Minggu, 18 Maret 2018

Ini Syarat Agar Transportasi Online Boleh Beroperasi di Bandara


Pada awalnya memang benar bahwa transportasi online dilarang untuk beroperasi di bandar udara (bandara). Sejak adanya Permenhub 108/2017, tranportasi online atau yang dalam Permenhub 108/2017 disebut dengan istilah Angkutan Sewa Khusus ini dapat beroperasi di bandara tetapi harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah, di antaranya yaitu: harus memiliki stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang dengan memuat informasi wilayah operasi, tahun penerbitan kartu pengawasan, nama badan hukum, dan latar belakang logo Perhubungan, seta mempunyai dokumen perjalanan yang lengkap.

Namun jika transportasi online tidak memenuhi aturan sebagaimana yang telah diatur, bagaimana bentuk penindakan oleh petugas bandara dalam menindak pelanggaran ini tidak diatur secara jelas.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.



Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda

Transportasi Online
Pengaturan mengenai transportasi online atau transportasi berbasis aplikasi kita dapat merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (“Permenhub 108/2017”).

Transportasi online (untuk perusahaan Gocar, Grabcar, dan Uber) sebagaimana yang Anda sebutkan, dalam Permenhub 108/2017 dikenal dengan nama Angkutan Sewa Khusus, yang termasuk dalam Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu.[1]

Angkutan Sewa Khusus berbasis aplikasi menurut Permenhub 108/2017 ini termasuk jenis angkutan orang dengan Tujuan Tertentu yang salah satunya melayani angkutan sewa,[2]karena sebagaimana seperti yang kita lihat, pemesanannya hanya melalui aplikasi berbasis teknologi untuk disewakan.


Angkutan sewa, merupakan pelayanan Angkutan dari pintu ke pintu dengan menggunakan Mobil Penumpang. Angkutan sewa terdiri atas:[3]
  1. Angkutan sewa umum; dan
  2. Angkutan sewa khusus.

Angkutan sewa khusus merupakan pelayanan Angkutan dari pintu ke pintu dengan pengemudi, memiliki wilayah operasi dan pemesanan menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi.[4]

Syarat Pelayanan Angkutan Sewa Khusus
Angkutan sewa khusus, wajib memenuhi pelayanan sebagai berikut:[5]
  1. beroperasi pada wilayah operasi yang telah ditetapkan;
  2. tidak terjadwal;
  3. dari pintu ke pintu;
  4. tujuan perjalanan ditentukan oleh Pengguna Jasa;
  5. tarif Angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi;
  6. penggunaan kendaraan harus melalui pemesanan atau perjanjian, tidak menaikkan penumpang secara langsung di jalan;
  7. pemesanan layanan hanya melalui aplikasi berbasis teknologi informasi; dan
  8. wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan.

Wilayah operasi Angkutan sewa khusus, ditetapkan dengan mempertimbangkan:[6]
  1. perkiraan kebutuhan jasa Angkutan sewa khusus;
  2. perkembangan daerah;
  3. karakteristik daerah/wilayah; dan
  4. tersedianya prasarana jalan yang memadai.

Wilayah operasi Angkutan sewa khusus, ditetapkan oleh:[7]
  1. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, untuk wilayah operasi Angkutan sewa khusus yang melampaui 1 (satu) daerah provinsi;
  2. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, untuk wilayah operasi Angkutan sewa khusus yang melampaui 1 (satu) daerah provinsi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek); atau
  3. Gubernur, untuk wilayah operasi Angkutan sewa khusus yang seluruhnya berada di daerah dalam 1 (satu) daerah provinsi.

Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan Angkutan Sewa Khusus ini menurut Permenhub 108/2017, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:[8]
  1. menggunakan Mobil Penumpang Sedan yang memiliki 3 (tiga) ruang atau Mobil Penumpang Bukan Sedan yang memiliki 2 (dua) ruang paling sedikit 1.000 (seribu) sentimeter kubik;
  2. menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor dengan warna dasar hitam tulisan putih atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. memiliki kode khusus sesuai dengan penetapan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  4. dilengkapi dengan tanda khusus berupa stiker yang ditempatkan di kaca depan kanan atas dan belakang dengan memuat informasi wilayah operasi, tahun penerbitan kartu pengawasan, nama badan hukum, dan latar belakang logo Perhubungan;
  5. identitas pengemudi ditempatkan pada dashboard kendaraan atau tertera pada aplikasi yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan Angkutan sewa khusus;
  6. dilengkapi Dokumen Perjalanan yang Sah; dan
  7. mencantumkan nomor telepon layanan pengaduan masyarakat di dalam kendaraan yang mudah terbaca oleh Pengguna Jasa.

Bolehkah Angkutan Sewa Khusus Masuk Bandar Udara?
Secara eksplisit memang tidak diatur bahwa Angkutan Sewa Khusus ini boleh beroperasi di bandar udara (“bandara”). Sepanjang penelusuran kami juga tidak ditemukan peraturan yang sudah mengatur mengenai wilayah operasi angkutan sewa khusus.

Apakah Eksaminasi Mengubah Putusan Hakim?

Eksaminasi  putusan pengadilan tidak mengubah putusan majelis hakim.  Eksaminasi berbeda dengan upaya hukum, upaya hukumdalam konteks peradilan pidana adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan hakim yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan harapan putusan hakim bisa berubah.
Sedangkan eksaminasi adalah suatu bentuk pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Upaya Hukum
Kami asumsikan upaya hukum dan eksaminasi putusan yang dimaksud dalam pertanyaan Anda adalah dalam konteks peradilan pidana. Untuk menjawabnya, kami berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”).
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.[1]
Upaya hukum terdiri dari:
  1. Upaya hukum biasa[2]
    1. Banding; dan
    2. Kasasi.
  2. Upaya hukum luar biasa[3]
    1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
    2. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Eksaminasi
Menurut Emerson Yuntho, dkk dalam bukunya Panduan Eksaminasi Publik (hal.19) yang kami akses dari laman Indonesia Corruption Watch, istilah eksaminasi berasal dari bahasa Inggris examination yang berarti ujian atau pemeriksaan. Dalam Black’s Law Dictionaryeksaminasi diartikan sebagai an investigation; search; inspection; interrogation. Apabila dihubungkan dengan konteks eksaminasi terhadap produk peradilan (dakwaan, putusan), maka eksaminasi berarti melakukan pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim).

Eksaminasi sering disebut dengan legal annotation yaitu pemberian catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa. Pada dasarnya proses yang dilakukan hampir sama dengan eksaminasi. Namun pada perkembanganya eksaminasi biasanya merupakan gabungan lebih dari 1 (satu) legal annotation.
Essensi dari eksaminasi adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) dan atau dakwaan (jaksa) apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat untuk mendorong para hakim/jaksa agar membuat putusan/dakwaan dengan pertimbangan yang baik dan professional.[4]
Sebagai suatu pengawasan, eksaminasi bukanlah satu-satunya pengawasan yang ada di pengadilan. Masih banyak pengawasan lain yang dilakukan baik secara internal maupun eksternal.[5]
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mengamanatkan adanya sebuah pengawasan di lembaga peradilan. Mahkamah Agung(“MA”) melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh MA adalah dengan melakukan eksaminasi terhadap putusan yang dihasilkan oleh hakim. Eksaminasi bukanlah hal baru dalam dunia peradilan.[6]
Jadi eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Lantas apakah eksaminasi tersebut dapat mengubah putusan hakim?
Artikel Lembaga Eksaminasi, Cara 'Menghukum' Hakim Nakal menjelaskan bahwa lembaga eksaminasi putusan pengadilan tidak mengubah putusan majelis hakim. Tetapi majelis hakim yang salah memutuskan dapat dikenakan sanksi. Ketua Umum Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) Laksanto Utomo mengatakan bahwa apabila tim eksaminasi yang memutuskan seorang hakim tidak kredibel saat memutus perkara, maka MA wajib tunduk terhadap rekomendasi yang diputuskan tim eksaminasi untuk selanjutnya menjatuhkan sanksi kepada hakim yang bersangkutan.
Masih bersumber dari artikel yang sama, menurut Hakim Agung, Gayus Lumbuunputusan hakim tidak bisa dipermasalahkan. Tapi hakimnya harus dipersoalkan. Eksaminasi putusan tidak membatalkan putusan hakim, tapi hanya mempersoalkan hakim-hakim yang tidak kredibel dan berkualitas.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, eksaminasi  putusan pengadilan tidak mengubah putusan majelis hakim. Eksaminasi berbeda dengan upaya hukum, upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan hakim yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan harapan putusan hakim bisa berubah. Sedangkan eksaminasi adalah suatu bentuk pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah terakhir oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Referensi:
Emerson Yuntho, Aris Purnomo dan Wasingatu Zakiyah. 2011. Panduan Eksaminasi Publik. Jakarta: Indonesia Corruption Watch

Ini Besaran Tarif Penerbitan SKCK

Manakah yang benar, biaya pengurusan SKCK Rp 10 ribu atau Rp 30 ribu? Saya baca di internet biayanya Rp 10 ribu, tapi di Info Polisi sebesar Rp 30 ribu. Apa dasar hukumnya?Jawaban: 
 
Aturan tentang tarif penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“SKCK”) adalahPeraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam aturan tersebut ditetapkan tarif penerbitan SKCK sebesar Rp 30.000.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
 
 
 
Ulasan:
 
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
 
Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“SKCK”)
SKCK menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“Perkapolri 18/2014”) adalah surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) kepada seorang/pemohon warga masyarakat untuk memenuhi permohonan dari yang bersangkutan atau suatu keperluan karena adanya ketentuan yang mempersyaratkan, berdasarkan hasil penelitian biodata dan Catatan Kepolisian yang ada tentang orang tersebut.
 
Sementara, Catatan Kepolisian adalah catatan tertulis yang diselenggarakan oleh Polri terhadap seseorang yang pernah melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar hukum atau sedang dalam proses peradilan atas perbuatan yang dia lakukan.[1]
 
SKCK digunakan sebagai kelengkapan persyaratan bagi pengguna, antara lain untuk:[2]
  1. menjadi calon pegawai pada perusahaan/lembaga/badan swasta; dan
  2. melaksanakan suatu kegiatan atau keperluan tertentu dalam lingkup wilayah Polsek, antara lain:
  1. pencalonan kepala desa;
  2. pencalonan sekretaris desa;
  3. pindah alamat; atau
  4. melanjutkan sekolah.
 
Cara Memperoleh SKCK
Permohonan untuk memperoleh SKCK dilakukan dengan cara:[3]
  1. pemohon mendaftar dan menyerahkan persyaratan pada loket yang telah disediakan dengan menunjukkan dokumen asli atau dikirim secara online melalui sarana elektronik;
  2. pemohon mengisi formulir daftar pertanyaan; dan
  3. pemohon menyerahkan kembali formulir daftar pertanyaan yang telah diisi kepada petugas pelayanan dikirim secara online melalui sarana elektronik.
 
Bagi Warga Negara Indonesia, persyaratanuntuk memperoleh SKCK adalah sebagai berikut:[4]
  1. fotokopi KTP dengan menunjukkan KTP asli;
  2. fotokopi kartu keluarga;
  3. fotokopi akte lahir/kenal lahir;
  4. fotokopi kartu identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan KTP; dan
  5. pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 6 (enam) lembar, yang digunakan untuk:
  1. SKCK 1 (satu) lembar;
  2. arsip 1 (satu) lembar;
  3. buku agenda 1 (satu) lembar;
  4. Kartu Tik 1 (satu) lembar; dan
  5. formulir sidik jari 2 (dua) lembar.
Penjelasan selengkapnya mengenai penerbitan SKCK dapat Anda simak dalam artikel Bisakah Mendapatkan SKCK Jika Pernah Melakukan Tindak Pidana?
 
Berapakah Tarif Penerbitan SKCK?
Mengenai tarif administrasi penerbitan SKCK dibebankan kepada pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 60/2016”) mengatur mengenai tarif adminstrasi penerbitan SKCK.
 
Pasal 1 ayat (1) huruf n PP 60/2016menyatakan bahwa tarif penerbitan SKCK merupakan salah satu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 
Tarif penerbitan SKCK ini ditetapkan sebesar Rp 30.000,-.[6] Memang sebelumnya tarif penerbitan SKCK adalah sebesar Rp 10.000,- sebagaimana ditetapkan dalam Romawi IX Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia(“PP 50/2010”). Tetapi PP 50/2010 ini sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh PP 60/2016. Itu artinya, tarif penerbitan SKCK yang berlaku adalah Rp 30.000,-.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
 

​​​​​​​Dokter Wajib Jelaskan Risiko Tindakan Medis kepada Pasien

Niat hati menunggu kelahiran anak keempatnya, NK harus kehilangan istri tercinta. Penyebabnya, dokter TOS, ahli kandungan di Rumah Sakit MMC Jakarta Selatan, diduga melanggar standar operasional prosedur operasi. Proses operasi yang dilakukan termasuk berisiko tinggi karena sudah tiga kali operasi caesar. Karena itu, operasi ini adalah operasi yang seharusnya terencana.

HK membawa masalah itu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Atas pengaduan HK, MKDKI menyatakan dokter TOS melakukan pelanggaran disiplin. MKDKI juga merekomendasikan pencabutan surat tanda registrasi. Dokter TOS melawan putusan itu lewat gugatan ke PTUN Jakarta. Upayanya berhasil. PTUN Jakarta membatalkan keputusan MKDKI.

Selain mengadukan dokter ke MKDKI, sebenarnya HK melayangkan gugatan ke PN Jakarta Selatan atas tuduhan perbuatan melawan hukum dalam penanganan operasi caesar isterinya. Dokter TOS menjadi tergugat I, sedangkan rumah sakit MMC dan perusahaan pemilik rumah sakit, PT KAM, masing-masing Tergugat II dan Tergugat III. HK berhasil, majeis hakim PN Jakarta Selatan menyatakan sang dokter melakukan perbuatan melawan hukum.


Keberhasilan HK tertunda karena dua putusan. Pertama, pembatalan keputusan MKDKI oleh PTUN. Kedua, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang membatalkan putusan PN Jakarta Selatan. Majelis banding membatalkan putusan PN Jakarta berbekal putusan PTUN yang mengoreksi keputusan MKDKI.

Baca juga:

HK mengajukan kasasi atas putusan gugatan perbuatan melawan hukum. Dalam putusan kasasi No. 1001 K/Pdt/2017, majelis mengabulkan permohonan kasasi HK. Majelis kasasi menyatakan hakim banding telah salah menerapkan hukum karena telah mengadili gugatan perbuatan melawan hukum dalam bidang hukum perdata semata berdasarkan putusan PTUN atas pembatalan keputusan MKDI.

Majelis kasasi berpendapat bahwa dalam menilai ada tidaknya perbuatan melawan hukum perdata (malpraktik dokter) judex facti  tidaklah terikat pada putusan PTUN. Hakim peradilan umum tidak tunduk pada putusan PTUN karena peradilan umum bukan subordinasi PTUN. Itu pula yang menjadi kaidah hukum dari putusan kasasi tersebut, sebagai salah satu putusan yang dimasukkan dalam Landmark Decisions Mahkamah Agung Tahun 2017.