Rabu, 24 April 2013

Ada Sinyal Perubahan Pajak Eksplorasi


Keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memberikan insentif fiskal berupa pembebasan atau keringanan pajak bagi kontrakstor kontrak kerjasama (K3S) guna menciptakan iklim investasi  yang kompetitif nampaknya akan dipenuhi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemberian insentif fiskal tersebut dinilai masuk akal jika dilihat dari sudut keadilan.
Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmany mengatakan DJP tengah mengkaji keinginan Kementerian ESDM tersebut. Tidak tertutup kemungkinan, lanjutnya, DJP akan menetapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) eksplorasi sebesar nol persen. "Eksplorasi belum ada hasilnya. Jadi ini masalah keadilan," kata Fuad Rahmany kepada hukumonline, Senin (22/4).
Fuad mengatakan, sejauh ini keluhan yang disampaikan oleh pihak yang ingin melakukaneksplorasi tambang adalah pengenaan PBB eksplorasi. Padahal, lanjutnya, proses eksplorasi tersebut belum tentu berhasil menemukan bahan tambang yang dicari. Pengenaan PBB eksplorasi dinilai tidak adil bagi pihak yang melakukan eksplorasi.
Jika PBB eksplorasi ditetapkan sebesar nol, kebijakan ini akan mengurangi penerimaan pajak. Fuad membenarkan kebijakan ini kelak menurunkan penerimaan pajak negara, meskipun angkanya tak terlalu signifikan.
Ketika ditanya soal kemungkinan besarnya penerimaan negara sektor PBB eksplorasi, Fuad tak bisa mengira. Pasalnya, pihak yang melakukan eksplorasi tambang di Indonesia jumlahnya cukup banyak sehingga sulit untuk menghitung besaran penurunan. "Orang yang melakukan penelitian kan banyak makanya saya tidak bisa hitung satu per satu. Tapi total PBB nya ini enggak besar, kecil sekali dari situ," terangnya.
Lagipula, lanjut Fuad, jumlah produksi suatu perusahaan juga menentukan besaran PBB yang akan dibayarkan. Sementara itu pada eksplorasi, perusahaan yang melakukan riset belum mengeluarkan produksi. Meskipun lahan kerja sektor tambang sangat besar, namun pada saat eksplorasi hanya memakai tanah yang berukuran 15 meter persegi. Jika pada lahan tersebut ditemukan bahan tambang seperti gas atau minyak, maka PBB akan dipungut setelah perusahaan tersebut berproduksi.
Namun, Fuad belum dapat memastikan kapan aturan ini akan dikeluarkan. Menurutnya, hal ini masih menjadi pengkajian DJP apakan akan diberikan insentif bagi eksplorasi atau tidak. "Enggak, saya bilang belum final, belum putus. Isunya kira-kira ke sana," ungkapnya.
Berdasarkan penelusuran hukumonline, pada 25 Maret lalu, Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan No. 132/PJ/2013 tentang nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore, tubuh bumi eksplorasi, dan angka kapitalisasi untuk penentuan besaran nilai jual objek pajak. Beleid ini menentukan, nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore migas dan minerba sebesar Rp11.204. Jauh lebih rendah adalah nilai bumi untuk tubuh umi eksplorasi migas dan minerba, yaitu Rp140.
Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Dirjen Pajak No. 11/PJ/2012 tentang Tata Cara PBB untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi; dan Peraturan Dirjen Pajak No. 32/PJ/2012 yang mengatur PBB  untuk pertambangan minerba.
Kepala Biro Humas ESDM Susyanto menyambut baik rencana DJK memberikan insentif bagi proses eksplorasi. Menurutnya, kebijakan ini pastinya akan memberikan kenyamanan investasi khususnya di sektor pertambangan. "Ini bagus, akan menunjang investasi," katanya ketika dihubungi oleh hukumonline, Selasa (23/4).
Diakui Susyanto, permintaan insentif ini memang pernah dilontarkan oleh Menteri ESDM Jero Wacik. Namun sejauh ini hal tersebut masih sebatas wacana di internal ESDM. Sejauh ini, pihak ESDM belum mengirimkan permintaan secara resmi kepada Kementerian Keuangan terkait rencana ini. "Terus terang secara formal belum disampaikan kepada Kementerian Keuangan dalam hal ini DJP," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar