Senin, 03 Juni 2013

PRAPERADILAN

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) persoalan praperadilan ini secara spesifik diatur dalam pasal 77 � 81. Dalam praperadilan berlaku azas tidak dapat dibanding. (ps. 83 ayat 1), karena putusan praperadilan merupakan putusan akhir, yang terhadapnya tidak dapat dilakukan upaya banding. Hal ini sesuai dengan azas tata cara pemeriksaan praperadilan yang dilakukan dengan acara cepat. Selain itu tujuan dibentuknya lembaga praperadilan ialah untuk mewujudkan putusan dan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat. 

Terdapat putusan praperadilan yang dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan tinggi yakni menyangkut putusan praperadilan yang menetapkan sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan atas permintaan penyidik atau penuntut umum (pasal 83 ayat 2 KUHAP).

Untuk upaya hukum lainnya yakni kasasi, terdapat dua pendapat, 1) tidak dapat, karena apa yang diperiksa dan diputus bukan suatu materi pidana, 2) tidak dapat karena setiap pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan badan peradilan dengan sendirinya termasuk tindakan judisial.

Dalam keputusan Menteri kehakiman No. M/14/PW.07.03. Tahun 1983 pada intinya :
        Terhadap putusan praperadilan tidak dimungkinkan kasasi, karena azas peradilan yang cepat tidak terpenuhi jika kasasi dimungkinkan.
        Pasal 244 KUHAP tidak membuka kemungkinan untuk kasasi.

Namun dalam kasus praperadilan yang diajukan oleh Hendra Raharja dan kasus Buyat (PT. Newmont), MA menerima permohonan kasasi yang diajukan oleh Mabes POLRI.

Untuk Peninjauan Kembali (PK), juga tidak diatur dalam KUHAP, tetapi dalam praktek ada dan MA menerimanya.

Demikianlah semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar