Sabtu, 25 Mei 2013

Pengadilan Kabulkan PKPU Perusahaan Tenun


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kembali dipilih sebagai  cara untuk menyelesaikan utang piutang. Kali ini, cara itu digunakan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk mendapatkan kembali piutangnya terhadap PT Perusahaan Dagang Pertenunan, Pencelupan dan Penyempurnaan Tenun Bintang Agung.
Majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat bersepakat untuk mengabulkan permohonan ini, Kamis (23/5). Menurut majelis, permohonan tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk diajukan suatu permohonan PKPU sebagaimana yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Adapun alasan majelis mengabulkan permohonan PKPU ini lantaran Bintang Agung terbukti memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih senilai Rp243,17 miliar. Utang ini timbul dari perjanjian Kredit Modal Kerja sejak 1996.
Selain kepada Mandiri, Bintang Agung memiliki utang kepada kreditor lain, yaitu PT Tifico Fiber Indonesia Tbk; PT AKR Corporindo Tbk; PT Dian Kimia Putera; PT Dystar Colours Indonesia, dan PT Multikimia Pelangi. Tak cukup, Mandiri juga menarik PT Brataco, PT Conitex Sonoco, dan Oriental Tender Limited serta PD Hidrotama sebagai kreditor lain.
Dalam persidangan, Bintang Agung mencoba mengelak punya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Tapi majelis hakim menolak dalil perusahaan tenun itu. Menurut majelis, suatu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih bisa dinilai dari pengabaian surat somasi yang dikirim kreditor kepada debitor.
Mandiri memang telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali, yaitu Januari, Maret, dan April 2013. Isi surat somasi menginformasikan pernyataan default dan untuk melakukan pembayaran utangnya. Namun, Bintang Agung tetap tidak melakukan kewajibannya.
Majelis juga menolak dalil Bintang Agung yang mempersoalkan mengenai keabsahan kuasa hukum pemohon untuk mengajukan permohonan. Menurut majelis, kuasa hukum pemohon PKPU dapat mengajukan permohonan PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 224 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Apalagi, permohonan PKPU telah ditandatangani oleh pemohon dalam hal ini Presiden Bank Mandiri dan advokatnya.
“Berdasarkan alasan-alasan tersebut, tidak ditemukan alasan hukum bagi majelis untuk menolak permohonan PKPU ini,” ucap ketua majelis hakim Dwi Sugiarto dalam persidangan, Kamis (23/5).
Tolak Intervensi
Rupanya, pengajuan permohonan PKPU ini tidak semulus dan semudah yang diharapkan. Dalam proses persidangannya, para karyawan Bintang Agung ini masuk sebagai permohonan intervensi terhadap perkara permohonan PKPU yang telah berjalan. Dalam dalilnya, para karyawan mengatakan permohonan PKPU yang diajukan Bank Mandiri tidak dapat dilakukan karena Mandiri adalah kreditor separatis.
Atas hal ini, majelis hakim berpandangan bahwa pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan oleh kreditor apapun, termasuk kreditor separatis. Sehingga, jika ada anggapan pengajuan permohonan PKPU tidak dapat dilakukan oleh kreditor separatis, hal tersebut adalah anggapan yang keliru.
Terkait dengan intervensi itu sendiri, majelis memutuskan permohonan tersebut haruslah ditolak. Soalnya, hukum acara UU Kepailitan dan PKPU tidak mengenal permohonan intervensi ini.
Hal ini tentu berbeda dengan hukum acara perdata biasa. Menurut majelis, hukum acara perdata biasa memang mengenal permohonan intervensi ini. Rasionya adalah waktunya yang relatif panjang. Sedangkan PKPU, hanya memiliki waktu selama 20 hari. Lebih lagi, untuk pemohon intervensi seharusnya dapat didudukkan sebagai kreditor saja. Selama dapat dibuktikan ada piutang, para pihak tersebut dapat masuk ke perkara ini dan duduk sebagai kreditor. “Untuk itu, majelis menolaknya,” ucap Dwi lagi.
Kuasa hukum Bintang Agung, Budiarto, tetap berkukuh utang-utang tersebut belum jatuh tempo. “Tidak ada tunggakan atas utang tersebut. Juga, klaimnya saja masih diributkan,” ucap Budiarto usai persidangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar