Senin, 03 Juni 2013

Jerat Hukum Penyelenggara Radio Ilegal

Di Indonesia sendiri terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan penegakan hukum terhadap penyelenggaraan penyiaran, khususnya penggunaan spektrum frekuensi radio. Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggaraan Penyiaran Tanpa Izin Serta Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Tanpa Izin Untuk Keperluan Penyiaran.
 
Tujuan surat edaran tersebut adalah sebagai bentuk nyata komitmen Pemerintah untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam melindungi masyarakat pada umumnya dan pengguna spektrum frekuensi radio yang sudah memiliki izin pada khususnyaSurat Edaran ini ditetapkan dalam rangka penegakan hukum terhadap penyelenggara penyiaran tanpa izin dan/atau pengguna spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran yang belum memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) demi terciptanya kepastian hukum dan tertib administrasi.
 
Definisi spektrum frekuensi radio itu sendiri dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (“UU Penyiaran”) yang berbunyi:
“Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.”
 
Mengutip dari laman resmi Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan InformasiSpektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasi oleh negara. Pemanfaatan Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam tersebut perlu dilakukan secara tertib, efisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak menimbulkan gangguan yang merugikan.
 
Masih dalam laman yang sama, disebutkan bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling menganggu mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah negara. Penggunaan spektrum frekuensi radio antara lain untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan keselamatan, Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam yang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pelaksanaan pelayanan perizinan spektrum frekuensi radio dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi berupa sistem data processing dan database penggunaan frekuensi radio nasional (Sistem Informasi Manajemen Frekuensi/SIMF), serta sistem pengawasan/monitoring penggunaan frekuensi radio yang tersebar di seluruh ibu kota propinsi.
 
Menjawab pertanyaan Anda mengenai aturan khusus yang dapat menjerat pelaku yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah perihal perizinan penggunaan spektrum frekuensi radio, maka kita mengacu pada ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) yang berbunyi:
Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.”
 
Sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan pasal tersebut adalah sanksi administrasi berupa pencabutan izin (Pasal 45 UU Telekomunikasi). Selain itu, pelanggar juga dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400 juta (Pasal 53 ayat [1] UU Telekomunikasi). Kemudian, apabila tindak pidana dalam Pasal 33 ayat (1) UU Telekomunikasi tersebut mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (Pasal 53 ayat [2] UU Telekomunikasi).
 
Contoh kasus tindak pidana penggunaan frekuensi radio tanpa izin dapat kita ambil antara lain dari Laporan Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Kelas II Jayapura yang juga kami dapat dari laman resmi Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi. Salah satunya adalah kasus tindak pidana penggunaan frekuensi radio tanpa izin dengan terdakwa Simron Tangkepayung, pemilik radio Move FM pada 2006. Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura Nomor 133/Pid.B/2006/PN-JPR tanggal 15 Juni 2006, telah menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Simron Tangkepayung alias Ruben yang terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana “Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Tanpa Izin Pemerintah”. Hukuman tersebut berupa pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dengan denda masa percobaan 6 (enam) bulan dan membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.- (seribu rupiah), sedang barang bukti berupa 1 (satu) unit pemancar radio siaran FM warna abu-abu bertulis exiter, dengan penutup atas berwarna hitam dan kuning dikembalikan kepada yang berhak. 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:

3.   Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggaraan Penyiaran Tanpa Izin Serta Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Tanpa Izin Untuk Keperluan Penyiaran.
 
Referensi:
http://www.postel.go.id/artikel_c_3_p_93.htm, diakses pada 24 Mei 2013 pukul 11.05 WIB
http://www.postel.go.id/info_view_c_6_p_1476.htm, diakses pada 24 Mei 2013 pukul 11.10 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar