Senin, 20 Mei 2013

Perbedaan Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi


Terima kasih atas pertanyaan Anda.
 
Perlu diketahui bahwa Mahkamah Agung (“MA”) dan Mahkamah Konstitusi (“MK”) keduanya merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) sebagaimana yang terdapat dalam bunyiPasal 24 ayat (2) yang menyatakan:
 
 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agungdan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
 
Namun, dari sisi sejarah MA sudah ada sejak 19 Agustus 1945 (lihat,Mahkamah Agung Republik IndonesiaLaporan Tahunan 2010, Februari 2011, hal. 17). Sedangkan, MK mulai berdiri sejak 17 Agustus 2003.
 
Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, MA dan MK memegang kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”).
 
Kemudian, sebelum memberikan penjelasan mengenai perbedaan MA dan MK, kita akan simak definisi MA dan MK.
 
Pengaturan mengenai MA dapat kita temui dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU 14/1985”)yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 (“UU 5/2004”) dan kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 (“UU 3/2009”).
 
Peran Mahkamah Agung dapat kita temukan dalam Pasal 2 UU 14/1985 yang berbunyi:
“Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.”
 
Di dalam penjelasan umum UU 3/2009 dikatakan bahwa MA adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
 
Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai MK yang pengaturannya dapat kita temui dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 (“UU 8/2011”)
 
Peran MK dapat kita temukan dalam Pasal 1 UU 8/2011 yang berbunyi:
 
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
 
O.C. Kaligis dalam bukunya yang berjudul Mahkamah Konstitusi Praktik Beracara & Permasalahannya mengatakan bahwa MA dan MK sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan (legislature). Namun, struktur kedua organ kekuasaan kehakiman ini terpisah dan berbeda sama sekali satu sama lain (hal. 71).
 
Sebagian perbedaan-perbedaan MA dengan MK dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
 
Perbedaan
Mahkamah Agung
Mahkamah Konstitusi
Kewenangan Menurut UUD 1945
1.mengadili pada tingkat kasasi
2.menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang
3.mempunyai kewenangan lain yang diberikan undang-undang
(Pasal 24A ayat [1] UUD 1945)
 
1.    mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
3. memutus pembubaran partai politik
4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
(Pasal 24C ayat [1] UUD 1945)
 
Tugas dan Wewenang menurut Undang-Undang yang Mengaturnya
 
MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus (Pasal 28 ayat [1] UU MA):
1. permohonan kasasi
Henry P. Panggabeandalam bukunya yang berjudul Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-hari menjelaskan bahwaperadilan kasasi dapat diartikan memecahkan atau membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan karena dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukum. Fungsi dari kasasi itu sendiri adalah membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan UU di seluruh wilayah negara diterapkan secara tepat dan adil (hal. 82).
 
2. sengketa tentang kewenangan mengadili
MA memutus pada tingkat pertama dan terakhir semuasengketa kewenangan mengadili:
a.    Antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan di lingkungan peradilan yang lain
b.    Antara dua pengadilan yang ada dalam daerah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dalam lingkungan peradilan yang sama
c.    Antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antar lingkungan peradilan yang berlainan (Pasal 33 UU MA)
3. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
 
Permohonan peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa. Dalam hal ini MA mengadakan koreksi terakhir terhadap putusan pengadilan yang mengandung ketidakadilan karena kesalahan dan kekhilafan hakim (ibid, hal. 110).
 
4. pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. (Pasal 31 UU 5/2004)
 
 
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk (Pasal 10 ayat [1] UU MK):
1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3. memutus pembubaran partai politik
4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
 
Pencalonan Hakim
Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. (Pasal 24A ayat [3] UUD 1945)
 
 
MK mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh presiden. (Pasal 24C ayat [3] UUD 1945)
 
 
Jumlah Hakim
Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang.(Pasal 4 UU 5/2004)
 
Susunan MK terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim MK. (Pasal 4 ayat [2] UU 8/2011)
 
Cabang Kekuasaan Kehakiman
MA memiliki cabang kekuasaan yang terdiri dari badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. (Pasal 24 ayat [2] UUD 1945 dan Pasal 65 UU 14/1985)
 
Dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, MK tidak memiliki cabang kekuasaan kehakiman. MK hanya ada satu dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.(Pasal 3 UU MK)
 
Sifat Putusan
Putusan MA bersifat final, namun dapat dilakukan upaya hukum, berupa Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan Grasi.
-      Upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66 s.d Pasal 76 UU 14/1985)
 
-    Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden (Pasal 2 ayat [1] UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi). Kemudian MA memberikan nasehat hukum kepada presiden selaku kepala negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 UU 14/1985)
 
 
Putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukumyang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding). (Penjelasan Pasal 10 ayat [1] UU 8/2011)
 
 
Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
 
Referensi:
1.    Jimly Asshiddique. 2005. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Yarsif Watampone: Jakarta.
2.    Henry P. Panggabean. 2001. Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
3.    O.C. Kaligis. 2005. Mahkamah Konstitusi Praktik Beracara & Permasalahannya. O.C. Kaligis & Associates: Jakarta.
4. Mahkamah Agung Republik Indonesia, Laporan Tahunan 2010, Februari 2011.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar