Minggu, 21 April 2013

Sisi Lain yang Mengkhawatirkan dari AEC 2015


Masyarakat ekonomi negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN Economic Community (AEC) bukanlah kelompok pertama yang menerapkan integrasi ekonomi. Jauh sebelumnya, Uni Eropa (UE) telah berhasil membentuk integrasi ekonomi. Namun, pola yang diterapkan UE ternyata tak bisa ditiru sepenuhnya oleh AEC.  
Deputi Sekretaris Wapres Bidang Politik, Dewi Fortuna Anwar, berpendapat AEC –yang mulai beroperasi pads 2015-- tak mungkin meniru model integrasi ekonomi UE. “Kita hanya bisa melihat UE sebagai inspirasi tetapi tidak sebagai model yang harus ditiru,” kata Dewi kepadahukumonline, Kamis (18/4).
Dewi menjelaskan, perbedaan AEC dan UE sudah terlihat dari konsep dasar pembentukan komunitas ekonomi tersebut. Pembentukan UE, lanjutnya, didirikan dengan tujuan integrasi yang dilandasi dengan perjanjian-perjanjian yang mengikat. Bahkan bentuk perjanjian tersebut ditindaklanjuti dengan membangun institusi-institusi yang menyerahkan kedaulatan negara kepada integrasi ekonomi.
Kedaulatan negara, lanjut Dewi, diserahkan oleh para anggota UE dalam institusi di bidang politik dengan membentuk parlemen Uni Eropa. Lalu, bidang hukum dengan membentuk lembaga hukum yang mengikat seluruh negara Eropa.
Berbeda halnya dengan AEC 2015. Kendati merefleksikan konsep integrasi ekonomi antar negara ASEAN, AEC 2015 tetap mempertahankan kedaulatan masing-masing negara. Artinya,kebijakan-kebijakan dan keputusan ekonomi masih diambil oleh Kementerian dalam negeri masing-masing. “Kalau UE, itu semua keputusan sudah diserahkan ke Eropa,” jelas Dewi.
Lagipula, lanjutnya, UE sudah memiliki birokrasi yang luar biasa, yang mampu menjalankan keputusan-keputusan yang diambil oleh parlemennya. Sementara konsep AEC, tidak menuju ke arah tersebut. AEC tidak dibentuk untuk menjadikan suatu integrasi yang mengambil sebagian dari kedaulatan negara. Karena perbedaan konsep ini pula, lanjutnya, implementasi AEC menghadapi tantangan yang cukup serius.
Tantangan serius
Tantangan yang dimaksud Dewi antara lain adalah ketika Indonesia ingin bekerjasama lebih erat dengan negara ASEAN lain, mau tidak mau Indonesia harus mampu membuat keputusan bersama. Persoalannya, di satu sisi Indonesia masih enggan untuk membagi sebagian kedaulatan, namun di lain pihak kenyataan di lapangan pemerintah harus realistis untuk menghadapi tuntutan pasar ekonomi dan perdagangan. Pada akhirnya, pemerintah Indonesia akan berada dalam situasi yang memaksa untuk mengambil kebijakan secara bersama dan kolektif.
Dewi mengatakan, persoalan keengganan membagikan kedaulatan negara kepada AEC tak hanya dilakukan oleh Indonesia saja. Negara-negara ASEAN yang ikut tergabung dalam skema AEC 2015 juga akan melakukan hal yang sama. Namun tuntutan ekonomi dan perdagangan pada akhirnya tetap akan melahirkan kesepakatan-kesepakatan antar negara AEC. Dewi menilai, kesepakatan tersebut juga akan diimplementasikan dengan hati-hati karena kekhawatiran hilangnya kedaulatan negara.
“Akhirnya nanti ASEAN secara bertahap dan agak enggan juga akan membuat kesepakatan-kesepakatan termasuk dengan membuat piagam ASEAN dan blue print dari ASEAN political communityeconomy community, dan ASEAN culture community,” jelasnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Dorodjatun Kuntjoro Djakti berpendapat, persoalan AEC akan terbentur pada prinsip-prinsip AEC yang mungkin sulit diberlakukan. Bukan mustahil, DPR menolak kesepakatan-kesepakatan prinsipil AEC. Kalangan DPR sendiri sudah pernah mempertanyakan kesiapan sarana dan prasarana di dalam negeri menghadapi AEC 2015.
“Prinsip-prinsip itu nanti yang akan dipertanyakan di parlemen dan tahu sendiri belum tentu parlemen akan menyetujui, apalagi mau mendekati tahun pemilu,” kata mantan Menteri Koordinator dan Perekonomian ini.
Salah satu prinsio itu adalah secara bersama harus bisa menentukan apa yang disebut ASEANqualified bank, ASEAN qualified insurance, dan mungkin sampai ASEAN qualified university. Prinsip-prinsip penentuan tersebut nantinya yang akan menjadi persoalan baru bagi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar