Jumat, 04 Maret 2016

Perbedaan Kode Etik Notaris dan PPAT

Peraturan perundang-undangan yang utama mengenai Notaris adalah UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), sedangkan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”).
 
Notaris dan PPAT adalah dua profesi yang berbeda dengan kewenangan yang juga berbeda. Walaupun, dalam keseharian kita banyak temui notaris yang juga berprofesi sebagai PPAT. Rangkap jabatan profesi notaris dan PPAT memang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan (penjelasan selengkapnya simak artikel Rangkap Jabatan Profesi Hukum). Berikut tabel perbandingan profesi notaris dan PPAT sebagai gambaran umum mengenai kedua profesi tersebut:
 
 
Notaris
PPAT
Pengertian
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 UUJN)
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1 PP 37/1998)
Kewenangan
(1)   Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
 
(2) Notaris berwenang pula:
 
a)    mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi);
 
b)    membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking);
 
c)    membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
 
d)    melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
 
e)    memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
 
f)     membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
 
g)    membuat akta risalah lelang.
 
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
 
(lihat Pasal 15 UUJN)
(1)    PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
 
(2)    Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
 
a.Jual beli;
 
b.Tukar menukar;
 
c.Hibah;
 
d.Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
 
e.Pembagian hak bersama;
 
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
 
g.Pemberian Hak Tanggungan;
 
h.Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
 
(lihat Pasal 2 PP 37/1998)
 
Notaris dan kode etiknya
Setiap Notaris yang diangkat harus mengucapkan sumpah yang salah satu isinya adalah “bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris” (Pasal 4 ayat [2] UUJN). Berarti kode etik profesi Notaris merupakan pedoman sikap dan tingkah laku jabatan Notaris. Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi Notaris (Pasal 83 ayat [1] UUJN).
 
Berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian, Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik Notaris”).
 
Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris disebutkan bahwa:
 
“Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”
 
Kewenangan pengawasan pelaksanaan dan penindakan kode etik Notaris ada pada Dewan Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah, dan pusat (Pasal 1 angka 8 Kode Etik Notaris).
 
PPAT dan kode etiknya
Kemudian mengenai PPAT, di dalam ketentuan PP 37/1998 tidak disebut sama sekali mengenai etika profesi atau kode etik profesi. Akan tetapi, di dalam peraturan yang lebih lanjut yaitu Pasal 28 ayat (2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan bahwa PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan (BPN) karena melanggar kode etik profesi. Kode etik profesi PPAT disusun oleh Organisasi PPAT dan/atau PPAT Sementara dan ditetapkan oleh Kepala BPN yang berlaku secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006). Organisasi PPAT saat ini adalah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Dalam laman resmi IPPAT (ippatonline.com) dicantumkan Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku saat ini yaitu hasil keputusan Kongres IV IPPAT 31 Agustus – 1 September 2007.
 
Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Profesi PPAT, disebutkan bahwa:
 
“Kode Etik PPAT dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan berdasarkan keputusan kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di dalamnya para PPAT Pengganti.”
 
Kewenangan pengawasan dan penindakan kode etik PPAT ada pada Majelis Kehormatan yang terdiri dari Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Pusat (Pasal 7 Kode Etik PPAT).
 
Jadi, kode etik notaris berbeda dengan kode etik PPAT karena keduanya mengatur dua profesi yang berbeda, dan dikeluarkan oleh dua organisasi yang berbeda pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar