ; dan karena uang digunakan sedemikian luas sebagai suatu standar pembayaran tertunda, maka hutang dan kredit biasanya merupakan kewajiban membayar sejumlah uang tertentu.      

Terdapat dua unsur dalam pemberian kredit, yaitu unsur keamanan (safety) dan unsur keuntungan (profitability). Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling berkaitan erat.
  1. Unsur keamanan (safety) maksudnya adalah, bahwa prestasi yang diberikan ke dalam bentuk uang, barang, atau jasa tersebut benar-benar terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan atau profitability yang diharapkan dapat tercapai.
  2. Unsur keuntungan (profitability), merupakan tujuan dari membetikan kredit yang menjelma dalam bentuk bunga, imbalan ataupun pembagian hasil keuntungan. Tujuan pemberian kredit tidaklah semata-mata untuk mencari keuntungan, selain itu pemberian kredit juga ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan pemerataan pembangunan.

Menurut Kasmir (2002 : 59) : kata kredit berasal dari bahasa yunani yaitu  “credere” yang artinya adalah  “percaya” maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, maka berarti ia memperoleh kepercayaan dan mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut, dan si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali sesuai dengan perjanjian.

Dari pengertian kredit diatas dapat diketahui unsur–unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas, yaitu:

a.    Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan sipemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali diwaktu tertentu dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh pemberi kredit setelah melakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam tentang di penerima kredit. Penelitian dan Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kesungguhan dan kemampuannya dalam membayar kredit yang diberikan.

b.    Kesepakatan
Kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit dituangkan dalam suatu perjanjian dimana tiap-tiap pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c.    Jangka waktu
Kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa .pengembalian kredit yang telah disepakati.

d.    Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal, yang pertama yaitu resiko kerugian yang diakibatkan musibah yang dialami oleh nasabah seperti bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

e.    Balas Jasa
Bagi bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa dapat berbentuk bunga, biaya provisi dan komisi serta biaya administrasi kredit.

Tujuan dan Fungsi, serta Jenis-jenis Kredit Bank Perkreditan Rakyat  
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan dan fungsi tertentu. Tujuan pemberian kredit pada suatu Bank Perkreditan Rakyat adalah :

a.   Mencari keuntungan
Keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh BPR sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup BPR dan memperluas usahanya.

b.   Membantu usaha nasabah
BPR memberikan fasilitas untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dalam hal ini baik pihak BPR maupun nasabah sama- sama diuntungkan, dimana BPR memperoleh bunga, dan nasabah dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

c.   Membantu pemerintah
Pemerintah menerima pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan BPR, meningkatkan devisa negara apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor, dan membuka kesempatan kerja, bila kredit yang diberikan digunakan untuk membuka usaha baru.

Adapun Fungsi Kredit secara umum, yaitu :
  • Untuk meningkatkan daya guna uang,
  • Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang,
  • Untuk meningkatkan daya guna barang,
  • Untuk meningkatkan peredaran uang,
  • Sebagai stabilitas ekonomi,
  • Untuk meningkatkan kegairahan berusaha,
  • Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan,
  • Untuk meningkatkan hubungan internasional.

Acuan Penyusunan Laporan Keuangan

Acuan Penyusunan Laporan Keuangan 

Penyusunan laporan keuangan bank syariah didasarkan dari beberapa acuan yang relevan, adapun acuan tersebut adalah:
  • Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
  • Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum,     Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,     Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Umum, Pernyataan Standar     Akuntansi Keuangan Syariah (PSAKS) dan Interprestasi Standar     Akuntansi Keuangan (ISAK).
  • Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial     Institutions yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing     Organization of Islamic Financial Institutions).
  • International Accounting Standard (IAS), Statement of  Financial     Accounting Standard (SFAS), sepanjang tidak bertentangan dengan     prinsip syariah.
  • Peraturan perundang-undagan yang relevan dengan laporan keuangan
  • Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak     bertentangan dengan prinsip syariah.

Fungsi Laporan Keuangan

Fungsi Laporan Keuangan 

Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan, laporan keuangan setidaknya harus berfungsi sebagai berikut:
  • menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
    • sahibul maal/pemilik dana
    • kreditur
    • pembayar zakat, infak, dan sadaqah
    • pemegang saham
    • otoritas pengawasan
    • Bank Indonesia
    • Pemerintah
    • Lembaga penjamin simpanan
    • Masyarakat
  • informasi dalam menilai prospek arus kas bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor/pemilik dana, kreditur, dan pihak-pihak lain dalam memperkirakan jumlah, aset, dan ketidakpastian dalam penerimaan kas di masa depan atas deviden, bagi hasil,dan hasil dari penjualan, pelunasan(redemption), dan jatuh tempo dari surat berharga atau pinjaman.
  • informasi atas sumber daya ekonomi bertujuan memberikan informasi tentang sumber daya ekonomis bank (economic resources), kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham serta kemungkinan terjadinya transaksi, dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.
  • informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan pegelolaan pendapatan dana bank tersebut.
  • informasi untuk membantu pihak terkait di dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya.