Minggu, 21 Februari 2016

Kedudukan Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Ajaran islam populer juga disebut dengan dienul-Islam merupakan salah satu ajaran Agama somawi (langit), jika tidak mau dikatakan sebagai kelanjutan agama –agama samawi sebelumnya. Selain memiliki karakteristik yang berbeda dengan sejumlah agama yang berkembang di dunia yang biasa dikenal dengan agama dunia. Karakteristik Islam demikian itu dipertegas dalam Alqur’an, wama arsalnaka ila rahmatan lilamin ( tiadalah risallah Islam ini diturunkan melainkan untuk kepentingan seluru alam semesta).
Tentunya ajaran islam memiliki sumber-sumber atau dari mana asal muasal dari ajaran islam tersebut. Ajaran islam juga sebagai ajaran penutup dari ajaran – ajaran sebelumnya memiliki berbagai dinamika. Khususnya di Indonesia ajaran islam memiliki beberapa fase mulai dari masa penjajahan, pasca kemerdekaan dan juga saat sekarang ini serta peranan Ajaran Islam dalam pembangunan Nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan dibahas tentang “HUKUM ISLAM DI INDONESIA”.
II. Batasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas terdapat beberapa masalah yang akan dibahas. Tapi masalah tersebut harus mempunyai batasan batasan. Adapun batasan – batasan tersebut sebagai berikut :
a. Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia
b. Sumber-Sumber Hukum Islam
c. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
d. Hukum islam dan peranannya dalam pembangunan nasional.
2. Perumusan Masalah
Dari Batasan – Batasan Masalah tersebut diatas maka perumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia?
b. Dari mana Hukum Islam itu ditemukan ?
c. Bagaimana perkembangan hukum islam ?
d. Apa – apa saja peranan hukum islam dalam pembangunan nasional ?
III. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahassecara teoritis tentang perjalanan panjang Rasul dalam menegakkan agama Islamsebagai agama yang diredhai Allah.Kegunaan makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada semuaorang tentang perjuangan Rasul untuk dapat menegakkan agama Islam, sehinggasekarang ini kita dapat mereguk nikmatnya beribadah dijalan yang benar yaitu dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH DAN ALASAN PENGAJARAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
A. Sejarah Hukum Islam di Indonesia
Hukum islam yang juga merukan salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia disamping sistem hukum lainnya (sistem hukum Adat dan sistem hukum barat) pada dasarnya kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersubut adalah relevan dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Dalam kurikulum Fakultas Hukum yang berlaku sekarang ini berdasarkan SK. Menteri P dan K RI No.17/D/O/1993, mata kuliah ini dinamakan Hukum Islam yang statusnya adalah sebagai mata kuliah wajib dalam muatan nasional.
B. Beberapa Alasan Pengajaran Hukum Islam di Indonesia
Mura P. Hatagalung (1985 : 140-141) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga pertimbangan mengapa mata kuliah ini menjadi suatu yang mutlak dipelajari dan dicantumkan dalam kurikulum nasional pada perguruan tinggi hukum, yaitu :
1. Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan yakni bahwa mayoritas rakyat indonesia adalah beragama islam.
2. Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata hukum islam menjadi satu cabang ilmu hukum yang diarkan sejak jaman penjajahan belanda pada perguruan tinggi hukum di Batavia (nama Jakarta pada masa lampau).
3. Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum. Dari segi yuridis, hukum islam telah lama dipraktekkan oleh masyarakat islam di Indonesia, terutama di daerah yang penduduknya sangat berpegang teguh pada ajaran islam seperti Aceh, Minangkabau dan daerah daerah lainnya.
4. Alasan Konstitusional, alasan berdasarkan konstitusi. Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tercantum sila – sila pancasila yang sila pertamanya adalah “ketuhanan yang mahaesa” yang sesungguhnya menjadi dasar keagamaan di Indonesia yang sekaligus menjadi dasar keagaan di Indonesia.
5. Alasan Ilmiah, hukum islam sebagai salah satu cabang ilmu telah lama menjadi objek kajian ilmiah oleh para ilmuan islam sediri maupun ilmuan kalangan orientalis ( ahli mengenai islam tapi bukan muslim ). Pada 1952 di Paris Perancis diadakan “the week of Islamic low “ yang dihadiri oleh para ahli perbadingan hukum baik islam maupun non islam. Seminar ini antara lain mengambil keputusan sebagai berikut :
a. Asas – Asas hukum islam mempunyai nilai yang tinggi dan tidak dapat dipertikaikan lagi.
b. Dalam berbagai mazhab dalam hukum islam terdapat keyayaan pemikiran hukum serta teknik mengagumkan yang memberi kemungkinan kepada hukum islam untuk berkembang memenuhi semua kebutuhan dan penyesuaian yang dituntut oleh kehidupan modern.
c. Berbagai bidang dalam hukum islam telah mengalami perkembangan yang senantiasa memerlukan respon dan sosialisasi agar hukum islam senantiasa aktual dan menjadi pedoman dalam menciptakan kehidupan yang damai tertib dan sejahtera.
SUMBER- SUMBER HUKUM ISLAM
A. Urgensi Sumber – Sumber Hukum Islam
Pada semua sistem hukum telah memiliki sarana yang disebut dengan sumber-sumber hukum yang berperan untuk memberikan solusi untuk menjadikan sistem tersebut aksereratif dengan segala peristiwa dan pembuat sistem tersebut semakin berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan peradaban manusia.
Sumber dari sesuatu peraturan hukum adalah sangat penting untuk diketahui oleh karena dari sumber itu dapat diketahui dari mana asalnya peraturan itu. Dalam garis besarnya Sumber Hukum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Sumber Naqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid tidak mempunyai peranan dalam pembentukannya karena memeng sumber hukum tersebut telah tersedia.
2. Sumber Aqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid dapat berperan dalam pembentukannya. Misalnya : Qias, Istishan, Istislah muslahat-muslahat dan istishab.
Selain daripada pembagian tersebut di atas, sumber hukum islam secara besar dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang didalamnya adalah Al-Qur’an dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat Terdaulu dan Istishab. Berikut ini akan dijeaskan tentang sumber hukum tersebut di atas.
B. Sumber Hukum Ashliyah
Yang dimaksud dengan Sumber Hukum Ashliyah ialah sumber hukum yang penggunaannya tidak bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini adalah yang paling utama diantara sumber – sumber Hukum Islam lainnya, oleh karena keduanya adalah sumber wahyu.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada Nabi Muhammmad s.a.w dengan perantaraan malaikat Jibril untuk mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad pada malam “Lailatul Qadr”, yaitu suatu malam kebesaran yang jatuh pada malam ke tujuh belas Ramadhan.
Pada malam tujuh belas ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w tatkala beliau bersemedi di Gua Hira, turunlah ayat pertama seperti yang tercantum dalam surat/surah Al-Alaq yang Artinya “bacalah ya muhammad dengan nama Tuhanmu yang maha Budiman yang telah mengajar manusia dengan qalam, telah mengajar manusia tentang apa-apa yang belum diketahuinya.
Dari ayat pertama sampai kepada ayat yang terakhir tidaklah diturunkan seklaigusm melainkan secara berangsur angsur sesuai dengan kebutuhan, misalnya apabila ada kejadian – kejadian yang perlu dipecahkan oleh nabi atau ada pertanyaan – pertanyaan yang diajukan kepada nabi yang perlu segera mendapat jawaban. Ayat – ayat Al-Qur’an turun dalam kurung waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hariyang dibagi atas dua periode yaitu periode Mekah/Makyah dan periode Madinah/Madaniyah.
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz,114 surah dengan jumlah ayat seluruhnya 6342,ayat (Hanafi 1984 : 55) atau 6666 ayat (Rasyidi, 1980 :21) atau 6236 ayat (Ridwan Saleh, Bahan Kuliah). Sebagai pegangan kita ambil jumlah 6236 ayat dan daripadanya hanyalah terdapat 228 ayatul ahkam/ ayat-ayat hukum dengan rincian sebagai berikut :
· 70 ayat mengenai hidup kekeluargaan, perceraian, waris-mewaris dan sebagainya;
· 70 ayat mengenai perdagangan, perekonomian, seperti jual-beli dan sebagainya;
· 30 ayat mengenai soal – soal kriminal;
· 25 ayat mengenai hubungan antara orang islam dan bukan islam;
· 10 ayat mengenai hubungan antara orang kaya dan orang miskin;
· 13 ayat mengenai hukum acara;
· 10 ayat mengenai soal – soal kenegaraan.
Al-Qur’an hanya memberikan dasar atau patokan yang umum untuk membimbing manusia kearah kesempurnaan hidup yang selaras antara kehidupan dunia dengan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat; antara lahir dan batin; antara individu dengan masyarakat bahkan antara manusia dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, Al-qur’an dalam kaitan dengan pembinaan hukumnya, mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
1. Ayat – ayat Al-Qur’an tidak membicarakan suatu persoalan sedetail – detailnya, tetapi cenderung memberikan kerangka yang sifatnya umum.
2. Ayat – ayat yang menunjukkan adanya kewajiban bagi manusia tidak bersifat memberatlan
3. Dalam bidang ibadah semua dilarang kecuali perintah sedangkan dalam bidang muamalah semuanya diperbolehkan kecualai ada larangan.
4. Dasar penetapan hukumnya tidak boleh berdasarkan prasangka semata
5. Ayat –ayat berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangannya.
6. Penetapan hukumnya yang bersifat perubahan tidak mempunyai daya surut berlakunya.
Prinsip penetapan hukum yang bersifat perubahan yang tidak mempunyai daya surut berlakunya ini sangat penting demi menjamin adanya kepastian hukum dalam hukum islam. Mengenai substansi hukum yang diatur dalam Al-Qur’an adalah :
1. Ayat hukum yang mengatur masalah i’tiqadiyyah ( keyakinan dan keimanan )
2. Ayat hukum mengenai khuluqy, pola perilaku manusia yag berakhlak mulia.
3. Ayat hukum mengenai amaly, yang berkaitan dengan perbuatan manusia baik ibadah maupun muamalah.
2. Hadis atau Sunnah Rasulullah
Hadis/Sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad s.a.w, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang perbah diperbuat dimasa hidupnya ataupun segala yang dibiarkan berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Hadis/Sunnah pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Hadis/Sunnah Qauliyah yaitu Hadis / Sunnah yang berupa segala apa yang telah diucapkan oleh Nabi Muhammad sebagai suatu penjelasan terhadap sesuatu.
2. Hadis/Sunnah Fi’iliyah yaitu Hadis berupa segala apa yang pernah diperbuat oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya atau tindakan nyata yang telah diperbuat semasa hidupanya.
3. Hadis/Sunnah Taqiriyah, Yaitu hadis yang berupa apa yang dibiarkan berlaku oleh Nabi Muhammad baik yang berwujud tindakan atau pembicaraan,dirasakan sendiri atau berupa berita yang diterima lalu Nabi Muhammad tidak melarangnya dantidak pula menyuruh lakukan.
Untuk mengetahui apakah itu hadis betul – betul dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa syarat yang dapat mendukungnya :
1. Harus ada mathan yaitu teks dan nash itu sendiri yang tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an
2. Harus ada Sanad, yaitu sandaran atau rentetan dari orang – orang yang meriwatkan hadis itu
3. Harus ada pratiwi, yaitu orang – orang yang meriwatkan hadis itu. Sehubungan dengan adanya tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui kuat tidaknya suatu hadis sebagai sumber hukum maka hadis itu dapat pula dibagi tiga golongan yaitu
a. Hadis Mutawathir yaitu hadis yang tidak bisa sama sekali di curigai kebenarannya.
b. Hadis Masyhur yaitu hadis yang semula hanya diriwatkan oleh seorang yang dapat dipercaya kemudian diteruskan oleh beberapa orang yang dipercaya pula
c. Hadis Ahad yaitu hadis yang secara turun temurun diriwatkan oleh orang – seorang yang layak dipercaya.
Hadis sebagai sember hukum kedua mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum yang tidak berdiri sendiri dalam hal berfungsi menerangkan/memberi penjelasan atas hukum –hukum ada dalam Al-Qur’an sedangkan hadis mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri jika ia memberikan ketentuan hukum sendiri mengenai suatu masalah.
C. Sumber Hukum Tabaiyah
Sumber hukum tabaiyah adalah kebalikan dari sumber ashliyah. Yang dimaksudkan dengan sumber hukum tabaiyah adalah sumber hukum yang penggunaanya masih bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini jumlahnya banyak, tapi yang umum digunanakan / banyak digunakan terbatas pada Ijma, Qaul, (Pendapat) sahabat Qias, Istihsan, Istihshalah, dan Urf, disamping Al-Qur’an dan hadis.
1. Ijma
Ijma adalah persesuaian paham atau pendapat diantara para ulama mujtahidin pada suatu masa tertentu setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w untuk menentukan hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.
2. Qaul
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman pula. Oleh karena itu orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad tapi belum beriman bukan sahabat nabi.
3. Qias
Qias adalah perbandingan atau mempersamakan atau menerapkn hukum dari suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya terhadap suatu perkara yang lain yang belum ada ketentuan hukumnya oleh karena keduanya yang bersangkutan memiliki unsur – unsur kesamaan.
4. Istihsan
Istihsan adalah memindahkan atau mengecualikan hukum dari suatu peristiwa dari hukum peristiwa lain yang sejenis dan memberika kepadanya hukum yang lain karena ada alasan yang kuat bagi pengecualian itu.
5. Istishlah
Istishlah adalah penetapan hukum dari suatu perkara berdasar pada adanya kepentingan umum atau kemashlahatan umat.
6. Urf
Secara umum Urf adalah kebiasaan umum yang berasal dari kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yang diterima oleh Islam oleh karena tidak bertentangan dengan ketentuan – ketentuannya.
7. Istishab
Istishab adalah memahami atau membarengi apa yang telah terjadi di masa lalu.
HUKUM ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
A. Hukum Islam Di Indonesia
Eksistensi Hukum Islam di Indonesia menarik untuk disimak selain negeri ini memiliki mayoritas muslim terbesar di dunia juga memiliki karakteristik keislaman yang berbeda dengan komunitas muslim lainnya.
Indonesia sebagai negara modern baru berdiri setengah abad yang lalu. Sebelum penjajahan Belanda di Indonesia belum terdapat sistem hukum nasional. Tetapi sebelumnya terdapat berbagai kerajaan besar dan kecil yang diwarnai berbagai pandangan budaya dan agama, mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Sebelum kedatangan Belanda, hukum islam sebenarnya telah mempunai tempat tersendiri bagi masyarakat nusantara. Terbukti dengan beberapa fakta. Misalnya, Sultan Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah salah satu ahli agama dan ahli hukum islam yang terkenal pada abad ke-14 Masehi. Melalui kerajaan ini hukum islam mazhab syafi’i disebarkan ke kerajaan – kerajaan lain seluruh wilayah kepulauan nusantara.bahkan ahli hukum dari Kerajaan Malaka sering datang ke Samudera Pasai untuk mencari kata putus permasahaan hukum islam yang terjadi di kerajaan Malaka.
Makna hukum dalam pengertian sehari-hari di Indonesia, masih dihubungkan dengan ketetapan hukum islam. Sering dipertanyakan tentang bagaimana mengawini wanita yang dalam masa iddah cerai ; hukum jual beli berdasarkan riba atau bunga bank, dst. Dengan menyebut hukum dalam contoh – contoh seperti diatas sebenarnya yang dimaksud adalah ajaran islam berupa hukum yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari.
Hukum ( syariah ) adalah suatu yang esensial dalam islam yang mengendalikan sikap hidup penganutnya. Bila seorang masuk islam, maka secara otomatis ia mengakui hukum islam, dan wajib untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari – hari.
Penelitian mengenai hukum islam di Indonesia belum banyak menyikapkan bentuk – bentuk penerapan hukum islam melalui kerajaan – kerajaan yang pernah berdiri di Nusantara sebelum kedatangan penjajahan Belanda, tetapi gelar – gelar yang diberikan kepada beberapa raja Islam, misalnya adipati, ing alogo, saayadin, dan padotongomo, dapat dipastikan bahwa peranan hukum islam cukup besar dalam kerajaan – kerajaan tersebut.
Oleh karena itu agama adalah suatu yang menentukan dalam sejarah masyarakat indonesia dan kerena itu ketuhanan yang maha esa dicantumkan oleh para pendi RI sebagai sila pertama falsafah negara, dan ini menunjukkan disamping adat – istiadat, juga dipengaruhi oleh pandangan hidup dan agama bangsa Indonesia yang memainkan peranan dalam membentuk pemahaman dan pencitraan hukum bangsa Indonesia sepanjang sejarah.
Selanjutnya hukum di Indonesia dapat dilihat dari beberapa hal, pertama adalah hukum yang berasal dari adat-istiadat dan norma – norma masyarakat yang diterima secara turun temurun yang berlangsung sejak dahulu kala. Kedua adalah hukum yang berasal dari ajaran agama. Sejak dahulu kala sudah dicatat dalam sejarah sejumlah orang yang meklaim menerima pesan ilahi atau hikmah. Dan ketiga adalah hukum sebagai keleruhan antara kehidupan bersama yang berasal dari legislator resmi yang disertai dengan saksi tertentu.
Ketiga jenis aturan tersebut terdapat dalam budaya Hukum Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketika membicarakan budaya Hukum Indonesia maka ketiganya itu tidak bisa diabaikan.
Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menurut seorang praktisi hukum pada dasarnya mengandung tiga muatan makna.
1. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan – kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada tuhan yang maha esa
2. Negara berkewajiban membuat peraturan – peraturan perundang – undangan atau melakukan kebijakan – kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.
Seperti halnya hukum barat, hukum islam juga berciri perubahan untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Perbedaan dengan Hukum barat adalah bahwa Hukum Islam sebagai hukum ilahi bersifat abadi dan menjiwai semua hukum baru yang diundangkan dan sebagai legislasi manusia itu disempurnakan dan berubah sesuai semangat ruang dan waktu.
Legislasi hukum Islam sepanjang sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai sekarang telah melalui berbagai tahap, dan pada tahap ini telah memasuki tahap kompilasi dan perundangan dalam negara hukum modern untuk menjadi bagian Hukum Nasional. Perkembangan terakhir ini juga berlaku di Indonesia, baik dalam bentuk produk undang – undang maupun pemikiran hukum yang dikembangkan oleh berbagai lembaga dan individu.
B. Perkembangan Hukum Islam Pada Umumnya
Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang kita kenal selama ini adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berlangsung terus menerus sejak awal kelahirannnya hingga kini. Proses perkembangannya melalui beberapa proses atau periode – periode. Adapun periode – periode tersebut sebagai berikut :
1. Proses pertumbuhan/ permulaan hukum islam atau disebut juga dengan periode Rasulullah.( antara tahun XIII Sebelum Hijriah – tahun XI Hijriah).
2. Periode Persiapan Hukum Islam biasa juga disebut Periode Sahabat atau Periode Khulafaaurrasyidin ( antara tahun XI H – tahun ke 101 H)
3. Periode Penyempurnaan / Periode pembinaan hukum Islam ( antara Abad II – Abad IV H)
4. Periode kemunduran Hukum Islam / Periode Kebekuan Hukum Islam (antara Abad IV – Abad XIII H)
5. Periode Kebangkitan ( dimulai dari awal Abad ke XIV hingga sekarang ini).
C. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya agama islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat dibagi tiga pembahasan.
1. Masa kedatangan Islam di Indonesia
2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
3. Masa sesudah kemerdekaan
1. Masa Kedatangan Islam di Indonesia
Berbicara pada pertumbuhan hukum islam di Indonesia, kita tidak dapat melepaskan diri dari persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama Islam di Indonesia. Hal ini penting dikemukakan agar kita dapat memperoleh gambaran betapa bangsa kita menyambut agama ini sampai menjadi agama dengan pengunut yang terbesar.`
Persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama islam di Indonesia ini terdapat dua pendapat yaitu :
Pendapat Pertama bahwa masuknya agama islam di Indonesia pada permulaan abad XIII M yang dibawa oleh orang – orang Persi ke Gujarat India kemudian pedagang Gujarat India membawa ke Tanah Air kita. Sebagai buktinya bahwa bentuk, bahan dan tulisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim mirip dengan bentuk, bahan dan galian yang terdapat pada makam raja – raja Hindustan.
Pendapat Kedua bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa langsung dari negeri Arab oleh bangsa Arab sendiri pada abad VII masehi.
Sejarah telah membuktikan bahwa mulanya proses pengislaman di Indonesia berlangsung tanpa disadari, tiba - tiba mengalami perkembangan yang pesat dan cepat walaupun harus diakui waktu itu memang sudah ada isme-isme yang menguasai alam pikiran bangsa Indonesia misalnya isme tradisional dan agama hindu.
Perkembangan yang pesar dan dinamis ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menentukan antara lain :
1. Adanya sifat demokratis agama islam itu sendiri
2. Prosendur untuk menjadi pemeluk agama islam tidak berbelit – belit
3. Agama Islam mudah menyesuaikan diri
4. Pribadi dan Akhlak orang islam sangat tinggi.
Penyebaran islam pada mulanya hanya pada dua titik yaitu Sumatra Utara ( Aceh ) dan pesisir pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur ( Rembang, Tubanng, dan Gresik). Dari Sumatra Utara ini Islam menyebar ke Pedalaman Minangkabau sementara di Sumatra Selatan Agama Islam berkembang melalui Banten.
Di Pulau Jawa, Agama islam berkembang dan menyebar melalui kelompok orang – orang penyebar agama Islam yaitu para wali, yang biasa dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Dengan perantara mereka inilah Islam di Demak, Pajang Mataram dan Banten, akhirnya sampai merata di Pulau jawa. Dengan Masuknya agama Islam di Tanah Air maka hukum- hukumnya juga turut serta didalamnya.
Hukum Islam terdiri dari tiga aspek yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek yang dimaksud adalah, aspek akidah, aspek syariat, dan aspek filsafat.
Di antara ketiga aspek tersebut yang paling penting adalah aspek syariatnya/ aspek hukumnya, oleh karena aspek hukum tersebut merupakan jiwa agama islam.
2. Masa Pemerintahan Hindia belanda
Pada masa pemerintahan hindia Belanda mulai berkuasa di Tanah Air kita, hukun islam telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dilihat bahwa di daerah-daerah yang masyarakatnya mayoritas agama Islam pengaruhnya sangat menonjol.
Di samping hukum Islam, Hukum adat sebagai suatu sistem hukum juga berlaku ditengah-tengah masyrakat sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang berdasrkan alam fikiran bangsa Indonesia. Antara kedua sistem hukum itu dalam perkembangannya saling mempengaruhi, seolah –olah diantara keduanya terjadi singkronisasi.
Dengan berdasarkan pada teori pemerintahan Hindia belanda berhasil memperkecil peranan Hukum Islam dalam hukum positif, sehingga hanya terbatas pada hukum perkawinan dan perceraian serta mengenai badan hukum yang berbentuk wakaf, Hibah, Wasiat dan Shadakah.
Sebagai konsekuensi diakuinya Hukum Islam dalam peraturan peraundang – undangan Hindia belanda sebagimana tercantum dalam beberapa pasal RR dan IS.
3. Masa Sesudah Kemerdekaan
Sesudah proklamasi kemerdekaan, perkembangan hukum islam lebih maju lagi dibandingkan dengan keadaannya pada tahun – tahun sebelum kemerdekaan.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu bentuk dari kemerdekaan beragama sebagai mana terantum dalam pasal 29 ayat (2) tsb, maka pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang bertugas mengurus berbagai urusan yang menyangkut masalah – masalah keagamaan ( termasuk hukum agama ) di Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya beberapa bidang hukum islam telah dinyatakan diterima dalam hukum nasional sebagai hukum positif seperti Hukum Perkawinan dalam UU No 1 Tahun 1874.
Pembentukan berbagai pesantren dan madrasah-madrasah islamiyah bernafaskan Islam turut menjadi warna tersendiri terhadap perkembangan Hukum Islam di Indonesia.
HUKUM ISLAM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
A. Hukum Islam dan Peranannya
Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku juga di Indonesia mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia seutuhnya yakni baik pembangunan daunia maupun pembangunan akhirat dan baik dibidang material maupun dibidang spiritual. Di dalam Al-Qur’an dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan pembangunan itu antara lain :
1. Al-Qur’an, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba – lomba dalam kebaikan.
2. Al-Qur’an, Surah Ar Ra’du ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
3. Al-Qur’an, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang – orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang berilmu pengetahuan.
4. Hadis Riwayat Abu Na’im yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada kekufuran.
5. Hadis riwayat Iman Buchary, yang artinya sesungguhnya dirimu mempunyai hak atasmu, dan badanmu hak atasmu.
6. Hadis Riwayat Abu zakir yang artinya berbuatlah untuk duniamu seolah – oleh kamu akan hidup selama – lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah – olah engkau mati pada hari esok.
Sehubungan dengan adanya prinsip-prinsip hukum islam dalam pembangunan sebagaimana yang dimaksud di atas maka penduduk indonesia lebih banyak berpartisipasi, berinteraksi dan berasilimasi terhadap pelaksanaan pembangunan nasional indonesia dalam segala bidang.
B. Tujuan dan Landasan Pembangunan Nasional
Berbicara tentang kaitan antara hukum islam dengan pembangunan nasional maka ada baiknya terdahulu kita mengetahui tujuan dan landasan pembangunan nasional di Indonesia. Dalanm TAP TAP yang dihasilkan oleh MPR tentang Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) antara lain dala TAP MPR No. II/MPR/1988 pada Bab II secara jelas dinyatakan bahwa :
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehudupan bangsa yang aman tertram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, berdaulat, dan damai.
Selanjutnya apa yang menjadi landasan pembangunan nasional lebih jauh dalam GBHN dikatakan bahwa landasan pelaksanaan pembangunan nasional itu adalah Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
Dengan kalimat tersebut maka dapat diketahui bahwa sesunguhnya baik dasar maupun landasan pembangunan nasional adalah Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang mana sila pertama ini menjiwai sila sila lain.
C. Hubungan Hukum Islam dan Pembangunan
Sebelum membicarakan tetntang apa dan bagaimana hubungan hukum Islam dengan pembangunan nasional perlu terlebih dahulu diketahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan Hukum islam/Syariat sebab tanpa memahami artinya maka sulit bagi kita untuk menentukan bagaimana kita menentukan peranannya dalam masyarakat.
Khusus mengenai pengertian hukum Islam/Syariat, oleh Yamani, Syariat diartikan dalam dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam Arti yang Luas Syariat islam adalah meliputi semua hukum yang telah disusun dengan teratur olehpara ahli fiqih dalam pendapat pendapat – pendapat fiqihnya mengenai persoalan dimasa mereka atau yang mereka fikirkan akan terjadi kemudian dengan mengambil dalil – dalilnya yang langsung dari Al-Qur’an dan Hasis atau sumber pengambilan hukum yang lain seperti qiyas, istihsan, istishab, dan lain lain.
Pengertian yang luas ini tidak harus diakui dari A-Z dari awal hingga akhir karena didalamnya ada beberapa bagian yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman / tidak lagi memenuhi kebutuhan masa kini akan tetapi masih bisa dipakai sebagai pustaka perbendaharaan ilmiah.
Sementara itu pengertian Hukum Islam dalam sempit adalah hukum – hukum yang berdalil tegas yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadis yang sah ataupun yang ditetapkan dengan Ijma.
Hukum islam dalam arti sempit ini wajib diakui oleh umat islam. Demikian pula halnya dengan hukum – hukum yang terdapat didalam Hadis yang kebenarannya tidak lagi diragukan.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam syariat islam terdapat bagian – bagian bidang – bidang yang mengenai ibarat dan muamalat. Kedua bagian ini mempunyai kaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lain.
Adapun fungsi hukum menurut Soerjono Soekanto sebagai sarana pengendalian social (social control ) dan sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi social sedangkan menurut Hutagalung hukum berfungsi sebagai alat untuk mengadakan sosial enggenering.
Sehubungan dengan apa yang dikemukakan oleh kedua serjana tadi maka apabila kita hubungkan dengan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat sejahtera yang dihargai oleh Allah SWT maka hukum itu tidak hanya berperan sebagai sarana sosial control tapi juga berperan sebagai sarana engenering. Dengan kata lain ia harus memegang peranan dalam pembangunan yang tujuan dan landasannya seperti yang dirumuskan dalam GBHN.
D. Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional
Salah satu masalah yang tidak kurang pentingnya untuk diketahui apabila kita berbicara tentang hukum islam yang berlaku sekarang adalah Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia. Hal ini adalah penting oleh karena dengan mengetahuinya kita dapat mempeeroleh gambaran umum tentang tempat atau kedudukan hukum Islam dalam rangka pembinaan Hukum Nasional.
Dasar dan Landasan Pembinaan Hukum Nasional
Apa yang menjadi dasar dan landasan hukum nasional juga adalah menjadi dasar dan landasan pembinaan hukum nasional oleh karena pembinaan hukum nasional adalah bagian integral dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Dengan demikian dasar dan landasan hukum nasional adalah Pancasila sebagai landasan idealnya UUD 1945 sebagai landasan struktural dan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasionalnya
Selanjutnya batang tubuh UUD 1945 terdapat pasal yang juga memberi petunjuk yang sama antara lain pasal 4 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang perintah Undang – Undang dan Pasal 27 UUD 1945 : segala warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tanpa terkecuali.
Tentang bagaimana melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia hal ini kita dapat lihat dalam GBHN sebagai landasan operasionalnya yang didalam operasionalnya menyebut cukup banyak masalah menyangkut pembinaan dan pengembangan hukum nasional di Indonesia. Hal ini menjadi masalah pokok oleh karena dalam tata hukum nasional kita dimasa yang akan datang sangat dibutuhkan adanya hukum yang tertulis yang dikodefikasi sehingga dengan demikian akan terwujud satu kesatuan hukum yang berlaku sama dalam Nagara Kesatuan republik Indonesia.
E. Langkah – Langkah Pembinaan Hukum
Dengan bertiti tolak pada Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 maka politik hukum dan Perundang – Undangan kolonial yang tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan Indonesia harus diganti dengan politik hukum dan perundang- undangan nasional yang berdasarkan pada Pancasila, UUD 1945 dan kesadaran hukum rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan IV Ismail saleh ada tiga dimensi pembangunan hukum Nasional Indonesia, yaitu :
1. Pertama yaitu dimensi untuk memelihara tatana hukum yang telah ada walaupun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dengan keadaan. Dimensi ini menurut beliau perlu ada untuk mencegah kefakuman hukum dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Upaya pembangunan hukum dalam dimensi berorientasi pada kemuslahatan bersama.
2. Kedua yaitu dimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan hukum nasional. Kebijakan yang ditempuh dalam dimensi ini adalah disamping pembangunan peraturan-peraturan yang baru, juga akan diusahakan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga sesuai dengan kebutuhan baru dibidang yang bersangkutan.
3. Ketiga yaitu dimensi dinamika dan kreatifitas. Dalam dimensi ini diciptakan sesuatu yang dinamis dan krestif yaitu dengan mengadakan perangkat peraturan perundang – undangan yang baru yang sebelumnya memang belum ada, misalnya Undang – Undang Lingkungan Hidup yang merupakan salah satu bentuk perang kata hukum dalam dimensi penciptaan ini.
F. Kedudukan Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional
Untuk mengetahui, bagaimana kedudukan hukum Islam dalam rangka pembinaan hukum nasional hal tesebut dapat dilihat dari beberapa sumber antara lain dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sila pertama dalam Pancasila adalah “ Ketuhanan yang Maha Esa “ mempunyai kedudukan hukum yang sangat kuat oleh karena secara konstitusional tercantum pada pasal 29 ayat (1) dalam UUD 1945 yang berbunyi :negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian, sila ketuhanan yang maha esa ini merupakan hukum positif yang fundamental yang mengikat setiap warga dalam bermasyarakat dan bernegara.
Dari uraian di atas jelas, bahwa agama sebagai unsur mutlak dari kehidupan bangsa indonesia adalah sengat penting dan turut menentukan dalam rangka pembinaan hukum Indonesia. Mengingat bahwa sebahagian besar rakyat indonesia adalah islam, maka dalam pembinaan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, hukum islam tidak dapat diabaikan begitu saja terutama sekali ketentuan – ketentuan hukum islam yang sudah berurat – berakar dalam kehidupan bermasyarakat dan telah merupakan kesadaran hukum bagi mereka.
Hal ini sesuai dengan apa yang digariskan oleh TAP MPRS No. 20/MPRS/66 yang menyatakan bahwa sumber dari pada tertib hukum negara republik Indonesia, adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita – cita moral yang diliputi suasana kejiwaan dan watak bangsa indonesia.
Hal tersebut juga berlaku bagi kaidah – kaidah hukum agama lainnya. Demikian pula kaidah – kaidah dari sistem hukum lain yang juga berlaku di Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
1. Alasan – Alasan dari pengajaran hukum islam di indonesia :
1. Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan
2. Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah
3. Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum..
2. Sumber hukum islam secara besar dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang didalamnya adalah Al-Qur’an dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat Terdaulu dan Istishab.
3. Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya agama islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat dibagi tiga pembahasan.
1. Masa kedatangan Islam di Indonesia
2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
3. Masa sesudah kemerdekaan
4. Di dalam Al-Qur’an dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan pembangunan itu antara lain :
1. Al-Qur’an, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba – lomba dalam kebaikan.
2. Al-Qur’an, Surah Ar Ra’du ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
3. Al-Qur’an, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang – orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang berilmu pengetahuan.
4. Hadis Riwayat Abu Na’im yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada kekufuran.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar Pustaka
M. Arfin Hamid. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar dalam Memahami Realitasnya di Indonesia). Makassar : PT. UMITOHA. 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar